Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog Sebut Masih Akan Ada Banyak Kasus Infeksi Covid-19, Ini Penyebabnya

Kompas.com - 07/02/2022, 18:15 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, tren kasus konfirmasi Covid-19 masih akan meningkat dalam beberapa waktu ke depan.

"Kita masih akan melihat banyak kasus, dan tidak usah kaget," kata Dicky kepada Kompas.com, Senin (7/2/2022).

Sebagai informasi, data sebaran kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia dalam sepekan terakhir yang dilaporkan satuan tugas (Satgas) Covid.

Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak, Epidemiolog Ingatkan Ancaman Gelombang Ketiga

Laporan kasus baru ini dihitung per 24 jam atau tepat pukul 12.00 WIB di hari sebelumnya, sampai pukul 12.00 WIB di hari pendataan.

Pada 1 Februari 2022, pemerintah melaporkan 16.021 kasus baru Covid-19 yang terhitung dalam 24 jam terakhir dari satu hari sebelumnya, yakni tanggal 31 Januari 2022.

Pada 2 Februari 2022, kasus baru per 24 jam yang dilaporkan adalah sebanyak 17.895 kasus.

Pada 3 Februari 2022, ada penambahan kasus baru per 24 jam dilaporkan sebanyak 27.197 kasus di Indonesia.

Selanjutnya pada 4 Februari 2022, satgas covid mencatat ada penambahan konfirmasi positif Covid-19 sebanyak 32.211 kasus.

Laporan penambahan konfirmasi positif Covid-19 ini terus meningkat pada hari berikutnya yakni 33.729 kasus per tanggal 5 Februari 2022.

Kemudian pada 6 Februari 2022, pemerintah mencatat ada penambahan konfirmasi infeksi Covid-19 sebanyak 36.057 kasus dalam 24 jam terakhir.

Dari kenaikan angka kasus tersebut, Dicky menyebutkan masih akan terjadi peningkatan kasus lagi di Indonesia. Mengapa eemikian?

Berikut beberapa alasan lonjakan kasus Covid-19 masih akan meningkat di Indonesia dalam beberapa waktu ke depan.

1. Belum puncak gelombang ketiga

Dicky mengatakan, Indonesia memiliki potensi yang besar mengalami gelombang ketiga pada Februari - Maret 2022 ini.

"Sudah saya sampaikan, gelombang ketiga itu nyata. Artinya bakal terjadi," kata dia.

"Saat ini kita sudah masuk ke anak tangganya (menuju puncak gelombang ketiga), dan jumlah kasus infeksinya bahkan yang ditemukan oleh pemerintah itu jauh lebih kecil, yang di masyarakat bisa sampai 10 kali lipat dari ini," tambahnya.

Menurut Dicky, sejak awal pandemi Covid-19 ini hadir, banyak negara termasuk Indonesia mungkin hanya menemukan puncak gunung es dari penyebaran dan penularan infeksi penyakit yang baru muncul di akhir 2019 lalu ini.

Ia melanjutkan, sebenarnya kasus infeksi Covid-19 yang terus meningkat ini bisa saja tidak terdeteksi sejak sebulan yang lalu, atau pada awal Januari 2022.

Hal ini dikarenakan, Dicky melihat masih ada keterbatasan 3t (tracing, testing dan treatment) di tanah air, kemudian diikuti dengan mayoritas penduduk Indonesia yang sebetulnya bukan tipe masyarakat yang gampang ke rumah sakit, serta melihat angka kematian akibat infeksi ini yang mulai tinggi lagi.

2. Dianggap sebagai infeksi bergejala ringan yang tidak berbahaya

Salah satu sumber infeksi Covid-19 di Indonesia yang mendominasi saat ini adalah varian Delta dan varian Omicron.

Untuk varian Omicron yang penularannya disebutkan 4 kali lebih cepat dibandingkan varian Delta, sebagian besar pasiennya memiliki gejala yang ringan.

Nah, perkara gejala ringan inilah yang membuat sebagian masyarakat menganggap bahwa infeksi Omicron ini tidak berbahaya, karena hanya menimbulkan gejala-gejala mirip dengan masuk angin atau flu.

Dicky menjelaskan, meskipun benar bahwa gejala ringan infeksi Omicron  tidak membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit, dan cukup isolasi di rumah saja, tetapi kata Dicky, jangan terlalu senang karena gejala infeksi Omicron yang ringan dan kemudian abai dengan proteksi diri.

Dicky menegaskan, meskipun gejala-gejala infeksi Covid-19 varian Omicron memang banyak yang ringan, kondisi saat ini tetap berbahaya.

"(Kondisi saat ini) Tentu berbahaya," tegasnya.

"Nah, dari jumlah potensi kasusnya (infeksi Omicron) itu bisa empat kali lebih senyap daripada Delta," tambahnya.

Terlebih jika yang terinfeksi adalah orang yang belum pernah divaksin Covid-19, dan memiliki komorbid tidak terkontrol, maka gejala infeksi Omicron akan cenderung berat, bahkan kritis serta menyebabkan kematian.

Di saat bersamaan, varian Delta yang bisa mengakibatkan penderitanya memiliki gejala berat di pernapasan juga masih ada di sekitar kita saat ini.

Baca juga: Subvarian Omicron BA.2 Sudah Menyebar di 5 Negara Afrika, WHO Sebut Sulit Dideteksi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com