Setelah beberapa waktu tidak ada kabar, keluarga diberi informasi boleh mengunjungi Buya Hamka di Sukabumi, Jawa Barat.
Baca juga: Aung San Suu Kyi, Sosok Kontroversial yang Terancam 150 Tahun Penjara
Buya Hamka sangat terkejut, ketika dalam penahanan terus diinterogasi dan dilempar tuduhan-tuduhan telah terlibat dalam rapat rahasia menggulingkan Soekarno, menerima uang empat juta dari Perdana Menteri Malaysia, memberikan kuliah yang bersifat subversif, dan berbagai kejahatan lainnya.
Tuduhan tersebut jelas dibuat-buat karena tanggal rapat rahasia yang disebut sama dengan acara besar yang pernah dihadiri Buya Hamka.
Begitu pula dengan uang yang dituduhkan telah diterimanya, tidak diketahui keberadaannya ataupun buktinya.
Para interogator tidak mendengarkan jawaban, karena tujuan mereka memang bukan untuk mengorek kebenaran, tetapi membuat Buya Hamka mengaku.
Pada suatu hari, saat kelelahannya telah memuncak, Buya Hamka meminta penyidik menulis semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya, dan ia akan menandatanganinya.
Dari situ, Buya Hamka mengetahui orang yang telah memfitnahnya, dan ironisnya, orang tersebut juga menjadi tahanan polisi dan telah disiksa.
Baca juga: Soebandrio, Loyalis Soekarno yang Habiskan 29 Tahun di Penjara
Setelah peristiwa itu, sikap para penyidik menjadi lunak, bahkan banyak yang meminta diajari doa.
Selama Buya Hamka terkekang di penjara, buku-buku karangannya juga dilarang terbit dan beredar.
Kendati demikian, Buya Hamka tidak lantas berpangku tangan. Meski raganya terpenjara, ia membuka luas-luas pemikirannya.
Hasilnya, Buya Hamka dapat menyelesaikan karya tafsir Al Quran, Tafsir al-Azhar.
Pada 1966, Buya Hamka baru dibebaskan setelah rezim Soekarno runtuh dan semua tuduhan pada dirinya dihapuskan.
Setelah bebas, Buya Hamka kembali melanjutkan kiprahnya sebagai tokoh Islam dan diangkat menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama pada 1975.
Referensi: