KOMPAS.com - Dalam sejarah Indonesia, perjuangan mempertahankan kemerdekaan tidak selalu dengan mengangkat senjata.
Ada juga perjuangan mempertahankan kemerdekaan dengan cara diplomasi atau melalui perundingan.
Beberapa contoh perjuangan diplomasi adalah Perjanjian Renville, Perjanjian Roem-Royen, Perjanjian Linggarjati, dan Konferensi Meja Bundar.
Adapun tujuan dari perjuangan diplomasi adalah mencari jalan keluar dari konflik yang terjadi.
Berikut adalah beberapa perjuangan diplomasi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Baca juga: Mengapa Harus Ada Proklamasi?
Perundingan Philip Christison adalah perundingan yang digagas oleh Philip Christison, panglima perang Allied Forces Netherlands East Indies (ANFEI).
Perjanjian antara Belanda dan Indonesia ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 1946.
Saat itu, pihak Indonesia saat itu diwakili oleh Sutan Sjahrir. Sedangkan Belanda diwakili oleh Hubertus Julius Van Mook.
Dalam perundingan tersebut, dibahas tentang bentuk negara dan daftar wilayah yang dapat dimasukkan ke dalam negara Indonesia.
Perundingan tersebut tidak mendapatkan hasil yang konkret. Hal itu disebabkan oleh kurangnya persiapan dari pihak Indonesia maupun Belanda.
Baca juga: Mengapa Belanda Ingin Menguasai Kesultanan Palembang?
Perundingan Hooge-Veluwe merupakan perundingan antara Indonesia dengan Belanda yang berlangsung pada 14 hingga 24 April 1946 di Hooge-Veluwe, Belanda.
Adapun perundingan ini digelar untuk membahas status kenegaraan, kemerdekaan, dan wilayah Indonesia.
Indonesia saat itu diwakili oleh W Soewandi, Sudarsono, dan AK Pringgodigdo, sedangkan Belanda diwakili oleh Van Mook, Van Royen, Idenburg, Van Asbeck, Sultan Hamid, Soeria Santoso dan Logeman.
Ada juga Inggris yang menjadi pihak penengah diwakili oleh Sir Archibald Clark Kerr.
Meski sudah diselenggarakan, perundingan ini tidak mendapatkan hasil apa-apa.
Baca juga: Delegasi Indonesia di Sidang Dewan Keamanan PBB Tahun 1947
Perundingan Lingarjati dilaksanakan pada 11 November hingga 13 November 1946 di Desa Linggarjati, Cilimus, Kuningan, Jawa Barat.
Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir, AK Gani, Susanto Tirtoprojo, dan Mohammad Roem.
Sedangkan Belanda diwakili oleh Wim Schermerhorn, Max Von Poll, Van Mook, dan F de Baer.
Adapun Inggris selaku mediator diwakili oleh Lord Killearn.
Baca juga: Keterlibatan Inggris dalam Peristiwa G30S
Hasil dari Perundingan Linggarjati adalah:
Perundingan Renville dilaksanakan pada tahun 1948 sebagai salah satu peristiwa sejarah mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Adapun perundingan ini dilaksanakan di atas kapal perang Amerika Serikat USS Renville yang berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Dalam perundingan Renville, Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo.
Baca juga: Abdulkadir Widjojoatmodjo, Delegasi Belanda dalam Perjanjian Renville
Berikut adalah hasil dari Perundingan Renville:
Perundigan Roem-Royen merupakan perjanjian yang dibuat Indonesia dengan Belanda.
Tempat perundingan Roem-Royen dilaksanakan di Hotel Des Indes Jakarta pada 17 April.
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Mr Muhammad Roem dan Belanda diwakili oleh Dr JH Van Royen.
Baca juga: Awal Mula Perploncoan di Indonesia
Hasil dari Perundingan Roem-Royen sebagai berikut:
Indonesia menyatakan:
Belanda menyatakan:
Konferensi Meja Bundar merupakan perundingan di kota Den Haag, Belanda pada 23 Agustus hingga 2 November 1949.
Perundingan ini dilakukan oleh Indonesia dan Belanda untuk mengakhiri perselisihan Indonesia dengan Belanda.
Adapun Indonesia mengirimkan delegasinya ke KMB, mereka adalah:
Sementara Belanda diwakili oleh Van Maarseven.
Baca juga: Pembatalan Hasil Perjanjian KMB dan Dampaknya
KMB tersebut pada akhirnya menghasilkan beberapa keputusan, yakni:
Referensi: