Lima hari setelahnya, terjadi bentrokan antara sekelompok pemogok dengan Serikat Tani Islam Indonesia (STII), organisasi tani milik Masyumi yang menentang pemogokan politik tersebut.
Selain itu, FDR juga berkegiatan di Sumatra. FDR melakukan rapat-rapat besar di Bukittinggi, Solok, Batusangkar, Sawahlunto, yang dipimpin oleh Abdul Karim.
Sasaran dari para golongan ini adalah kebijaksanaan Kabinet Hatta, di mana FDR menghendaki diadakan re-shuffle kabinet menjadi Kabinet Parlementer.
PNI pun menyetujui kehendak tersebut, dengan syarat Hatta harus tetap memegang kepemimpinan.
Baca juga: Kabinet Hatta II: Penetapan, Susunan, dan Pergantian
Selama FDR berlangsung, terjadi pula pemberontakan PKI Madiun yang disebabkan oleh ketidakpuasan Amir Sjarifuddin terkait pergantian kabinet, yaitu Kabinet Hatta.
Oleh sebab itu, Amir bersama komplotannya berusaha menggulingkan mereka dengan dibantu oleh pemimpin PKI Musso.
Mereka pun membuat rencana penculikan dan pembunuhan para tokoh di Surakarta sekaligus mengadu domba kesatuan TNI setempat.
Pada 18 September 1948, PKI/FDR bergerak menuju ke arah Timur dan berusaha menguasai kota Madiun.
Tanggal 19 September, FDR mengumumkan terbentuknya pemerintahan baru bernama Republik Soviet Indonesia.
Pemberontakan PKI Madiun ini menewaskan Gubernur Jawa Timur RM Suryo.
Untuk mengembalikan kondisi keamanan di Madiun, Kolonel AH Nasution melakukan operasi penumpasan pada 20 September 1948.
Operasi penumpasan dilakukan dengan mengejar Musso yang saat itu melarikan diri ke Sumoroto, barat Ponorogo.
Musso kemudian berhasil ditemukan dan ditembak mati. Sama halnya dengan Amir Sjarifuddin yang berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Amir Sjarifuddin tertangkap di daerah Grobogan, Jawa Tengah.
Referensi: