Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melawan TBC Resisten Obat dengan Tes Pengurutan Genomik

Kompas.com - 24/03/2022, 20:30 WIB
Lusia Kus Anna,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Kasus tuberkulosis (TBC) yang resisten terhadap obat menjadi salah satu hambatan dalam pemberantasan penyakit menular ini di Indonesia.

Metode uji resistensi obat anti-TBC yang akurat dan memberi hasil cepat seperti pengurutan genomi,k bisa membantu memerangi epidemi TBC.

Indonesia saat ini menjadi negara dengan penderita tuberkulosis terbesar nomor dua di dunia setelah India. Indonesia menyumbang 8,5 persen dari seluruh kasus tuberkulosis di dunia.

Baca juga: Tuberkulosis: Gejala, Pencegahan, dan Pengobatannya

Sebenarnya TBC bisa dicegah, diobati, dan disembuhkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklaim, pada 2000-2018, sebanyak 58 juta orang diselamatkan lewat pengobatan.

Minimnya kesadaran deteksi dini menjadi penyebabnya sehingga pengobatan yang diberikan terlambat. Selain itu, menurut data, angka pasien yang mendapatkan pengobatan baru mencapai 48 persen.

"Resisten obat terjadi jika pasien tidak patuh minum obat. Sementara, kasus TB resisten obat yang tidak segera diobati bisa membuat seseorang menularkan kuman resisten obat ke orang lain," kata Dr.dr.Fransisca Srioetami Tanoerahardjo, Sp.PK dalam diskusi bersama media (24/3/2022).

Tingginya kasus TBC resisten obat menjadi tantangan besar karena pengobatannya kompleks, mahal, dan angka keberhasilan pengobatan rendah.

Fransisca menjelaskan, uji resistensi obat anti-TB sangat penting, agar bisa memberi panduan dalam pengobatan.

Saat ini telah tersedia inovasi pengujian pengurutan genome generasi terbaru (Next Generation Sequencing/NGS) yang dapat mendeteksi resistensi obat secara lebih cepat.

Pemeriksaan NGS berbeda dengan metode sebelumnya yang memakai cara kultur cair yang membutuhkan waktu lama karena perlu proses pembiakan di laboratorium. Hasil uji kultur pun paling cepat baru bisa diketahui dalam satu bulan.

"Dengan tes NGS bisa diketahui seluruh genome Mycobacterium tuberculosis yang akurat. Selain itu bisa juga dideteksi mutasi-mutasinya. Kalau sudah diketahui mutasinya, bisa dipersingkat pemeriksaannya langsung ke target sehingga lebih mudah dianalisis," ujar Fransisca.

Pemeriksaan semacam ini, menurut dia, sangat penting untuk surveilans penyakit menular yang bisa menyebabkan wabah seperti halnya TBC.

"Jika tes seperti ini dilakukan secara rutin untuk surveilans, dampaknya terhadap eradikasi TBC sangat jelas karena sudah tahu mana yang akan ditargetkan. Pengaruhnya juga ada untuk memperpendek masa pengobatan, karena lebih cepat dideteksi adanya resistensi obat," paparnya.

Baca juga: Sesak Napas, Begini Kondisi Paru-Paru pada Penderita TBC

 

Menurunkan pembiayaan kesehatan

Metode penguraian genome sudah digunakan secara luas dalam dunia kesehatan. Selain untuk menguji resistensi obat anti-TBC, tes ini juga bisa dipakai untuk terapi target pengobatan kanker, mendeteksi kelainan pada janin, hingga penanganan pandemi Covid-19.

Dijelaskan oleh Senior Director Sales Asia Pacific and Japan, laboratorium Illumina, Robert McBride, dalam 20 tahun terakhir pihaknya fokus kepada penyakit TBC.

"Selama 20 tahun terakhir, lebih dari 66 juta nyawa terselamatkan melalui diagnosis, pencegahan, dan pengobatan TBC yang lebih akurat," ujarnya dalam acara yang sama.

Menurutnya tes NGS bisa dilakukan secepatnya setelah seseorang terdiagnosis TBC. Tes ini juga bisa dilakukan pada pasien anak.

Baca juga: 8 Cara Mencegah Penyakit TBC Agar Tidak Menular

McBride mengatakan, banyak orang yang hanya fokus pada biaya tes yang relatif mahal, padahal dampak dari tes ini sangat besar, terutama pada sistem pembiayaan kesehatan dan ekonomi.

"Karena itu kami bermitra dengan pemerintah untuk memperluas akses tes dan mengeradikasi tuberkulosis," imbuhnya.

Setelah hasil strain diidentifikasi, dokter dapat memulai pengobatan yang tepat, hal tersebut dapat mengurangi penyebaran penyakit dan mencegah memburuknya resistensi obat.

Pengurutan genome, lanjut dia, juga bermanfaat dalam pengembangan vaksin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com