Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Kebahagiaan Sekarang Lebih Baik daripada Nanti?

Kompas.com - 30/05/2023, 16:00 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis


KOMPAS.com - Sebagian orang mungkin lebih memilih menunda kebahagiaan lebih penting demi mengejar tujuan. Namun, apakah menunda kebahagiaan lebih baik daripada menikmatinya saat ini?

Atau, apakah kebahagiaan merupakan sesuatu yang harus diusahakan dengan keras dan diakumulasi dari waktu ke waktu?

Kebahagiaan menurut sains, ternyata tidak sesederhana yang kita pikirkan. Dalam studi sebelumnya, para peneliti telah menganalisis siapa, kapan dan mengapa beberapa orang merasa lebih suka bahagia sekarang daripada nanti.

Akan tetapi, penelitian tersebut tidak membahas tentang preferensi untuk kebahagiaan langsung versus kebahagiaan yang tertunda yang berkaitan dengan perilaku dan kesejahteraan.

Namun, dalam studi baru yang dilakukan psikolog dari University of Buffalo, dikutip dari Medical Xpress, Selasa (30/5/2023) mencoba mengisi kesenjangan dari penelitian sebelumnya. Mereka meneliti kebahagiaan dari sudut pandang penelitian baru.

Kebahagiaan menurut sain dalam pandangan studi baru yang dipublikasikan di jurnal Emotion menunjukkan keyakinan orang tentang pentingnya kebahagiaan dalam membentuk upaya pencapaian tujuan dan kesejahteraan sehari-hari.

Baca juga: Apakah Kebahagiaan Bisa Dibeli dengan Uang? Sains Jelaskan

Lora Park, Ph.D., profesor psikologi dan direktur Self and Motivation Lab di University of Buffalo, College of Arts and Sciences mengungkapkan bahwa orang dapat menganggap kebahagiaan sebagai investasi.

Menurutnya, ini mirip dengan bagaimana seseorang memasukkan uang ke dalam rekening tabungan dan melihatnya tumbuh seiring waktu.

"Ketika orang melihat kebahagiaan sebagai sumber daya kumulatif, mereka cenderung percaya pada 'menunda kebahagiaan', ide bahwa yang terpenting adalah bekerja keras dan berkorban demi tujuan jangka panjang yang akan membuat mereka lebih bahagia di masa depan," kata Park.

Kendati demikian, Park mengatakan bahwa di sisi lain, orang bisa menganggap kebahagiaan itu cepat berlalu, mirip dengan bagaimana seseorang menaruh uang di pasar saham dan melihatnya berfluktuasi dari hari ke hari, tanpa mengetahui kapan pasar akan naik atau turun.

"Ketika orang melihat kebahagiaan dalam dengan cara ini, mereka cenderung percaya pada 'hidup di saat ini,' memanfaatkan kesempatan untuk merasa bahagia sekarang, daripada menunda kebahagiaan demi masa depan yang tidak diketahui," imbuhnya.

Baca juga: Apakah Gigi Ompong Bisa Tumbuh Kembali?

Ilustrasi mengatur energi untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidupUnsplash Ilustrasi mengatur energi untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidup

Studi tentang kebahagiaan

Park dan timnya melakukan studi kebahagiaan dengan menggunakan sampel yang mencakup peserta yang dikelompokkan berdasarkan usia kuliah dan dewasa.

Pertama-tama, para peserta diminta menetapkan skala baru untuk mengukur antara menunda kebahagiaan versus keyakinan hidup bahagia pada saat ini.

Selanjutnya, pesera diminta untuk memeriksa biaya dan manfaat dari mendukung keyakinan tentang kebahagiaan ini.

Hasil studi menunjukkan, menunda kebahagiaan untuk mengejar tujuan jangka panjang lebih penting yang dikaitkan dengan kebahagiaan dan kebanggaa yang diantisipasi lebih besar setelah mencapai tujuan tersebut.

"Tapi ada sisi negatifnya. Meskipun menunda kebahagiaan memiiki manfaat, hal itu juga terkait dengan perasaan lebih bersalah, cemas dan penyesalan yang melinbatkan aktivitas yang menyita waktu atau energi dari tujuan jangka panjang seseorang," terang Park.

Baca juga: Apakah Bahan Rahasia yang Dipakai dalam Lukisan Leonardo da Vinci?

Sementara itu, pada masyarakat barat, cenderung sering mengagumi mereka yang mengejar tujuan dengan mengorbankan kebahagiaan sesaat, sedangkan hidup pada saat ini dapat dilihat sebagai hal impulsif.

Kendati demikian, kita tidak dapat meremehkannya, sebab hidup di saat ini juga memiliki manfaat.

Penelitian Park dan timnya menemukan bahwa meskipun keyakinan tentang kebahagiaan relatif stabil, keyakinan tersebut juga dapat bergeser dan dipengaruhi oleh pesan-pesan sosial yang menempatkan nilai berbeda pada kebahagiaan yang bersifat kumulatif atau cepat berlalu.

"Kebahagiaan sering dipandang sebagai sesuatu untuk dinikmati sekarang atau nanti, tetapi penelitian kami menunjukkan bahwa ada biaya dan manfaat untuk keduanya, dan keyakinan ini juga dapat ditempa," ungkap Park.

Park menyimpulkan, dalam studi ini ia dan timnya menyadari bahwa perbedaan keyakinan tentang kebahagiaan adalah sesuatu yang perlu dipertimbangkan dalam memaksimalkan kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan seseorang.

Pada akhirnya, lanjut Park, satu keyakinan tentang kebahagiaan belum tentu lebih baik dari yang lain.

Baca juga: Apakah Minum Air Panas Bisa Menurunkan Berat Badan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com