Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Runtuhnya Kerajaan Mataram Islam

Kompas.com - 18/11/2021, 12:00 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kesultanan Mataram mencapai puncak kejayaannya pada periode pemerintahan Sultan Agung (1613-1645 M).

Pada masa keemasannya, wilayah kekuasaan kerajaan ini membentang hampir mencakup seluruh tanah Jawa.

Namun, setelah Sultan Agung wafat, Kerajaan Mataram Islam perlahan mulai mengalami kemunduran hingga akhirnya runtuh pada 1755 M.

Lantas, apa penyebab runtuhnya Kerajaan Mataram Islam?

Kemunduran sosial ekonomi

Sultan Agung adalah raja yang sangat anti kolonialisme dan tercatat dua kali menyerang VOC di Batavia.

Meski telah mengerahkan pasukan dalam skala besar, serangan yang dilakukan pada 1628 dan 1629 itu mengalami kegagalan.

Akibat kekalahan tersebut, keadaan ekonomi rakyat Kerajaan Mataram Islam menjadi susah dan menurun karena sebagian masyarakatnya dipaksa berangkat berperang.

Setelah periode Sultan Agung, Kerajaan Mataram Islam semakin banyak menghadapi peperangan.

Hal ini membuat bidang ekonominya kian merosot dan penurunan penduduk di pedalaman tidak dapat dihindari.

Selain harus bertahan hidup di tengah kemiskinan dan kelaparan, masyarakatnya juga menghadapi kegelisahan sosial.

Pasalnya, kemunduran dalam bidang ekonomi membuat kriminalitas semakin merajalela dan banyak orang telah kehilangan akal.

Baca juga: Mengapa Serangan Sultan Agung ke Batavia Mengalami Kegagalan?

Banyak negeri taklukan yang melepaskan diri

Ketika menduduki takhta, Sultan Agung berambisi menyatukan tanah Jawa di bawah kekuasaan Mataram.

Usaha ekspansi dan perebutan hegemoni politik di Jawa yang dilakukan para sultan setelahnya ternyata justru membuat kondisi sosial dan ekonomi penduduk mengalami kemunduran.

Akibatnya, timbul ketegangan politik di dalam kerajaan ataupun wilayah taklukan Mataram, hingga memunculkan gerakan disintergrasi.

Gerakan pemisahan diri yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan kecil taklukan Mataram pun tidak bisa diatasi oleh para pengganti Sultan Agung.

Campur tangan Belanda

Kontras dengan sikap Sultan Agung, para sultan penggantinya memberi izin Belanda untuk ikut campur masalah kerajaan.

Hal ini dilakukan karena mereka tidak siap memperbaiki kondisi sosial ekonomi rakyat dan menghadapi gerakan disintegrasi negeri taklukannya.

Untuk mengatasi pemberontakan daerah, pewaris Sultan Agung, yakni Amangkurat I, dan para pengganti setelahnya, memilih bekerjasama dengan VOC.

Tentunya kesempatan ini dimanfaatkan dengan baik oleh Belanda, yang memang berambisi untuk menguasai tanah Jawa.

Sejak itu, Mataram dan VOC selalu terlibat dalam perjanjian yang sangat merugikan pihak kerajaan.

Baca juga: Campur Tangan VOC di Kerajaan Mataram

Perselisihan antara pewaris takhta

Masuknya pengaruh Belanda menimbulkan perselisihan antara pewaris takhta Mataram. Hal ini semakin dimanfaatkan oleh Belanda untuk melemahkan Kerajaan Mataram Islam.

Melalui taktik politiknya, Belanda berhasil memecah belah keluarga kerajaan hingga timbul banyak pergolakan.

Perselisihan antara kerabat kerajaan kemudian diakhiri dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755.

Dalam kesepakatan tersebut, Kesultanan Mataram dibagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Nagari Kasultanan Ngayogyakarta dan Nagari Kasunanan Surakarta.

Kasultanan Ngayogyakarta diserahkan kepada Hamengkubuwono I, sementara Kasunanan Surakarta dipimpin oleh Pakubuwono III.

Dipecahnya kerajaan menjadi dua kekuasaan ini secara praktis mengakhiri riwayat Kesultanan Mataram.

 

Referensi:

  • Sastrawan X. (2020). Bedug Bedug Penguasa: Antologi Literasi Sejarah Indonesia. Bogor: Guepedia.
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com