Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Temukan Virus RNA di Lautan Seluruh Dunia, Kok Bisa?

Kompas.com - 12/06/2022, 18:30 WIB
Mela Arnani,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

 

Hal tersebut dilakukan dengan tujuan menemukan potongan kode genetik tertentu, yang disebut gen RdRp. Tapi, gen RdRp tidak ada pada sel dan jenis virus lainnya.

"Itu satu-satunya urutan pengkodean yang umum di semua virus RNA," kata Dominguez-Huerta, yang saat ini bekerja sebagai konsultan ilmiah di sebuah perusahaan bernama Virosphaera.

Pada akhirnya, tim menemukan begitu banyak virus RNA yang tersimpan di plankton, sehingga mengusulkan penggandaan jumlah filum virus RNA.

Lebih lanjut, para peneliti berkeinginan untuk memahami pendistribusian virus ini di seluruh dunia dan target inangnya.

Baca juga: Vaksin Pfizer dan Moderna Berbasis mRNA, Apa Itu Messenger RNA?

Para ilmuwan menentukan, komunitas virus dapat diurutkan menjadi empat zona utama yaitu Arktik, Antartika, Beriklim dan Epipelagik Tropis yang berarti dekat dengan permukaan laut, serta Mesopelagik Beriklim dan Tropis, yang artinya sekitar 200-1.000 meter di bawah air.

Menariknya, variasi virus tampaknya paling tinggi di zona kutub, meskipun ada lebih banyak variasi inang yang menginfeksi di perairan yang lebih hangat.

"Dalam hal keragaman, virus tidak terlalu peduli dengan seberapa dingin airnya,” papar rekan penulis Ahmed Zayed, seorang ilmuwan peneliti di Departemen Mikrobiologi di OSU.

Temuan ini mengisyaratkan bahwa di dekat kutub, banyak virus yang kemungkinan bersaing untuk inang yang sama.

Dalam hal mengidentifikasi inang virus, dilakukan beberapa strategi, salah satunya melibatkan perbandingan genom virus RNA dengan inang yang diketahui terhadap virus yang baru ditemukan.

Metode lainnya melibatkan perburuan potongan RNA virus yang langka dalam genom sel inang, di mana potongan RNA terkadang tertinggal.

Analisis ini mengungkapkan, banyak virus RNA di lautan menginfeksi jamur dan protista, beberapa menginfeksi invertebrata dan sebagian kecil menginfeksi bakteri.

Secara tak terduga, tim menemukan sebanyak 95 virus membawa gen yang dicuri dari sel inangnya. Di inang, gen ini membantu mengarahkan proses metabolisme di dalam sel.

Penemuan ini menunjukkan, virus dapat mengacaukan metabolisme inangnya dalam beberapa cara, yang kemungkinan untuk memaksimalkan produksi partikel virus baru. Beberapa penelitian skala kecil telah mengisyaratkan kemampuan menggeser gen ini di masa lalu.

Setelah mengidentifikasi host yang kemungkinan besar menginfeksi virus laut, tim menentukan sekitar 1.200 virus mungkin terlibat dalam ekspor karbon, proses karbon diekstraksi dari atmosfer, dimasukkan ke dalam organisme laut yang kemudian dibuang ke laut dalam, karena organisme tersebut tenggelam ke dasar laut setelah mati.

Baca juga: Di Bawah Es Antartika, Ilmuwan Temukan Fosil Air Laut Lewat MRI Raksasa

Semakin dalam simpanan karbon ini tenggelam, semakin lama pula kecenderungan tetap tersimpan di laut sebelum didaur ulang ke atmosfer. Untuk alasan ini, ekspor karbon menjadi faktor penting yang dimasukkan dalam model perubahan iklim.

Studi baru menuliskan bahwa infeksi organisme laut oleh virus RNA mungkin menjadi faktor lain yang sebelumnya tidak diketahui, yang mendorong fluks karbon di lautan, di mana virus mengubah aktivitas seluler inang yang mereka infeksi.

"Virus RNA juga dapat mendorong fluks karbon dengan membelah inangnya terbuka dan menumpahkan karbon yang diasingkan ke laut, karena virus sering keluar dari inangnya setelah bereplikasi dengan cepat di dalamnya," pungkas Wilhelm.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com