Meskipun gerakan Zionisme mendapatkan dasar hukum untuk memperjuangkan negara Yahudi di Palestina, orang-orang Arab Palestina merasa diabaikan dan merasa bahwa hak-hak mereka terancam.
Dukungan Inggris terhadap Zionisme semakin memicu ketidakpuasan dan perlawanan di kalangan penduduk Arab.
Setelah Perang Dunia I, Liga Bangsa-Bangsa memberi mandat kepada Britania Raya untuk mengurus Palestina.
Upaya implementasi mandat ini sering kali bertentangan dengan aspirasi lokal yang memicu ketegangan dan perlawanan.
Konflik semakin memanas ketika pada 1947, PBB mengadopsi Rencana Pembagian Palestina yang bertujuan membagi wilayah menjadi negara Yahudi dan Arab.
Meskipun mendapatkan dukungan dari beberapa negara, rencana ini ditolak oleh negara-negara Arab dan Palestina.
Baca juga: Operasi Militer Israel Berskala Besar di Tepi Barat Tewaskan 7 Warga Palestina
Hingga pada 1948, pendirian negara Israel menyebabkan perang besar di Timur Tengah yang melibatkan negara-negara Arab dan Israel.
Deklarasi Balfour dan implementasi rencana pembagian Palestina menjadi akar masalah utama dalam konflik ini.
Israel mendapat dukungan internasional, terutama dari negara-negara Barat.
Sementara itu, penduduk Palestina menganggapnya sebagai pengusiran besar-besaran dan penghilangan hak-hak mereka atas tanah tersebut.
Meskipun sudah hampir satu abad berlalu, Deklarasi Balfour tetap menjadi salah satu poin sentral dalam konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina.
Dukungan internasional terhadap Zionisme dan pembentukan negara Israel mendapatkan landasan dari deklarasi ini.
Sementara itu, orang-orang Palestina merasa bahwa hak-hak mereka terabaikan.
Sejarah dan implikasi Deklarasi Balfour masih terasa dalam perdebatan geopolitik serta upaya perdamaian Israel dan Palestina yang berlangsung hingga kini.
Referensi: