KOMPAS.com - Konferensi Meja Bundar (KMB) menjadi tonggak sejarah kemerdekaan Indonesia.
Konferensi Meja Bundar yang digelar di Den Haag, Belanda, pada 23 Agustus-2 November 1949 adalah upaya diplomasi yang berhasil membebaskan Indonesia dari Belanda.
Namun, pada 3 Mei 1956, Kabinet Ali II mengeluarkan undang-undang terkait pembatalan hasil KMB secara sepihak.
Lantas, apa alasan pembatalan hasil KMB pada masa Kabinet Ali II dan bagaimana dampaknya?
Baca juga: Hasil Konferensi Meja Bundar yang Tidak Dapat Direalisasikan Belanda
Setelah melalui pembahasan yang berlarut-larut, pada 2 November 1949, tercapai persetujuan Konferensi Meja Bundar.
Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949 merupakan salah satu keputusan pokok KMB.
Hasil KMB di antaranya:
Hasil KMB tersebut kemudian ditandatangani oleh Ratu Juliana sebagai wakil Belanda dan Mohammad Hatta sebagai perwakilan Indonesia.
Permasalahan Irian Barat yang akan dibahas setelah KMB ternyata menimbulkan polemik yang besar.
Berbagai perundingan antara Indonesia dan Belanda terkait Irian Barat tidak pernah menghasilkan kesepakatan yang pas.
Baca juga: Tahap Eksploitasi dalam Pembebasan Irian Barat
Oleh sebab itu, berbagai partai politik dan organisasi ingin pemerintah Indonesia membatalkan hasil perjanjian KMB.
Pada 1955, Kabinet Burhannudin Harahap mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) pembatalan hasil KMB. Akan tetapi, Presiden Soekarno tidak mau menandatanganinya.
Setelah gagal menempuh cara diplomasi dalam penyelesaian Irian Barat, pemerintah mengambil tindakan tegas, di antaranya dengan dikeluarkannya UU No. 13 Tahun 1956 tentang Pembatalan Hubungan Indonesia-Nederland Berdasarkan Perjanjian Konferensi Meja Bundar.
UU pembatalan hasil KMB secara sepihak disahkan oleh Kabinet Ali II.
Baca juga: Dampak Negatif Konferensi Meja Bundar
Dalam perjanjian KMB, delegasi Indonesia menyepakati untuk melunasi segala utang Belanda sebesar 1,13 miliar dollar AS.