Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sultanah Naqiatuddin, Pemimpin Perempuan Aceh yang Ditentang

Kompas.com - 01/08/2022, 15:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sultanah Naqiatuddin merupakan salah satu pemimpin Kesultanan Aceh Darusalam.

Ia merupakan anak dari Malik Radiat Syah yang berasal dari Aceh. Ia memiliki nama kecil Putri Naqiah.

Tidak diketahui kapan Naqiatuddin Nurul Alam lahir. Namun ia memimpin Kesultanan Aceh setelah meninggalnya Sultanah Safiatuddin.

Sultanah Naqiatuddin memerintah Kesultanan Aceh hanya 3 tahun saja, mulai tahun 1675 hingga 1678.

Pemerintahan Naqiatuddin

Naqiatuddin resmi menjadi pemimpin Kesultanan Aceh pada 23 Oktober 1675 setelah Sultanah Safiatuddin meninggal dunia. Ia naik takhta dengan gelar Seri Ratu Nurul Alam Naqiatuddin.

Di awal pemerintahannya Sultanah Naqiatuddin harus menghadapi ancaman dari dalam maupun luar negerinya.

Ancaman yang datang dari luar adalah adanya bangsa Inggris, Portugis, dan Belanda yang ingin menguasai jalur perdagangan Selat Malaka dan pantai barat Sumatera.

Sedangkan dari dalam negeri, ancaman datang dari kaum Wujudiyah yang menganggap Kesultanan Aceh telah menyimpang dari ajaran Islam.

Kaum Wujudiyah menghendaki Kesultanan Aceh dipimpin oleh laki-laki lagi. Selain itu mereka juga melakukan sabotase dengan membakar kota Banda Aceh.

Tantangan di awal pemerintahannya ini membuat Sultanah Naqiatuddin kesulitan untuk membangun perekonomian rakyat.

Namun, ia selalu berusaha agar bisa keluar dari persoalan yang menghadang jalannya pemerintahan.

Salah satu cara yang dilakukan Sultanah Naqiatuddin adalah menyempurnakan Kanun Al-Asyi atau Adat Meukuta Alam.

Kanun Al-Asyi ini merupakan undang-undang dasar kerajaan untuk menekan oposisi dari kaum Wujudiyah.

Dalam Kanun Al-Asyi tersebut salah satu isinya adalah terkait pengangkatan Sultan dan penyempurnaan federasi tiga segi yang telah dibentuk oleh Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin, yaitu Sagi XXII Mukim, Sagi XXV Mukim dan Sagi XXVI Mukim.

Perubahan tersebut dilakukan atas petunjuk Kadi Malikul Adil Syekh Abdurrauf Syiah Kuala dan berdasarkan persetujuan Balai Majelis Mahkamah Rakyat.

Adapun Ketiga sagi itu memiliki kedudukan yang kuat, antara lain memberikan kata akhir dalam pengangakatan atau pemberhentian seorang sultan.

Hal itu berdasarkan Kanun Meukuta Alam yang isinya adalah yang berhak memilih dan memberhentikan sultan, yakni Seri Imeum Muda, Cot'oh, Panglima Sagi XXVI Mukim.

Lalu, Seri Setia Ulama, Panglima Sagi XXV Mukim, Seri Muda Perkasa Panglima Polem, Panglima Sagi XXII Mukin, dan Kadi Malikul Adil (Ketua Mahkamah Agung).

Selanjutnya, sultan yang diangkat wajib membayar 32 kati emas murni sebagai jinamei dan 16.000 ringgit uang tunai sebagai dapha.

Adapun Jinamei dan dapha tersebut dibagikan kepada Panglima Sagi XXV Mukim, Panglima Sagi XXVI dan Panglima Sagi XXVII Mukim masing-masing sepuluh kati emas dan lima ribu ringgit.

Sultan baru bisa dan sah dinobatkan apabila sebelumnya meninggal dunia atau diberhentikan.

Selain itu, pemerintah daerah diberikan hak otonomi seluas-luasnya baik terkait keuangan dan keamanan.

Sedangkan, urusan luar negeri menjadi kewenangan sepenuhnya dari sultan.

Meninggal dunia

Di era pemerintahan Sultanah Naqiatuddin, gerakan oposisi yang dilakukan oleh Kaum Wujudiyah membawa dampak negatif bagi pemerintah.

Hal itu menjadi dasar perbedaan pencapaian yang dilakukan Sultanah Safiatuddin dan Sultanah Naqiatuddin.

Pada akhirnya, Sultanah Naqiatuddin meninggal dunia pada tahun 1088 H atau 1678 di Banda Aceh.

Kesultanan Aceh Darusalam kemudian dipimpin oleh Sultanah Zakiatuddin Inayat Syah.

 

Referensi:

  • Hasymy, Ali (1990). Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com