Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Berguru pada Greysia Polii dan Apriyani Rahayu

Kompas.com - 03/08/2021, 18:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

History does not happen, but it is made.

Sejarah tidak terjadi begitu saja, tetapi dibuat. Diukir.

Pembuat dan pengukir sejarah kali ini, ialah, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu. Mereka mempersembahkan medali emas dari ajang tertinggi olah raga sejagat, Olimpiade.

Mereka membuat sejarah karena baru kali inilah pasangan ganda putri badminton kita menaiki mimbar tertinggi Olimpiade, memperoleh medali emas.

Yang lebih hebat lagi, mereka berdua adalah pasangan non-unggulan. Tidak dihitung dan dilirik dari awal.

Tapi justru itulah yang membangkitkan asa dan memompa adrenalin mereka untuk menulis sejarah.

Tetesan peluh dan air mata keharuan, adalah tinta yang mereka gunakan untuk menulis sejarah buat bangsa ini.

Lirikan sebelah mata itulah membuat mereka mengamuk. Membantai tiap lawan yang dihadapinya. Penuh determinasi.

Di final, mereka menghempas harapan pasangan China, Chen Quenchen/Jia Yifan dengan skor mutlak, 21-19 dan 21 15.

Mereka berteriak histeris, menangis sejadi-jadinya, seolah berteriak, mengirim pesan: “Here, we are the champion, so don’t even try.”

Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengatakan, “Kemerdekaan adalah tak lain, tak bukan, adalah satu jembatan, jembatan emas. Di seberang jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.”

Tujuh puluh enam tahun kemudian (2021), dua anak bangsa, Greys dan Apri, menjelang peringatan kemerdekaan, telah memberi emas kepada bangsanya, yang telah diproklamirkan oleh Bung Karno itu.

Greys dan Apri telah melewati jembatan emas itu, lalu mempersembahkan kembali emas buat bangsa Indonesia. Terima kasih dan kami bangga padamu, Greys/Apri.

Peran Pelatih Eng Hian

Saya, isteri dan anak-anak, mengenal dan sangat dekat dengan mereka berdua, sejak dari dulu. Begitu juga Sang pelatih, juru racik, pendorong semangat dan pemberi harapan dan mimpi-mimpi indah, Eng Hian.

Pebulu tangkis ganda putri Indonesia Greysia Pollii/Apriyani Rahayu melakukan selebrasi dengah pelatih mereka Eng Hian setelah mengalahkan lawannya ganda putri China Chen Qing Chen/Jia Yi Fan dalam final Olimpiade Tokyo 2020 di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, Senin (2/8/2021). Greysia Pollii/Apriyani Rahayu berhasil meraih medal emasi setelah mengalahkan Chen/Jia Yi Fan dua set langsung dengan skor 21-19 dan 21-15.ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN Pebulu tangkis ganda putri Indonesia Greysia Pollii/Apriyani Rahayu melakukan selebrasi dengah pelatih mereka Eng Hian setelah mengalahkan lawannya ganda putri China Chen Qing Chen/Jia Yi Fan dalam final Olimpiade Tokyo 2020 di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, Senin (2/8/2021). Greysia Pollii/Apriyani Rahayu berhasil meraih medal emasi setelah mengalahkan Chen/Jia Yi Fan dua set langsung dengan skor 21-19 dan 21-15.
Kesuksesan Greys dan Apri, adalah hasil dari sikap kejelian dan kesabaran seorang Eng Hian.

Tak terbilang kali Eng Hian berdiskusi agar kami ikut membantu, memberi perhatian khusus kepada Apri, yang kala itu, masih culun, meledak-ledak, cenderung sembrono dan grasak-grusuk, eksplosif dan sangat rentan dalam berbagai ihwal.

Maklum, Ketika mulai masuk Pelatnas, ia baru berusia 17 tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com