Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog Prediksi Status Pandemi Berpotensi Dicabut WHO Akhir Tahun 2022, Ini Alasannya

Kompas.com - 08/02/2022, 18:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman memprediksi status pandemi untuk penyakit Covid-19 akan dicabut oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akhir tahun 2022 ini.

"Saya prediksi ya akhir tahun ini oleh WHO akan dicabut," kata Dicky kepada Kompas.com, Senin (7/2/2022).

Pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografis yang luas.

Pandemi merupakan epidemi yang menyebar hampir di seluruh negara atau benua, biasanya mengenai banyak orang.

Baca juga: Epidemiolog Sebut Masih Akan Ada Banyak Kasus Infeksi Covid-19, Ini Penyebabnya

Sebagai informasi saat ini, total keseluruhan kasus infeksi Covid-19 di dunia berdasarkan worldometer per tanggal 8 Februari 2022 yakni 398.334.983 kasus, dan kematian 5.769.631 orang.

Sementara, kasus aktif masih tercatat sekitar 74.620.943 kasus, dari sekitar 200 negara di dunia.

Lalu, mengapa Dicky Budiman menyebutkan status pandemi untuk penyakit Covid-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 ini, berpotensi dicabut akhir tahun 2022?

Dicky mengatakan, prediksi yang diungkapkannya itu bukanlah tanpa alasan atau landasan yang jelas.

Menurut Dicky, meskipun gelombang ketiga pandemi Covid-19 masih dihadapi banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, tetapi ada faktor atau indikator lain yang memperkuat analisis dicabutnya status pandemi ini.

1. Cakupan vaksin Covid-19

Seperti diketahui, sejak di tahun kedua pandemi Covid-19 terjadi, banyak penelitian vaksin untuk Covid-19 ini yang telah berhasil ditemukan dan sudah digunakan oleh penduduk dunia saat ini.

Vaksinasi Covid-19 juga menjadi salah satu program utama yang diintervensi pemerintah negara secara langsung untuk penduduknya, termasuk di Indonesia.

"Pertama ya asumsinya adalah bila sebagian, atau setengah atau bahkan sekitar sepertiga dari negara-negara di dunia ini, pandemi Covid-19 termasuk terkendali kasusnya, itu sudah memenuhi kriteria bahwa status pandemi bisa dicabut," kata Dicky.

Untuk membuat pandemi ini terkendali, vaksinasi Covid-19 menjadi hal yang penting.

Ketika setiap negara atau sepertiga negara-negara di dunia sudah mencapai cakupan vaksinasi dosis lengkap minimal 80 persen dari total penduduk penuh, disertai booster vaksin sudah mencapai 50 persen, maka diharapkan dan dianggap pandemi sudah cukup terkendali di negara itu.

Jika target cakupan vaksinasi itu tercapai, maka umumnya akan banyak negara yang tidak begitu fokus lagi menganggap Covid-19 ini adalah pandemi.

2. Tes positivity rate (angka kasus baru)

Selain vaksinasi, Dicky mengatakan, keterkendalian pandemi Covid-19 di sebuah negara itu juga harus diikuti dengan tes positivity rate yang harus di bawah 1 persen.

Tidak hanya itu, angka reproduksi atau penularan dari satu orang ke orang lain adalah maksimal 1 juga perlu diperhatikan, bersamaan dengan kasus kematian akibat infeksi penyakit ini.

"Nah itu kan sudah pernah, indikator epidemiologinya pernah kita (Indonesia) capai ya. Tapi, vaksinasi itu yang akan menjadi ukuran (penentu) dan target global kan September 2022 70 persen penduduk bumi sudah divaksin Covid-19," kata dia.

"Asumsinya itu tercapai, kan terpenuhi akhir tahun (2022). Ya paling mundur lah ya 2 bulan, atau 3 bulan, ya setidaknya akhir tahun ya bisa (dicabut status pandemi)," tambahnya.

Seperti diketahui bahwa vaksinasi juga membantu menurunkan risiko penularan, tingkat keparahan, dan kematian akibat penyakit ini.

Baca juga: Kemenkes: Riset Vaksin Covid-19 dapat Kurangi Risiko Kematian Pasien

 

3. Status pandemi ada batasnya

Dengan cakupan vaksinasi yang tinggi, akan membantu tes positivity rate dan reproduksi penyakit Covid-19 jelas akan terkendali.

"Jika semua negara ini tidak terancam dan termasuk terkendali, ya tidak ada dasar hukum yang kuat pandemi itu tidak dicabut," tegasnya.

Selain persoalan dasar hukum, Dicky menjelaskan bahwa status pandemi sebenarnya juga tidak bisa diberlakukan terlalu lama, karena akan mengganggu kegiatan dan kehidupan setiap penduduk di seluruh dunia.

Hal ini dikarenakan, negara-negara anggota WHO juga terikat dengan kebijakan status pandemi itu.

Entah bagaimana, negara yang menyatakan sudah keluar dari pandemi Covid-19 saat ini, tanpa WHO mencabut status pandemi secara resmi, tentu masih akan berpengaruh dengan banyak negara-negara anggota WHO lainnya.

"Tapi, negara manapun mau menyatakan endemi atau epidemi, kalau selama WHO menyatakan pandemi ya enggak bisa, tetap aja (statusnya pandemi)," ujarnya.

Secara hukum internasional, kata Dicky hal ini sudah diatur dalam ratifikasi kebijakan 2005, dan semua negara harus mematuhi aturan yang sudah disepakati tersebut. Indonesia masih termasuk ke dalam negara-negara anggota WHO yang turut andil dalam kesepakatan itu.

"Jadi, ini saya kira kuat, cukup kuatlah potensinya (status pandemi dicabut akhir tahun 2022), dan saya harap Indonesia menjadi berkontribusi pada sepertiga negara yang masuk kategori terkendali (kasus Covid-19) di akhir tahun ini," jelasnya.

Baca juga: Epidemiolog: PPKM Masih Dibutuhkan sampai Status Pandemi Dicabut WHO

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com