Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik Kelahiran Pancasila dan Tokoh yang Merumuskannya

Kompas.com - Diperbarui 11/08/2022, 14:29 WIB
Tri Indriawati

Penulis

KOMPAS.com - Tanggal 1 Juni 1945 telah ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila melalui Keppres Nomor 24 Tahun 2016.

Namun, jauh sebelum itu, jalan panjang telah dilalui para tokoh bangsa dalam meremuskan Pancasila sebagai dasar negara.

Sejarah perumusan Pancasila dimulai dari sidang pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Baca juga: Sejarah BPUPKI: Tujuan, Tugas, Anggota, dan Hasil Sidangnya

BPUPKI adalah badan yang dibentuk Jepang pada 1 Maret 1945 sebagai wujud pemenuhan janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia.

Sebagai persiapan menuju kemerdekaan Indonesia, BPUPKI pun menggelar sidang pertama pada 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945.

Salah satu agenda utama dalam sidang pertama BPUPKI adalah pembahasan dasar negara Indonesia.

Selama ini, dalam buku-buku pelajaran sejarah sering kali disebut bahwa terdapat tiga tokoh yang mengutarakan pendapatnya tentang rumusan dasar negara dalam sidang pertama BPUPKI, yaitu Moh Yamin, Soepomo, dan Soekarno.

Namun, ternyata, bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa Soekarno adalah satu-satunya tokoh yang mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

Berikut ini cerita perumusan Pancasila dalam sidang BPUPKI:

Moh. Yamin dan usulan 5 dasar negara dalam rancangan UUD

Dalam pidatonya di sidang pertama BPUPKI pada 29 Mei 1945, Moh Yamin menyatakan bahwa pokok-pokok aturan dasar Negara Indonesia harus disusun berdasarkan watak peradaban bangsa.

Sejarah versi Orde Baru menyebutkan bahwa Moh Yamin mengusulkan lima hal untuk menjadi dasar negara Indonesia, yaitu:

  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri Ketuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat

Namun, lima dasar negara itu ternyata bukan isi pidato Moh Yamin dalam sidang BPUPKI, melainkan teks draf pembukaan UUD yang ia tulis atas perintah Soekarno untuk keperluan rapat Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945.

Dalam sidang BPUPKI, Moh Yamin ternyata hanya mengusulkan tiga dasar, yaitu permusyawaratan, perwakilan, dan kebijaksanaan.

Tiga nilai yang diusulkan Moh Yamin kemudian dimasukkan ke dalam sub-bab sila perikerakyatan yang tertulis di Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar (UUD).

Adapun dasar negara yang tercantum dalam naskah rancangan UUD, yaitu:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Baca juga: Hubungan Indonesia-Rusia Masa Kini: Dari Era Habibie hingga Jokowi

Soepomo dan usulan dasar negara sesuai budaya Indonesia

Pada hari ketiga sidang pertama BPUPKI, tepatnya pada 31 Mei 1945, Soepomo mengungkapkan usulannya tentang dasar negara Indonesia.

Dalam pidatonya, Soepomo menjelaskan bahwa ada tiga permasalahan yang dia temukan dalam sidang BPUPKI, yaitu pemerintahan negara, hubungan negara dan agama, dan bentuk negara.

Menurut Soepomo, dasar negara dan bentuk susunan negara berhubungan erat dengan riwayat hukum (reschtgeshichte) serta lembaga sosial suatu negara.

Oleh karena itu, menurut Soepomo, setiap negara memiliki keunikannya masing-masing.

Atas pertimbangan itu, Soepomo pun mengusulkan kerangka dasar negara yang sesuai dengan alam pikiran kebudayaan Indonesia.

Lima dasar negara usulan Soepomo itu meliputi:

  1. Persatuan
  2. Kekeluargaan
  3. Keseimbangan lahir batin
  4. Musyawarah
  5. Keadilan rakyat

Akan tetapi, Soepomo ternyata tidak mengusulkan dasar negara dalam pidatonya di Sidang BPUPKI pada 31 Mei 1945.

Dalam Risalah Sidang BPUPKI-PPKI yang ditulis pada 1995, Soepomo dalam pidatonya, hanya mengajukan teori negara integralistik sebagai jalan tengah antara teori negara individual (liberal) dan komunistik. 

Oleh karena itu, diketahui bahwa Soepomo tidak pernah mengusulkan lima dasar negara.

Adapun lima dasar negara itu diambil secara acak dari pidato Soepomo semasa Orde Baru. 

 

Sukarno Merumuskan Pancasila

Dasar negara Pancasila tertuang dalam pidato Soekarno di sidang BPUPKI yang digelar pada 1 Juni 1945. Itulah mengapa tanggal 1 Juni 1945 ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila.

Soekarno mengungkapkan pendapatnya tentang dasar negara Indonesia dalam sebuah pidato sepanjang 6.480 kata.

Sebelum menguraikan usulan dasar negara, Soekarno lebih dulu menyampaikan arti merdeka, yaitu Philosophische grondslag yang terdiri dari fundamen, filsafat, jiwa, dan hasrat sedalam-dalamnya untuk mendirikan negara Indonesia merdeka yang kekal dan abadi.

Selanjutnya, Soekarno mulai menyebutkan usulan dasar negara sesuai dengan urutan berikut ini:

  1. Kebangsaan: Sukarno menempatkan kebangsaan pada urutan pertama dasar negara dengan pernyataan "Kita mendirikan satu Negara Kebangsaan Indonesia".
  2. Internasionalisme: Selain mendirikan negara merdeka, Sukarno menilai Indonesia juga harus menjunjung kekeluargaan antar bangsa-bangsa.
  3. Mufakat atau demokrasi: Sebagai sebuah negara merdeka, Indonesia harus menjunjung dasar mufakat, perwakilan, dan permusyaratan dalam penyelenggaraan negara. Sebab, Indonesia bukan negara untuk satu golongan saja.
  4. Kesejahteraan sosial: Melalui usulan dasar negara ini, Sukarno berharap tercapainya kesejahteraan bersama sehingga tidak ada kemiskinan di masa Indonesia merdeka.
  5. Ketuhanan yang Maha Esa: Dasar kelima ini menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta adanya jaminan kepada seluruh rakyat untuk menyembah Tuhan dan meyakini agama masing-masing.

Soekarno kemudian merangkum usulan dasar negara itu dengan nama Pancasila. Adapun sila memiliki arti dasar, sedangkan panca adalah lima.

Dengan demikian, fakta dan data sejarah menunjukkan bahwa Pancasila dirumuskan oleh Soekarno seorang diri, bukan hasil usulan Moh Yamin dan Soepomo.

 

Panitia Sembilan dan Lahirnya Piagam Jakarta 

Setelah sidang pertama, BPUPKI kemudian membentuk panitia delapan yang bertugas mempersiapkan perumusan dasar negara.

Pada 22 Juni 1945, panitia delapan menggelar rapat di Kantor Besar Jawa Hokokai, Lapangan Banteng, Jakarta,

Tugas panitia delapan adalah membahas rancangan pembukaan (preambule) UUD, mengelompokkan usulan anggota BPUPKI, dan membentuk panitia sembilan yang akan menyusun rumusan dasar negara.

Setelah itu, panitia sembilan yang diketuai Soekarno, mengadakan pertemuan di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, dan menghasilkan rumusan pembukaan UUD yang dikenal sebagai Piagam Jakarta (Jakarta Charter).

Dalam Piagam Jakarta termuat rumusan kolektif dasar negara Indonesia, yakni:

  1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan kolektif dasar negara Indonesia yang tertuang dalam Piagam Jakarta itu kemudian kembali dibahas dalam perumusan Pancasila selama persidangan kedua BPUPKI pada 10 Juli hingga 13 Juli 1945.

Hasil sidang kedua BPUPKI adalah keputusan tentang bentuk negara republik untuk Indonesia merdeka dan rumusan terakhir draf dasar negara Pancasila.

Keberatan J Latuharhary dan perubahan sila pertama Pancasila

Seorang tokoh dari Indonesia Timur, Johannes Latuharhary, menyampaikan keberatan terhadap sila pertama dalam rumusan Pancasila yang memuat kalimat "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

Kalimat itu dinilai akan berakibat besar terhadap pemeluk agama lain di Indonesia yang masyarakatnya majemuk.

Keberatan yang disampaikan J. Latuharhary itu kemudian ditanggapi dengan pembentukan panitia kecil dengan diketuai Soepomo.

Panitia kecil ini kemudian menyempurnakan bahasa sila pertama Pancasila melalui sebuah "Panitia Penghalus Bahasa" yang terdiri dari Hoesein Djajadiningrat, Agus Salim, dan Soepomo.

Disahkannya Pancasila

Proses panjang perumusan dasar negara berakhir dengan disahkannya Pancasila dalam Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945.

Pancasila pun tercantum dalam Mukadimah UUD 1945 sebagai dasar negara yang sah.

Berikut ini lima sila Pancasila setelah disahkan pada 18 Agustus 1945:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

 

Artikel ini telah tayang di kompaspedia.kompas.id dengan judul "Pancasila: Sejarah Perumusan sebagai Dasar Negara, Pandangan Hidup, dan Upaya Pelestarian Ideologi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com