KOMPAS.com – Pada masa Reformasi, pemerintah Indonesia melaksanakan otonomi daerah, yaitu penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan kedaerahan.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, ada beberapa asas yang diterapkan, salah satunya desentralisasi.
Desentralisasi ialah penyerahan wewenang dari lembaga-lembaga otonom di pusat kepada lembaga otonom di daerah.
Selain itu, dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa prinsip otonomi daerah.
Berikut ini prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah.
Baca juga: Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia
Seperti tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
Prinsip otonomi seluas-luasnya berarti daerah diberi kewenangan untuk mengatur seluruh urusan pemerintahan di luar urusan yang ditetapkan dalam UU.
Maksud dari otonomi yang nyata adalah otonomi diberikan untuk menangani urusan pemerintahan sesuai dengan tugas, wewenang, serta kewajiban yang ada.
Selain itu, memiliki potensi untuk hidup dan berkembang sesuai dengan perkembangan daerah.
Baca juga: Pengertian Otonomi Daerah dan Dasar Hukumnya
Walaupun otonomi daerah dilakukan seluas-luasnya, harus tetap sesuai dengan tujuan dan sesuai wewenang yang diberikan.
Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga hubungan antara pemerintah pusat dan daerah tetap terjalin baik.
Pelaksanaan otonomi daerah harus fokus pada peningkatan kemandirian daerah otonomi.
Begitu juga di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita (lembaga setingkat kementerian yang menyelenggarakan pemerintahan daerah khusus), kawasan pelabuhan, perumahan, dan sebagainya.
Baca juga: Latar Belakang Pelaksanaan Otonomi Daerah
Prinsip-prinsip tersebut ada agar dapat membantu tercapainya tujuan otonomi daerah, yaitu: