Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
dr. Ignatia Karina Hartanto

PPDS Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

Hari Talasemia Sedunia: Mari Mengubah Dunia dengan Cek Darah

Kompas.com - 18/05/2023, 20:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

9. Kalau begitu bagaimana menyiasati keterbatasan di daerah?

Ya itu yang memang masih ngenes ya, keterbatasan darah dan obat. Itu seperti di Jakarta aja kemaren waktu puasa, susah banget cari darah, apalagi di daerah.

Kalau susah darah, biasanya kita menganjurkan satu: kalau bisa cari donor tetap. Artinya satu orang punya 6 orang pendonor darah khusus. U

ntuk donor darah hanya bisa 3 bulan sekali, jadi kalau kebutuhannya per 2 minggu harus transfusi darah, pas 6 orang dalam 3 bulan. Dan kita sudah tahu orang-orangnya bersih (tidak mengidap penyakit menular melalui darah).

Untuk obat, kalau obat-obatannya dibatasi, kita harus pastikan obat yang ada itu harus dibagi rata cukup sampai 30 hari. Artinya, lebih baik kalau dia minumnya kurang tapi tetep terus minum obatnya.

Misalnya harusnya minum 5 tablet obat, tapi jadinya 3 tablet. Yang penting kontinu sampai 1 bulan terus, dibanding dia minum 5 tablet, tapi nanti berhenti minum di tengah-tengah bulan.

Baca juga: Kenapa Darah Berwarna Merah?

Ya tapi balik lagi itu under-dose, dan kita mesti sadar, kalau 3-5 tahun komplikasinya akan muncul. Tapi itu adalah satu strategi dimana kita bisa melakukan terapi yang kontinu walaupun kurang.

Balik lagi, untuk obat, bisa saja ngga minum obat karena tidak ada ketersediaan obatnya, bisa karena ada obatnya tapi mahal.

Jadi sebetulnya, pencegahan dengan skrining talasemia itu adalah yang utama. Itu bisa paling tidak mengurangi angka kelahiran talasemi, membantu pemerintah mengurangi budget untuk talasemia.

Sama secara psikologis, kalau kita ngga segera melakukan skrining talasemia, makin banyak lahir anak dengan talasemia, akan seperti apa kualitas hidup masyarakat kita.

10. Kalau kita tidak melakukan skrining, kapan akan terjadi peledakan populasi penduduk dengan talasemia?

Yang terjadi adalah seringkali kasus tidak terdeteksi maupun tercatat dengan baik. Sepuluh tahun lalu, kasus talasemia yang butuh transfusi tercatat sekitar 4.000 kasus.

Nah, prediksi di tahun 2022 akan ada sekitar 25.000 kasus talasemia mayor. Tapi sekarang yang tercatat mungkin sekitar 12.000 kasus.

Ke mana itu hilangnya kasus yang diprediksi dengan yang tercatat? Mungkin sudah meninggal duluan, atau ngga terdeteksi.

Tapi dalam 10 tahun saja, sudah ada peningkatan lebih dari 2x lipat. Bayangkan 10 tahun lagi kalau kita tidak segera mulai skrining. Jadi sebenarnya skirining talasemia ini urgent.

Baca juga: Mengenal Darah Emas, Golongan Darah Paling Langka di Dunia

Sebenarnya saya sudah minta BPJS jangan hanya kuratif, tapi preventif. Mereka sebetulnya akan jadi lebih murah kan.

Daripada mereka budgetnya jutaan rupiah sebulan per pasien talasemia, sementara skrining belum ada programnya. Kalau pemeriksaan mandiri di laboratorium atau layanan kesehatan swasta, mungkin itu sekitar 500 ribu-an ya per orang, jadi 1 juta rupiah sepasang.

Tapi kalau pemerintah yang berinisiatif mengadakan regulasi, mungkin harganya akan jadi lebih murah. Contohnya swab PCR dan antigen Covid-19 itu yang dulu berapa juta, sekarang cuma ratusan ribu. Semua mungkin kalau pemerintah yang adain.

11. Kalau belum ada campur tangan pemerintah sama sekali, jadi apa saja yang saat ini sudah dilakukan Indonesia untuk berpartisipasi dalam komunitas internasional talasemia terkait Hari talasemia Sedunia?

Saat ini ada komunitas Thalasemia Movement, sebuah komunitas yang bertujuan untuk meningkatkan awareness masyarakat tentang talasemia. Kebanyakan anggotanya adalah penyintas talasemia, jadi dari mereka untuk mereka.

Mereka yang justru aktif berjuang untuk membuat skirining talasemia nasional, supaya jangan sampai seperti mereka lah.

Komunitas Thalassemia Movement merupakan salah satu anggota Thalassemia International Federation (sering disingkat TIF, yaitu komunitas internasional talasemia). Kita sudah rutin ikut pertemuan dengan mereka.

Bahkan anak-anak Thalasemia Movement sering sekali berkomunikasi dengan para anggota TIF. Walaupun ada pandemi Covid, mereka sering mengobrol online, sering tukar pikiran.

Baca juga: Mengapa Golongan Darah Manusia Berbeda-beda? Ini Penjelasannya

Lalu kemudian beberapa perusahaan farmasi juga mendatangkan pembicara-pembicara asing. Kadang kita juga yang bicara di forum, bagaimana sih perkembangan talasemia di negara kita.

Networking se-ASEAN kita juga cukup kuat, terutama dengan Thailand. Kebetulan guru saya di sana, dan Indonesia dengan Thailand itu bagus sekali kerja samanya, kita saling bantu.

Jadi sebetulnya, secara umum gaung Indonesia untuk talasemia cukup kuat di dunia global.

12. Bagaimana peran masyarakat awam dalam membantu mewujudkan skirining talasemia?

Masyarakat kita sekarang sudah pinter, dan medsosnya hebat banget. Apa yang ada di luar sana bisa sampai tahu ke sini dalam hitungan detik, menit.

Jadi sebetulnya kita bisa nge-blast tentang talasemia, dan masyarakat awam bisa ikut bantu meneruskan. Dan itu sudah kita terus lakukan.

Komunitas Thalassemia Movement itu banyak membantu, karena mereka punya akun instagram sendiri, suka mengadakan event dan edukasi dalam segala rupa untuk meningkatkan kesadaran untuk skrining. Buat saya, itu yang penting.

Orang sehat ngga akan mau periksa darah kalau ngga tahu untungnya buat dia. Banyak yang berpikir, “Kenapa saya harus keluar uang untuk sesuatu kalau saya tampaknya sehat.” Jadi kita harus kasih tau, thalasemia itu apa, kenapa penting harus periksa, kenapa di negara kita banyak.

Itu dulu deh. kalau orang tau, orang kenal, baru mereka paham, “Oh ini ada manfaatnya buat saya, ya udah saya periksa deh.”

Baca juga: 5 Cara Menjaga Kesehatan Peredaran Darah

Tapi bagaimana dengan orang-orang yang tidak bisa bayar untuk cek darah? Jadi juga harus ada komitmen dari pemerintah.

Kalau pemerintah sadar bahwa harus melakukan skrining untuk penduduknya, ujungnya akan membantu mereka menurunkan budget untuk terapi.

Kalau saya hitung-hitung secara kasar, dalam 1 tahun, anak talasemia dibayarin BPJS sekitar 300-400 juta rupiah. Jumlah itu bisa untuk skrining 1000 orang. Kalau dilakukan untuk skrining dan mencegah penambahan talasemia, ujungnya kita bisa hemat triliunan rupiah.

Untuk bisa sampai kesana, kita ngga bisa berdiri sendiri, tetap harus ada komitmen pemerintah, yang menyatakan bahwa semua harus melakukan skrining, seperti tadi mau masuk SMP, atau mau ambil SIM, atau apalah, yang penting it’s a must.

Tapi semua bisa dimulai dari kesadaran masyarakat awam untuk cek darah dan tahu statusnya.

13. Bagaimana peran tenaga medis dalam membantu mewujudkan skirining talasemia?

Pemerintah dan tenaga medis harus bekerja sama. Pemerintah membuat regulasi, sambil tenaga medis bantu menjelaskan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat.

Sebenernya udah lama kita tenaga medis yang terlibat dalam penanganan talasemia ini teriak-teriak ke pemerintah untuk segera buat skrining talasemia.

Tapi minta komitmen pemerintah melakukan hal ini tidak semudah ngebalikin telapak tangan ya, buktinya dari zaman ayah saya (Prof. Dr. dr. Iskandar Wahidayat, Sp.A(K)) sampai sekarang, masih begini-begini aja, kaya orang main panco.

Baca juga: Makanan Penambah Darah yang Efektif

Udah berjuang buat regulasi ini, tapi ngga gol-gol. Nanti udah ada mulai titik terang, terus pemimpinnya ganti, tenggelem lagi kebijaksanaannya, mulai dari nol lagi. Tapi kita ngga boleh putus asa.

Sekarang para tenaga medis, mulai dari diri sendiri, dalam arti cek darah pasiennya. Dan kalau periksa darah, jangan cuma Hb, Ht, leukosit, trombosit saja, tapi periksa juga indeks eritrositnya.

Jadi kita udah skrining pasien duluan, mulai dari kita, pasien kita, sambil kita terus usaha endorse si pemerintah. Mudah-mudahan suatu saat akan gol.

Jadi untuk meningkatkan kesadaran awam, saya himbau juga rekan-rekan sejawat, adik-adik saya. Kalau ada kesempatan, periksa darah lengkap pasiennya yang juga bisa dilihat ukuran eritrositnya, waspada kalau ukurannya kecil-kecil. Bedain antara dua saja, kurang zat besi, atau pembawa genetik talasemia.

Bisa loh mulai dari kita untuk periksain darah pasiennya, minimal sekali.

14. Untuk tenaga medis, apa langkah selanjutnya apabila ternyata ukuran sel darah menunjukkan mikrositik hipokromik?

Sebenernya dokter spesialis anak umum bahkan dokter umum juga bisa cek, ngga harus khusus ke hematologi.

Jadi kalau ketemu mikrositik hipokrom, coba cek dulu anak ini makannya bener ngga sih, skrining awal dietnya, cek status besinya, atau kalau sekarang paling gampang bisa lihat RET-HE, yang mengambarkan kadar hemoglobin pada sel darah merah muda.

Baca juga: Metode Tes Darah Jenis Baru Diklaim Bisa Deteksi Dini Kanker

Kalau normal, arahnya bukan karena kurang zat besi, next step kita periksa analisis Hb. talasemia yang banyak kejadiannya itu ada masalah pada gen alpha dan gen beta. Nah yang analisis Hb itu bisa mencari thalasemia beta, yang kejadiannya paling banyak.

Tapi kalau di situ status betanya normal, jadi apalagi dong nih. kemungkinan adalah thalasemia alpha. Untuk thalasemia alpha itu kita punya empat gen alpha, kalau hilang 1 atau 2 gen, ngga akan ketahuan dengan analisis Hb, harus pakai analisis DNA.

Tapi kalau hilang 3 gen alpha, masih bisa ketahuan dengan analisis Hb. Yang repot kalau hilang 1 atau 2 gen, itu harus pakai DNA, dan harganya sekitar 2 juta rupiah.

Tapi alhamdulillah-nya, di Indonesia ngga terlalu banyak talasemia alpha, yang lebih banyak, tapi lebih berat itu talasemia beta.

Jadi stepnya kalau zat besinya normal, kita analisis Hb langsung untuk mencari ada ngga talasemia beta. Kalau ternyata bukan talasemia beta, oh mungkin talasemia alpha. Tapi ngga banyak lah kalau alpha, dan talasemia alpha tidak berat.

Jadi skirining tahalsemia bisa dilakukan dimana-mana tapi yang penting tenaga medis juga punya awareness-nya. Cukup 1 kali diperiksa.

Bahkan kadang-kadang pasien malah apresiasi sekali, mereka ngga kepikiran tapi ternyata ketauan. Karena sering ketahuan jadi pembawa genetik talasemia dengan pemeriksaan darah.

15. Kalau skrining talasemia bisa berjalan, kira-kira berapa lama kasus talasemia akan menurun?

Untuk skrining bisa pro, bisa retro. Pro ke depan sementera retro ke belakang.

Baca juga: Apa Saja Penyakit pada Peredaran Darah Manusia?

Contoh untuk pro, mulai dari orang yang tampak normal dicek darahnya. Sementara untuk retro artinya penyintas talasemia, itu kita periksa semua anggota keluarga ring satu-nya (garis keturunan langsung). Atau kalau dapat pembawa genetik thalasemia, periksa juga extended family-nya.

Kita ambil contohnya itu Thailand. Mereka skrining mulai dari ibu hamil. Jadi ibu hamil dengan mikrositik hipokrom, pasangannya diperiksa.

Ngga lama mereka dalam 7 tahun bisa menurunkan 50 persen angka kelahiran dengan talasemia.

Indonesia mungkin datanya kurang lengkap. Tapi kalau kita lihat prevalensi kelahiran dan jumlah penduduk kita dengan angka prevalensi pembawa genetik talasemia 5 persen, itu diprediksi 2,500-3000 pasien thalasemia mayor lahir per tahun.

Kalau kita bisa cegah setengahnya saja, akan bisa langsung kerasa penghematan budget.

16. Terakhir, apa yang menjadi harapan Prof Lia terkait talasemia?

Harapan saya, maunya ngga ada lagi talasemia di Indonesia. Artinya, skriningnya harus bener. Kita semua harus bantu melakukan skrining. Kita ngga bisa sendiri tanpa pemerintah, dan pemerintah ngga bisa sendiri tanpa kita.

Kedua, dengan skrining, saya minta setiap anak dilakukan pemeriksaan pemeriksaan darah lengkap sekali.

Itu bukan pekerjaan spesialis anak konsultan hematologi semata, bahkan dokter umum pun juga bisa, karena mengenai darah ini kan dipelajari dari mahasiswa. Mulai dari kita tenaga medis.

Baca juga: Orang Bertato Tidak Bisa Mendonorkan Darah, Benarkah?

Ketiga, kalau yang sudah terlanjur jadi talasemia, harapannya walau dia talasemia, dia punya kualitas hidup yang baik. Juga jangan sampai dia transfusi darah, malah dapet lagi penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, HIV.

Terima kasih pemerintah sudah menggencarkan obat lokal, tapi tetap ketersediaannya mohon terus dipenuhi. Harganya sudah lebih murah, artinya setiap anak bisa dapat sesuai kebutuhannya. Ada anak yang lebih kecil, bisa subsidi ke anak yang besar yang kebutuhannya lebih banyak.

Karena pemenuhan obat ini ujungnya juga peningkatan kualitas hidup masyarakat indonesia, masa depan kita.

Demikian wawancara dengan beliau banyak meninggalkan kesan dan juga pelajaran. Satu hal yang perlu diteruskan untuk digaungkan demi menciptakan momentum, yaitu mari mengubah dunia dengan cek darah.

dr Ignatia Karina Hartanto, Sp.A
Dokter Spesialis Anak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com