KOMPAS.com - Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus atau disingkat Ospek adalah salah satu momentum bersejarah bagi setiap siswa yang akan masuk ke perguruan tinggi.
Kendati demikian, kini sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) juga menggelar Ospek seperti perguruan tinggi dengan sebutan MOS (Masa Orientasi Siswa) dan MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah).
Umumnya, ospek berisi rangkaian acara yang bertujuan untuk pengenalan dan pembentukan watak bagi setiap mahasiswa baru.
Kegiatan ospek ini merupakan kegiatan institusional yang menjadi tanggung jawab universitas atau fakultas dan program studi untuk mensosialisasikan kehidupan di perguruan tinggi dan proses pembelajarannya.
Lantas, bagaimana sejarah ospek di Indonesia?
Baca juga: Gerakan Mahasiswa 1998
Dosen ilmu sejarah Universitas Airlangga yang bernama Purnawan Basundoro mengatakan bahwa kegiatan ospek ini sudah ada sejak zaman kolonial Jepang.
Namun, pada era itu, ospek lebih dikenal dengan sebutan perploncoan atau puronko.
Menurut Basudoro, sewaktu STOVIA (Sekolah Kedokteran di Jawa) masih ada di bawah kendali Belanda, tradisi perploncoan masih belum begitu terlihat.
Tradisi perploncoan ini baru terasa dan terlihat keras dengan unsur militer ketika STOVIA berganti nama menjadi Ika Daigaku (Sekolah Kedokteran) yang dikelola oleh militer Jepang.
Salah satu ciri khas dari tradisi perploncoan pada masa itu adalah dengan menggunduli mahasiswanya.
Hal ini sontak diprotes oleh sejumlah tokoh nasional, salah satunya Soedjatmoko.
Konon, Soedjatmoko terpaksa dikeluarkan dari Ika Daigaku karena menolak digunduli sebagai wujud rangkaian perploncoan.
Pascakemerdekaan Indonesia, tradisi ospek dengan cara keras itu masih terus diterapkan di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.
Baca juga: Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI)
Tradisi perploncoan ini sempat ditentang oleh salah satu partai politik di Indonesia, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI).
Akibatnya, tradisi plonco sempat ditiadakan usai PKI menolaknya.
Pada 1963, karena PKI menolak plonco, maka tradisi ospek saat itu diganti menjadi Masa Kebaktian Taruna (MKT).
Akan tetapi, setelah peristiwa G30S 1965, segala hal yang berkaitan dengan PKI termasuk MKT pun dihilangkan.
Lebih lanjut, pada 1968, muncul kegiatan ospek baru yang disebut Mapram atau Masa Pra Bakti Mahasiswa, sebagai tradisi penyambutan mahasiswa baru.
Nama ospek sendiri baru digunakan pada tahun 1990-an.
Pada masa itu, hukuman yang bersifat fisik masih diterapkan, seperti push up dan sit up.
Namun, lambat laun, kegiatan ospek yang dilakukan untuk menyambut mahasiswa baru mulai menghilangkan berbagai hukuman fisik.
Saat ini, istilah ospek telah berubah menjadi Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru atau disingkat PKKMB.
Baca juga: Peran Mahasiswa dalam Peristiwa Reformasi 1998
Pada dasarnya, tujuan ospek adalah:
Referensi: