Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketahui Apa Itu Zoonosis dan Cara Mencegah Penyebarannya Menurut Pakar

Kompas.com - 05/08/2022, 12:05 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

 

Deforestasi, lanjut dia, membuat habitat asli dari satwa liar tersebut terganggu dan berisiko meningkatkan kontak antara manusia dan satwa liar.

Perburuan dan perdagangan satwa liar turut meningkatkan risiko penularan penyakit, contohnya virus Hendra di Australia dipicu fragmentasi hutan dan urbanisasi.

Sugiyono berkata, faktor budaya atau kearifan lokal setempat juga bisa menjadi salah satu penyebab munculnya zoonosis.

Kemungkinan penularan virus bisa terjadi dari primata ke manusia, antara lain karena kebiasaan masyarakat setempat yang mengonsumsi daging mentah primata, serta maraknya perburuan dan perdagangan satwa liar.

“Tanpa pengolahan dan proses pematangan yang baik, maka potensi terinfeksi penyakit zoonosis akan semakin tinggi,” tutur Pandji.

Sugiyono mencatat, selain interaksi dengan reservoir alami pembawa patogen dan faktor budaya setempat, tingkat biosecurity (tindakan pencegahan agar patogen tidak bertransmisi ke manusia), sanitasi, dan kebersihan yang rendah juga dapat meningkatkan risiko infeksi zoonosis.

Baca juga: Apa Itu Penyakit Zoonosis, Penyebab Rabies sampai Covid-19?

Potensi Indonesia sebagai hotspot zoonosis

BRIN menyebut, adanya kebutuhan pangan manusia yang kian meningkat, mendorong perubahan tata guna lahan ataupun deforestasi untuk lahan pertanian ataupun industri.

Disparitas ekonomi antarwilayah dinilai mendorong laju urbanisasi. Sementara, emisi gas rumah kaca (GRK) makin meningkat. Semua faktor tersebut pada akhirnya berakumulasi mendorong pemanasan global, dan perubahan iklim.

“Perubahan iklim pada akhirnya akan mengamplifikasi risiko penularan zoonosis itu sendiri,” tutur Pandji.

Secara geografis, letak Indonesia dilewati oleh garis zamrud khatulistiwa dengan iklim tropis. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Meski begitu, menurut Sugiyono potensi munculnya zoonosis justru sangat perlu diwaspadai.

“Artinya, host atau reservoir alami yang membawa patogen berbahaya juga kemungkinan jumlah dan jenisnya jauh lebih banyak dibandingkan daerah lain,” ucap dia.

Faktor kelembapan, curah hujan, dan temperatur di suatu daerah juga akan memengaruhi kemunculan patogen tersebut.

“Memang tempat yang lebih hangat cenderung disukai oleh beberapa patogen, terutama yang ditransmisikan melalui vektor,” terang Sugiyono.

Keterkaitan perubahan iklim dengan risiko transmisi virus antar spesies dikemukakan dalam studi oleh Carlson, C. J. et al. tahun 2022 yang dipublikasikan di Nature.

Sementara itu, Pbt. Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN, Sandi Sufiandi menjabarkan studi ini menyimulasikan kemungkinan skenario interaksi dari empat lapisan, yaitu virus, hewan, manusia, dan lingkungan.

Studi menemukan setidaknya ada 10.000 spesies virus memiliki kapasitas menginfeksi manusia, yang bisa ditransmisikan melalui 3.139 spesies mamalia di daerah tropis.

Negara dengan iklim tropis dengan jumlah penduduk padat seperti India dan Indonesia, dinilai memiliki risiko tinggi dalam penularan penyakit zoonosis.

“Studi ini sebagai acuan kita untuk merespons, dari ribuan spesies mamalia tersebut, potensi risiko terbesar salah satunya di Indonesia. Sehingga dengan basis ini, kita bisa membuat skenario mitigasinya seperti apa,” jelas Sandi.

Demografi penduduk, masalah malnutrisi dan penyakit tidak menular di masyarakat pun memengaruhi tingkat risiko penularan maupun keparahan akibat zoonosis itu sendiri.

“Populasi penduduk muda dengan mobilitas tinggi, dan juga populasi lansia yang rentan akan memengaruhi variasi imun dan laju penularan penyakit, ditambah masalah malnutrisi pada anak-anak dan juga komorbid, membuat risiko penularan dan beban penyakit infeksius di Indonesia berpotensi cukup tinggi,” kata Pandji.

Baca juga: Pemotongan Hewan Kurban, Waspada Potensi Penyakit Zoonosis dari Sapi dan Kambing

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com