Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkembangan Sastra di Indonesia

Kompas.com - 20/08/2021, 14:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sastra Indonesia telah berkembang di Indonesia sejak sebelum abad ke-20. 

Sastra Indonesia adalah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara.

Istilah dari Sastra Indonesia merujuk pada kesusastraan dalam bahasa Indonesia yang bahasa akarnya berdasar pada bahasa Melayu.

Pembabakan dalam sejarah Sastra Indonesia dibagi berdasarkan angkatan.

Angkatan adalah suatu usaha pengelompokan atau periodisasi karya sastra berdasarkan ciri khas karya yang dihasilkan.

Angkatan-angkatan dalam sejarah sastra di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Angkatan Pujangga Lama
  • Angkatan Sastra "Melayu Lama"
  • Angkatan Balai Pustaka
  • Angkatan Pujangga Baru
  • Angkatan '45
  • Angkatan '50-an
  • Angkatan '66-'70-an
  • Dasawarsa 80-an
  • Angkatan Reformasi

Baca juga: Philip Christison, Panglima Pasukan Sekutu di Indonesia

Angkatan Pujangga Lama

Pujangga Lama adalah karya sastra di Indonesia yang telah lahir sebelum abad ke-20.

Pada masa ini, karya sastra yang dihasilkan berupa syair, pantun, gurindam, dan hikayat. 

Tokoh pertama yang menulis di angkatan Pujangga Lama adalah Hamzah Fansuri.

Beberapa karya yang ia buat di antaranya Syair Burung Unggas, Syair Dagang, Syair Perahu, dan masih banyak lagi.

Selain itu, karya lain yang juga populer di kalangan angkatan Pujangga Lama adalah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji.

Baca juga: Pengungsi Vietnam 1975

Angkatan Sastra Melayu Lama

Karya sastra Melayu Lama ada di Indonesia sejak tahun 1870 hingga 1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat Sumatra.

Karya sastra Melayu Lama pertama terbit sekitar tahun 1870 dalam bentuk syair, hikayat, dan terjemahan novel barat.

Beberapa karya sastra Melayu Lama yang populer pada saat itu adalah:

  1. Robinson Crusoe (terjemahan)
  2. Nyai Dasima oleh G Francis
  3. Bunga Rampai oleh AF van Dewall
  4. Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti
  5. dan masih ada sekitar 3000 karya lainnya.

Baca juga: Masjid Raya Baiturrahman Aceh: Sejarah, Fungsi, dan Arsitekturnya

Angkatan Balai Pustaka

Angkatan Balai Pustaka merupakan karya sastra Indonesia yang muncul sejak tahun 1920 yang diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka.

Balai Pustaka adalah penerbit yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 15 Agustus 1908. 

Tujuan Balai Pustaka yaitu untuk memproduksi bahan bacaan bagi sekolah yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda. 

Selain itu, Balai Pustaka juga bertujuan untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah. 

Pada masa ini, kedudukan syair, pantun, gurindam, dan hikayat mulai digantikan dengan munculnya prosa (roman, novel, cerita pendek) dan puisi. 

Salah satu sastrawan Angkatan Balai Pustaka adalah Abdul Muis dengan karya populernya bertajuk Salah Asuhan (1928). 

Salah Asuhan dan novel Siti Nurbaya merupakan dua karya yang cukup penting pada saat itu, karena ,engangkat tentang kritik tajah terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu.

Baca juga: Servius Dumais Wuisan: Peran dan Perjuangannya

Angkatan Pujangga Baru

Pujangga Baru mulai tumbuh di Indonesia tahun 1930-an.

Munculnya Pujangga Baru sendiri sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan, terutama karya yang mengangkat nasionalisme.

Wujud sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistis, dan elitis.

Pada era ini, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipelopori oleh Sutan Takdir Alisjahbana.

Karyanya yang bertajuk Layar Terkembang, merupakan salah satu novel yang kerap diulas oleh para kritikus sastra Indonesia.

Masa ini, terdapat dua kelompok sastrawan Pujangga Baru yaitu:

  1. Kelompok seni untuk seni, dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
  2. Kelompok seni untuk pembangunan masyarakat yang dipelopori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, dan Rustam Effendi

Baca juga: Bromartani, Surat Kabar Pertama Berbahasa Jawa

Angkatan '45

Karya sastra Angkatan '45 lebih realistis dibanding karya Angkatan Pujangga Baru yang romantik-idealistik. 

Hasil karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita mengenai perjuangan merebut kemerdekaan seperti puisi-puisi milik Chairil Anwar. 

Konsep yang diangkat dalam Angakatan '45 sendiri adalah "Surat Kepercayaan Gelanggang".

Maksud dari konsep ini adalah bahwa para sastrawan Angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai dengan alam kemerdekaan dan hati nurani.

Beberapa karya populer pada masa ini adalah "Deru Campur Debu" milik Chairil Anwar tahun 1949. 

Baca juga: Mengapa Belanda Mendirikan Sekolah di Indonesia?

Angkatan '50-an

Karya pada era '50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra bertajuk Kisah milik HB Jassin. 

Ciri karya sastra dalam angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. 

Pada angkatan ini, mulai muncul gerakan komunis di kalangan sastrawan yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakyat (Lekra), berkonsep sastra realisme sosialis.

Adanya gerakan ini lantas menimbulkan polemik yang berkepanjngan di antara kalangan sastrawan di Indoneisa pada awal 1960-an. 

Akibatnya, perkembangan sastra jadi terhenti karena masuk ke dalam politik praktis.

Angkatan '45 diputuskan berakhir tahun 1965 dengan pecahnya G30S. 

Beberapa karya populer pada masa ini sebagai berikut:

  1. Bukan Pasar Malam karya Pramoedya Ananta Toer (1951)
  2. Balada Orang-orang Tercinta karya WS Rendra (1957)
  3. Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto (1958)
  4. dan masih banyak lagi

Angkatan '66-'70an

Angkatan 66 ditandi dengan terbitnya Horison dipimpin oleh Mochtar Lubis. 

Pada masa ini, penerbit Pustaka Jaya banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra yang dibuat oleh para sastrawan. 

Beberapa tokoh lain yang tergabung dalam Angkatan '66 adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, dan lain-lain. 

Ciri-ciri karya sastra Angkatan '66 sendiri ialam memiliki konsepsi Pancasila, mengangkat isu-isu politik, dan membawa kesadaran nurani manusia. 

Baca juga: Mengapa Belanda Mendirikan Sekolah di Indonesia?

Dasawarsa '80-an

Pada kurun waktu tahun 1980, karya sastra di Indonesia ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol, seperti Marga T.

Selain roman percintaan, karya sastra beraliran pop juga muncul, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya yang bertajuk Lupus. 

Beberapa nama sastrawan wanita yang populer di era ini adalah Titie Said, La Rose, Diah Hadaning, dan Oka Rusmini. 

Baca juga: Sistem Pendidikan di Era Belanda

Angkatan Reformasi

Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerita pendek, maupun novel dengan tema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. 

Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. 

Angkatan Reformasi juga diyakini merupakan angkatan yang mempunyai nafas kebebasan yang lega dari pemberangusan dan pembatasan rezim Orde Baru.

Sejumlah karya yang populer pada angkatan ini seperti novel Saman karya Ayu Utami, Supernova 1: Kesatria, Putri, & Bintang Jatuh karya Dewi Lestar, dan sebagainya. 

Referensi: 

  • Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia 1200-2004. London: MacMillan. 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com