Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandemi Memperburuk Ketidaksetaraan Gender, Kok Bisa?

Kompas.com - 18/05/2023, 18:00 WIB
The Conversation,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

Tujuan dari penelitian kami adalah untuk lebih memahami mengapa banyak pasangan yang kembali membagi urusan rumah tangga dengan tidak setara, terlepas dari adanya kemajuan yang signifikan selama beberapa tahun terakhir.

Kami mewawancarai karyawan yang menjadi bagian dari kemitraan karier ganda untuk memahami keadaan dan keputusan di balik hasil yang tidak adil ini.

Baca juga: Mahasiswa Unhas Sebut Dirinya Gender Netral, Bagaimana Menyikapi Pilihan Gender Seseorang?

Pandemi meningkatkan ketidaksetaraan gender

Temuan kami menunjukkan bahwa pandemi telah memperburuk pembagian kerja berbasis gender di antara pasangan heteroseksual yang berkarier ganda dan bekerja dari jarak jauh. Pembagian kerja ini dipengaruhi oleh usia pasangan dan keberadaan anak.

Penelitian kami menemukan bahwa pasangan berusia 50 tahun ke atas memiliki pembagian kerja yang lebih tradisional selama pandemi. Dalam kategori ini, perempuan lebih banyak mengerjakan tugas-tugas rumah tangga dan pengasuhan anak meskipun mereka juga bekerja penuh waktu.

Seorang perempuan berusia di atas 50 tahun mengatakan pada kami:

“Saya memasak dan bersih-bersih, juga berbelanja bahan makanan. Saya melakukan semua pekerjaan rumah tangga. Dia (pasangan) tidak pernah tertarik untuk memasak dan melakukan pekerjaan rumah tangga. Dia bahkan tidak tahu di mana letak barang-barang, seperti tempat menaruh rolling pin (alat penggiling adonan), karena dia tidak pernah menggunakannya di dapur, jadi ketimpangan pembagian tugas ini sangat besar.”

Di sisi lain, pasangan yang berusia di bawah 50 tahun cenderung melakukan pembagian kerja yang lebih setara dalam hal pembagian tugas domestik antara perempuan dan laki-laki.

Namun, ketika mereka sudah punya anak kecil, perempuan tetap lebih sering berperan lebih besar dalam pengasuhan.

Bagi pasangan yang tidak memiliki anak, meskipun pembagian kerja lebih setara, perempuan tetap dianggap lebih bertanggung jawab atas tugas-tugas yang lebih berorientasi feminin (seperti memasak dan bersih-bersih), sementara laki-lakinya berpartisipasi dalam tugas-tugas yang lebih berorientasi maskulin (seperti membuang sampah dan membersihkan kebun).

Baca juga: Keberagaman Gender di Indonesia

Seorang perempuan berusia di bawah 50 tahun mengatakan kepada kami:

“Nama saya Martha Stewart, dan saya sedang memasak makan malam … dalam hal pembagian kerja … semuanya stereotip, dia (pasangan saya) melakukan pekerjaan di luar rumah, seperti memotong rumput, menyekop, dan saya mengerjakan semua yang ada di dalam rumah.”

Secara umum, pekerjaan rumah tangga masih dibebankan pada perempuan.

Mereka mengemban tanggung jawab lebih di rumah dan terhadap keluarganya, tugas-tugas yang berorientasi feminin, dan sekaligus merasakan beban emosional yang lebih besar terhadap pembagian tugas yang tidak setara ini.

Perasaan perempuan tentang kerja rumah tangga

Dari wawancara, kami jadi punya kesempatan untuk lebih memahami perasaan para partisipan terhadap pembagian tugas rumah tangga. Perempuan dalam kelompok usia 50 tahun ke atas merasa tidak puas dan frustrasi dengan pembagian tugas yang tidak setara.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com