Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sultan Mahmud Badaruddin II: Perjuangan dan Perang

Kompas.com - 23/06/2021, 17:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sultan Mahmud Badaruddin II adalah pemimpin Kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode, 1803 sampai 1813 dan 1818-1821.

Semasa pemerintahannya, ia beberapa kali memimpin pertempuran dalam melawan Inggris dan Belanda, salah satunya adalah Perang Menteng.

Baca juga: 5 Pahlawan Nasional Asal Jakarta

Biografi

Sultan Mahmud Badaruddin lahir di Palembang tahun 1767. 

Nama aslinya sebelum menjadi Sultan adalah Raden Hasan Pangeran Ratu.

Ia adalah putra dari pemimpin kesultanan Palembang pada 1776 sampai 1803, Sultan Muhammad Bahauddin. 

Setelah ayahnya wafat, ia pun ditunjuk untuk melanjutkan kepemimpinan di Kesultanan Palembang.

Sejak saat itu, namanya pun diubah menjadi Sultan Muhammad Badaruddin II. 

Pada masa pemerintahannya ini, Badaruddin telah beberapa kali memimpin pertempuran melawan Inggris dan Belanda. 

Salah satunya adalah Perang Menteng.

Baca juga: Max Havelaar: Cerita, Kritik, dan Dampak

Konflik dengan Inggris

Perang Menteng adalah perang yang dimaksudkan untuk mengusir orang-orang Belanda di bawah kepemimpinan Herman Warner Muntinghe. 

Pengusiran ini dikepalai oleh Sultan Mahmud Badaruddin II. 

Perang bermula sejak timah ditemukan di bangka pada pertengahan abad ke-18. 

Palembang dan wilayah sekitarnya menjadi incaran Inggris dan Belanda. 

Untuk menjalin hubungan dagang, maka bangsa Eropa pun berniat untuk menguasai Palembang.

Awal mula penjajahan ini ditandai dengan penempatan loji atau kantor dagang di Palembang. 

Loji pertama Belanda berada di Sungai Aur. 

Bersamaan dengan terjadinya perjanjian antara Inggris dan Palembang, Belanda juga melakukan hal yang sama. 

Raffles, pemimpin Inggris, berusaha untuk membujuk Badaruddin untuk mengusir Belanda dari Palembang. 

Raffles mengirim permintaan itu melalui sebuah surat pada 3 Mei 1811.

Setelah menerima surat itu, Badarudddin membalasnya. Badaruddin mengatakan bahwa Palembang tidak ingin lagi terlibat dalam konflik antara Belanda dan Inggris.

Badaruddin juga menulis bahwa ia tidak berniat untuk bekerja sama dengan Belanda. 

Namun, pada akhirnya Palembang pun bekerja sama dengan Inggris, di mana posisi Palembang lebih diuntungkan. 

Pada 14 September 1811, terjadilah peristiwa bumi hangus dan pertikaian di loji Sungai Aur. 

Belanda pun menuduh Inggris yang memprovokasi Palembang untuk mengusir Belanda. 

Sebaliknya, Inggris justru menuduh Badaruddin II yang berniat melakukan hal tersebut.

Dalam kondisi yang sangat terdesak, Raffles tetap berharap dapat menguasai Bangka sebagai kompensasi. 

Permintaan Raffles ini tentu saja langsung ditolak oleh Badaruddin II. 

Akibatnya, Inggris mengirim pasukannya di bawah pimpinan Gillespie untuk menghukum Badaruddin II. 

Tidak butuh waktu lama, Inggris berhasil menguasai Palembang. 

Terjadilah sebuah perjanjian pada 14 Mei 1812. 

Baca juga: Pong Tiku alias Ne Baso: Masa Muda, Perjuangan, dan Akhir Hidup

Perang Menteng

Melalui konvensi London, 13 Agustus 1814, Raffles harus menyerahkan Palembang kepada Belanda.

Belanda kemudian mengangkat Herman Warner Muntinghe sebagai komisaris di Palembang.

Bertepatan dengan habisnya waktu ultimatum Belanda, Badaruddin II melancarkan perlawanan terhadap Belanda.

Pertempuran ini kemudian dikenal dengan Perang Menteng, pada 12 Juni 1819.

Pertempuran ini telah banyak memakan korban jiwa, di mana paling banyak ada pada pihak Belanda.

Kendati demikian, Belanda tidak menyerah. Mereka masih terus berusaha melawan Palembang.

Namun, Palembang memiliki pertahanan yang kuat, sehingga sulit ditembus oleh Belanda.

Sampai akhirnya Mutinghe memutuskan untuk kembali ke Batavia dengan membawa kekalahan.

Meski Mutinghe kembali ke Batavia, Badaruddin II telah mengira akan ada serangan balik, sehingga ia menyiapkan benteng yang lebih tangguh lagi.

Pertempuran kedua terjadi pada 21 Oktober 1819 oleh Belanda. Baru satu hari menyerang, pada 30 Oktober 1819, Belanda kembali ke Batavia. 

Serangan besar selanjutnya kembali terjadi pada 16 Mei 1821. 

Kontak senjata pertama terjadi pada 11 Juni 1821 hingga 20 Juni 1821. 

Akhirnya, pada 14 Juli 1821 Belanda berhasil menguasai Palembang. 

Baca juga: Abdurrahman Baswedan: Kehidupan, Kiprah, dan Akhir Hidup

Akhir Hidup

Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarganya ditangkap dan diasingkan ke Ternate.

Ia menghabiskan sisa hidupnya di sana. Badaruddin II wafat pada 26 September 1852. 

Untuk menghargai setiap jasanya, namanya pun diabadikan menjadi nama bandara internasional di Palembang. 

Namanya juga dijadikan mata uang rupiah pecahan 10.000 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada 20 Oktober 2005. 

 

Referensi:

  • T Gurning, Elizabeth. Amurwani Dwi Lestariningsih. (2000). Bumi Sriwijaya. Indonesia: Departemen Pendidikan Nasional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com