History does not happen, but it is made.
Sejarah tidak terjadi begitu saja, tetapi dibuat. Diukir.
Pembuat dan pengukir sejarah kali ini, ialah, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu. Mereka mempersembahkan medali emas dari ajang tertinggi olah raga sejagat, Olimpiade.
Mereka membuat sejarah karena baru kali inilah pasangan ganda putri badminton kita menaiki mimbar tertinggi Olimpiade, memperoleh medali emas.
Yang lebih hebat lagi, mereka berdua adalah pasangan non-unggulan. Tidak dihitung dan dilirik dari awal.
Tapi justru itulah yang membangkitkan asa dan memompa adrenalin mereka untuk menulis sejarah.
Tetesan peluh dan air mata keharuan, adalah tinta yang mereka gunakan untuk menulis sejarah buat bangsa ini.
Lirikan sebelah mata itulah membuat mereka mengamuk. Membantai tiap lawan yang dihadapinya. Penuh determinasi.
Di final, mereka menghempas harapan pasangan China, Chen Quenchen/Jia Yifan dengan skor mutlak, 21-19 dan 21 15.
Mereka berteriak histeris, menangis sejadi-jadinya, seolah berteriak, mengirim pesan: “Here, we are the champion, so don’t even try.”
Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengatakan, “Kemerdekaan adalah tak lain, tak bukan, adalah satu jembatan, jembatan emas. Di seberang jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.”
Tujuh puluh enam tahun kemudian (2021), dua anak bangsa, Greys dan Apri, menjelang peringatan kemerdekaan, telah memberi emas kepada bangsanya, yang telah diproklamirkan oleh Bung Karno itu.
Greys dan Apri telah melewati jembatan emas itu, lalu mempersembahkan kembali emas buat bangsa Indonesia. Terima kasih dan kami bangga padamu, Greys/Apri.
Peran Pelatih Eng Hian
Saya, isteri dan anak-anak, mengenal dan sangat dekat dengan mereka berdua, sejak dari dulu. Begitu juga Sang pelatih, juru racik, pendorong semangat dan pemberi harapan dan mimpi-mimpi indah, Eng Hian.
Tak terbilang kali Eng Hian berdiskusi agar kami ikut membantu, memberi perhatian khusus kepada Apri, yang kala itu, masih culun, meledak-ledak, cenderung sembrono dan grasak-grusuk, eksplosif dan sangat rentan dalam berbagai ihwal.
Maklum, Ketika mulai masuk Pelatnas, ia baru berusia 17 tahun.