KOMPAS.com - Soekarno dikenal sebagai Bapak Proklamator yang hebat dan disegani dunia.
Namun 20 tahun kepemimpinannya sebagai presiden, jauh dari kata sempurna. Di penghujung 1965, Soekarno dituntut untuk mundur.
Ia akhirnya diberhentikan pada 22 Juni 1966, dan hidup terasing hingga meninggalnya pada 21 Juni 1970.
Berhentinya Soekarno sebagai presiden Indonesia tidak terlepas dari tuntutan rakyat yang memintanya untuk mengundurkan diri.
Faktor utama yang menyebabkan para mahasiswa menuntut pengunduran diri Presiden Soekarno adalah karena tidak menyelesaikan masalah G30S yang terjadi pada Oktober 1965.
Berikut ini beberapa alasan mahasiswa menuntut Presiden Soekarno untuk mengundurkan diri.
Baca juga: G30S, G30S/PKI, Gestapu, Gestok, Apa Bedanya?
Sejak dibentuk pada 1914, PKI telah memberi kesan sebagai partai politik yang radikal dan condong anarkis.
PKI juga beberapa kali melakukan pemberontakan, salah satunya pemberontakan PKI Madiun 1948, mengakibatkan tewasnya beberapa pejajabat pemerintah dan para pemimpin anti-komunis.
Perkiraan korban yang terenggut nyawanya dalam peristiwa ini sejumlah 24.000 orang, di mana 8.000 di antaranya dari Madiun, 4.000 dari Cepu, dan 12.000 dari Ponorogo.
Akibatnya, banyak rakyat yang menuntut agar PKI dibubarkan. Namun, Presiden Soekarno tidak menanggapi keinginan rakyat itu.
Baca juga: Sejarah Lahirnya Partai Komunis Indonesia (PKI)
Untuk mengatasi peristiwa pemberontakan yang dilancarkan PKI, dibentuklah Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Mengetahui hal itu, Soekarno, yang mendukung sayap kiri mengeluarkan UU Darurat dan mencetuskan slogan Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) pada 1956.
Nasakom dimaksudkan untuk memenuhi tiga tuntutan faksi utama dalam politik, yaitu tentara, kelompok Islam, dan komunis.
Namun, sekeras apa pun Soekarno mengampanyekan Nasakom, konsep ini pada akhirnya hilang.
Baca juga: Nasakom, Konsep Kesatuan Politik ala Soekarno
Keberadaan PKI semakin terdesak setelah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.