Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/05/2021, 17:01 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kerajaan Mataram Islam atau Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Jawa yang berpusat di Kotagede, Yogyakarta.

Raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Mataram Islam adalah Danang Sutawijaya atau Panembahan Senapati.

Kesultanan Mataram mencapai puncak kejayaannya pada periode pemerintahan Sultan Agung (1613-1645 M).

Pada masa keemasannya, kerajaan yang didirikan pada 1586 masehi ini mampu menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya, termasuk Madura.

Beberapa peninggalan sejarah Kerajaan Mataram Islam pun masih dapat dilihat hingga kini, seperti wilayah Matraman di Jakarta dan sistem persawahan di Karawang.

Namun pada 1755, kerajaan ini dibagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta lewat Perjanjian Giyanti yang disepakati bersama VOC.

Raja-raja Kerajaan Mataram Islam

Danang Sutawijaya atau Panembahan Senapati (1586-1601 M)

Setelah naik takhta pada 1586 M, Danang Sutawijaya bergelar Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama.

Masa pemerintahannya ditandai dengan adanya perang terus-menerus untuk menundukkan para bupati yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Seperti contohnya Bupati Ponorogo, Madiun, Kediri, dan Pasuruan.

Namun, perlawanan tersebut dapat ditaklukkan, bahkan Cirebon dan Galuh juga ditundukkan pada 1595 M.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Islam

Raden Mas Jolang atau Sultan Anyakrawati (1601-1613 M)

Setelah Panembahan Senapati wafat pada 1601 M, kekuasaan jatuh ke tangan putranya yang bernama Mas Jolang atau Pangeran Seda Krapyak dengan gelar Sultan Anyakrawati.

Pada masa pemerintahannya, bupati di Jawa Timur banyak yang melepaskan diri.

Mas Jolang berusaha menundukkan pemberontakan tersebut, tetapi sebelum upayanya berhasil dirinya wafat dalam pertempuran di daerah Krapyak.

Setelah Mas Jolang wafat pada 1613 M, kekuasaan diteruskan oleh putranya, Raden Mas Wuryah atau Martapura.

Namun, Raden Martapura tidak sempat memerintah sehingga diangkatlah putranya, Raden Mas Rangsang, sebagai raja Kesultanan Mataram selanjutnya.

Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung (1613-1645 M)

Mas Rangsang lebih dikenal dengan gelarnya Sultan Agung Hanyakrakusuma Senapati Ing Alaga Ngabdurrahman Kalifatullah.

Di bawah kekuasaan Sultan Agung, Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak keemasannya.

Mataram mengalami kemajuan dalam segala bidang, misalnya pada sektor pertanian yang maju sehingga rakyatnya hidup makmur.

Demikian pula dalam bidang keagamaan dan budaya, dibuktikan dengan terkenalnya Sastra Gading, yang merupakan karya sastra Sultan Agung sendiri.

Baca juga: Masjid-masjid Peninggalan Kerajaan Islam dan Ciri-cirinya

Pada 1633, Sultan Agung mengganti perhitungan tahun Hindu yang berdasarkan perhitungan matahari dengan tahun Islam, yang didasarkan perhitungan bulan.

Dalam sistem susunan pemerintahan, Mataram dibagi menjadi empat daerah, yaitu kutanegara, negara agung, mancanegara, dan pesisir.

Pada masa pemerintahan Sultan Agung inilah kontak-kontak bersenjata dengan tentara VOC sering terjadi.

Sultan Agung berusaha keras untuk mengusir Belanda dari Jawa.

Raden Mas Sayidin atau Amangkurat I (1646-1677 M)

Raden Mas Sayidin dinobatkan sebagai penerus Sultan Agung dengan gelar Amangkurat I.

Namun, Amangkurat I sangat lunak terhadap Belanda sehingga Kerajaan Mataram Islam mulai mengalami kemunduran.

Secara berangsur, wilayah kerajaan menyempit akibat aneksasi yang dilakukan Belanda sebagai imbalan atas intervensinya dalam pertentangan di kalangan keluarga kerajaan.

Kekacauan memuncak ketika Trunojoyo, putra penguasa Madura, memberontak pada 1670-an.

Pada 1677, Amangkurat I meninggal dalam pelarian dan putranya, Adipati Anom, terpaksa menjalin kerjasama dengan VOC untuk melumpuhkan Trunojoyo.

Trunojoyo berhasil dilumpuhkan pada 1679, dan takhta Kesultanan Mataram diberikan kepada Adipati Anom dengan gelar Amangkurat II.

Setelah itu, lewat Perjanjian Giyanti pada 1755, Kerajaan Mataram Islam dibagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.

 

Referensi:

  • Srinansy dan Rachadian, Harry. (2010). Ensiklopedia Kerajaan-Kerajaan Nusantara. Bandung: Multi Kreasi Satu Delapan.
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com