Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Situasi Jawa Setelah Perjanjian Giyanti

Kompas.com - 23/10/2023, 18:00 WIB
Endang Mulyani,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Masalah kedua, kalahnya Belanda dalam perang melawan Perancis. Oleh karena itu, pada 1795, Napoleon Bonaparte mengambil alih Belanda dan membentuk negara boneka.

Pada 1 Januari 1800, VOC resmi dibubarkan dan Hindia Belanda diambil alih oleh Pemerintah Belanda.

Saat VOC dibubarkan, situasi di Jawa sedang mengalami suksesi untuk petama kalinya sejak Perjanjian Giyanti (1755) dan Perjanjian Salatiga (1753).

Pengangkatan raja-raja Jawa

Ketika terjadi persaingan antara Keraton Kasunanan, Keraton Kesultanan, dan Kadipaten Mangkunegara, pihak Belanda memanfaatkan situasi tersebut.

Pada 1813, perpecahan kembali terjadi di Mataram, ketika Jenderal Raffles mengangkat Pangeran Notokusumo di Kadipaten Pakualaman yang terlepas dari Kesultanan Yogyakarta dengan gelar Kanjeng Gusti Paku Alam.

Sementara itu, sebagian masyarakat Jawa masih berasumsi bahwa Yogyakarta dan Surakarta merupakan ahli waris Kesultanan Mataram.

Terdapat dualisme pada birokrasi kerajaan karena Belanda berkuasa atas raja-raja beserta beberapa urusan tertentu di dalamnya.

Para raja menyebut residen selaku Gubernur Jenderal Hindia Belanda dengan sebutan bapa (vader) dan gubernur jenderal dipanggil eyang (groot vader).

Baca juga: Isi Perjanjian Giyanti, Pecahnya Mataram Islam Menjadi Dua Kerajaan

Raja ditunjuk sebagai perwira pribumi dengan pangkat Jenderal Mayor oleh pemerintah Belanda.

Secara tidak langsung, raja tidak memiliki kuasa penuh atas kerajaannya karena surat-surat yang masuk harus melewati residen .

Pergerakan raja selalu dipantau layaknya tawanan di keraton sendiri.

Hal ini disebabkan mereka terikat aturan-aturan khusus, semisal izin ketika hendak keluar keraton.

Adapun kekuasaan raja atas rakyatnya didasarkan pada hubungan kawula-gusti.

Raja dianggap sebagai wewakiling Pangeran Kang Ageng (wakil Tuhan yang Maha Besar).

Keadaan Vorstenlanden aman

Sementara waktu setelah Perjanjian Giyanti, kondisi Vorstenlanden, yaitu Yogyakarta dan Surakarta, menjadi aman. Terlebih, setelah berakhirnya Perang diponegoro.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com