Kesultanan Delhi menganut sistem pemerintahan kerajaan atau monarki, di mana kedudukan sultan yang berkuasa sangat kuat.
Untuk pertama kalinya di India, Dinasti Mamluk bahkan memiliki penguasa perempuan (sultanah), yakni Razia Sultan (1236-1240 M).
Meski masa kekuasaannya tergolong singkat, Razia Sultan dikenal sebagai ratu yang cerdas dan reputasinya sangat baik.
Dalam menjalankan pemerintahan, seorang sultan sepenuhnya bergantung pada hukum-hukum Islam.
Selain itu, sultan dibantu oleh para menteri yang membawahi departemen masing-masing.
Departemen yang ada saat itu adalah departemen hukum, keagamaan, militer, intelijen, serta departemen keuangan.
Kesultanan Delhi juga dikenal menjalankan sistem Iqtadari, atau pembagian kesultanan menjadi beberapa provinsi, yang masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur.
Kewenangan gubernur sangat besar, tetapi masih dibatasi oleh pemerintah pusat, terutama dalam hal keuangan.
Sementara dalam hal pemungutan pajak dipegang oleh pegawai pemerintahan yang dinamai zamidar.
Baca juga: Kesultanan Deli: Sejarah, Raja-Raja, Kehidupan, dan Peninggalan
Para penguasa Kesultanan Delhi tidak hanya mengejar kontrol politik, tetapi juga mewarnai proses Islamisasi di India.
Salah satu strategi yang dilakukan untuk memperkenalkan Islam adalah dengan menerjemahkan sekitar 1.500 teks keislaman dari bahasa Arab dan Persia ke bahasa lokal India.
Pemikiran tentang Islam pun cukup mudah masuk ke masyarakat India, kecuali di pusat-pusat Hindu yang ekstrem seperti di Vijayanagar.
Setelah tiga abad berkuasa, Kesultanan Delhi mulai mengalami kemunduran, yang disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut.
Pada 1451, Kesultanan Delhi mulai diperintah oleh raja-raja keturunan Dinasti Lodi yang berasal dari Afghanistan.
Namun, ketika Sultan Ibrahim Lodi (1517-1526) memegang pemerintahan, muncul konflik internal kerajaan antara sultan dengan Daulat Khan (Gubernur Punjab) beserta Alam Khan.