Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Nakes, Lansia dan Penderita Komorbid Juga Perlu Booster Kedua

Kompas.com - 30/07/2022, 09:00 WIB
Mela Arnani,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah telah mengizinkan vaksinasi Covid-19 booster kedua, yang berarti suntikan keempat vaksin corona, bagi tenaga kesehatan.

Keputusan ini diambil di tengah lonjakan kasus infeksi Covid-19 di Indonesia yang kembali terjadi beberapa waktu belakangan.

Tenaga kesehatan menjadi gelombang paling awal yang memperoleh vaksin booster kedua mulai Jumat (29/7/2022), dikarenakan masuk dalam kelompok yang memiliki risiko tinggi terpapar Covid-19.

Pemberian vaksinasi Covid-19 dosis kedua dilakukan dengan interval 6 bulan sejak vaksinasi dosis booster pertama.

Baca juga: Novavax Dipakai sebagai Vaksin Dosis Ke-4 di AS, Bagaimana Efektivitasnya?

Booster kedua harus diberikan pada kelompok rentan juga

Epidemiolog Griffith University dr Dicky Budiman mengatakan, selain tenaga kesehatan, kelompok rentan lainnya seperti lansia, orang dengan penyakit penyerta (komorbid), dan beberapa penyandang disabilitas juga sebaiknya segera mendapatkan vaksinasi booster kedua.

“Dari sisi pekerjaan tentu yang berhubungan dengan masyarakat, khususnya pasien. Dalam hal ini, tenaga kesehatan salah satunya. Bukan hanya dokter, ada perawat, bahkan sopir ambulans,” ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (29/9/2022).

Setelah tenaga kesehatan, komorbid, dan penyandang disabilitas, maka dilanjutkan dengan kelompok berisiko tinggi terpapar virus seperti petugas pelayanan publik, guru, hingga petugas di bandara maupun di pintu-pintu masuk Indonesia.

Baca juga: Subvarian BA.4 dan BA.5 Terungkap 4 Kali Lebih Tahan Vaksin mRNA, Studi Jelaskan

Menurut Dicky, booster kedua akan bermanfaat memberikan proteksi sebab penerimaan vaksin dosis ketiga atau booster pertama telah berlangsung lebih dari 4 bulan yang lalu.

“Kalau sudah lebih dari 4 bulan yang lalu, proteksinya menurun sekali, dan itu bisa di bawah 50 persen. Ini berbahaya,” papar dia.

Dia mengatakan, apabila kelompok-kelompok ini tidak terproteksi dengan baik, maka tak hanya akan berkontribusi terhadap angka kesakitan, tetapi juga dapat menambah beban kasus yang parah dan harus masuk rumah sakit, bahkan kematian.

Baca juga: Pfizer-BioNTech Uji Coba Vaksin Covid-19 Generasi Baru, seperti Apa?

Strategi komunikasi informasi

Saat ini, ujar Dicky, kecenderungan orang mencari atau memperoleh vaksin dosis lanjutan sangat menurun di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.

Salah satunya alasannya adalah kurangnya komunikasi risiko yang baik ke masyarakat, sehingga ancaman pandemi dirasa telah berlalu.

“Karena banyak negara tidak menerapkan komunikasi risiko kesehatan yang efektif dan konsisten, sehingga sebagian masyarakat menganggap ancaman sudah lewat, itu membuat mereka tidak memiliki motivasi yang cukup untuk vaksin booster,” jelas Dicky.

Oleh karena itu, meningkatkan komunikasi ke masyarakat secara transparan diperlukan, baik dari segi angka kasus infeksi, kasus kesakitan di rumah sakit, bahkan kematian.

“Transparansi data (membuat) masyarakat menjadi tahu situasi yang apa adanya,” papar Dicky.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com