KOMPAS.com - Peradaban Lembah Sungai Indus peradaban kuno yang berkembang di sekitar Sungai Indus dan Sungai Ghaggar-Hakra, yang saat ini masuk wilayah India barat dan Pakistan.
Peradaban ini berkembang antara 2500-1800 SM, dengan pusatnya berada di Kota Mohenjo-Daro dan Harappa.
Peradaban Lembah Sungai Indus menjadi salah satu dari tiga peradaban awal dan terluas di Asia Barat Daya dan Asia Selatan, setelah situs Mesir Kuno dan Mesopotamia.
Pada 1980 peradaban Lembah Sungai Indus ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO.
Baca juga: Pengaruh Peradaban Mesopotamia: Penemuan dan Hasil Kebudayaan
Manusia pendukung peradaban Lembah Sungai Indus adalah bangsa Dravida, golongan ras australoid dengan ciri-ciri kulit hitam, berambut ikal, dan berbadan tegap.
Bangsa inilah yang mengawali peradaban di Sungai Indus dan kemudian menjadi perintis pembangunan kota Mohenjo-Daro dan Harappa.
Menurut para ahli, peradaban Lembah Sungai Indus telah mencapai tingkat yang tinggi.
Namun, dalam perkembangannya, keberadaan bangsa Dravida di lembah Sungai Indus tergusur oleh invasi yang dilakukan oleh bangsa Arya.
Pada dasarnya, para ahli kesulitan mengurai kehidupan masyarakat yang membangun peradaban di Lembah Sungai Indus.
Namun, berdasarkan peninggalan dari reruntuhan Kota Mohenjo-Daro dan Harappa, dapat dilihat tata kota peradaban Lembah Sungai Indus.
Baca juga: Penyebab Runtuhnya Kekuasaan Sumeria di Mesopotamia
Tata kota di Lembah Sungai Indus sangat maju karena memiliki keteraturan dan terdapat pemerintahan yang mengelola perkembangan kota.
Dari reruntuhan kota, terdapat temuan berupa benteng tembok yang di dalamnya terdapat bangunan gudang, bangsal pertemuan, dan pemandian umum.
Bangunan gudang yang ditemukan diperkirakan sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen pertanian.
Sedangkan pemandian umum diperkirakan digunakan oleh para pejabat di Kota Mohenjo-Daro dan Harappa.
Sementara bangunan bangsal pertemuan kemungkinan digunakan untuk pertemuan para penguasa, pejabat, dan aparat pemerintahan.
Dari temuan itu, dapat disimpulkan bahwa pada masa itu, Kota Mohenjo-Daro merupakan salah satu kota pusat administrasi peradaban Lembah Sungai Indus.
Tata letak kota dan arsitektur bangunan di Mohenjo-Daro dan Harappa pun sangat memukau, menjadikannya kota yang indah dan maju.
Baca juga: Sejarah Peradaban Mesopotamia
Selain itu, beberapa bangunan fasilitas umum menunjukkan organisasi sosial yang sudah berkembang maju.
Rumah-rumah dibangun di pinggir jalan raya dengan pintu yang menghadap ke jalan. Sementara jalan dibangun dengan sangat teratur dan lurus.
Di Kota Mohenjo-Daro, dibangun saluran air di bawah jalan yang langsung menuju ke sungai.
Masyarakat Lembah Sungai Indus pada umumnya memiliki mata pencarian sebagai petani dengan hasil berupa gandum, kacang polong, wijen, dan kurma sebagai komoditas utama.
Pertanian saat itu didukung oleh sistem irigasi yang maju, yang meniru model pertanian yang berkembang di Mesopotamia.
Selain sebagai irigasi, masyarakat juga memanfaatkan sungai sebagai sumber kehidupan dan jalur transportasi.
Baca juga: Peradaban Lembah Sungai Mekong
Masyarakat peradaban Lembah Sungai Indus ada juga yang memiliki mata pencarian sebagai pedagang.
Hal itu dibuktikan dengan adanya meterai tanah liat yang mirip dengan meterai di Mesopotamia.
Para ahli menyatakan bahwa pemerintahan peradaban Lembah Sungai Indus tidak diketahui secara pasti.
Kendati demikian, Kota Mohenjo-Daro dan Harappa diperkirakan berada di bawah satu pemerintahan.
Peninggalan peradaban Lembah Sungai Indus yang berupa tata kota yang teratur di situs Mohenjo-Daro dan Harappa menunjukkan adanya dua jenis pemukiman.
Yaitu pemukiman kota yang dihuni oleh raja dan bangsawan, serta pemukiman administratif untuk rakyat biasa.
Baca juga: Sejarah Peradaban Elam
Masyarakat Lembah Sungai Indus pada saat itu memiliki kepercayaan terhadap dewa-dewa atau Politheisme.
Biasanya, dalam melaksanakan pemujaan, akan disertai dengan kegiatan ritual dan upacara keagamaan.
Masyarakat Lembah Sungai Indus melakukan pemujaan terhadap dewa sebagai ucapan syukur atas kehidupan yang damai dan sejahtera.
Adapun dewa yang menempati urutan pertama adalah Dewi Ibu (Mother God) atau Dewi Alam (Nature Goddes).
Di beberapa desa, Dewi Alam dianggap sebagai pelindung yang kemudian dikenal dengan nama Amba, Mata, Karali, Amma, dan Kali.
Baca juga: Peradaban Lembah Sungai Gangga
Referensi: