Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/01/2022, 10:30 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Letusan gunung api bawah laut Hunga Tonga-Hunga Ha'apai yang terjadi pada Sabtu (15/1/2022) lalu, tercatat menghasilkan gelombang yang mampu untuk menggetarkan atmosfer Bumi. Hal itu diungkapkan ahli meteorologi dari University of Hawaii, Kevin Hamilton.

Menurutnya, letusan gunung berapi bawah laut di Tonga tersebut memicu pola gelombang atmosfer kompleks, yang banyak ditemukan di area sekitar letusan gunung.

Hamilton mengatakan, insiden ini begitu kuat sehingga menyebabkan atmosfer berdering seperti lonceng, meskipun pada frekuensi yang terlalu rendah untuk didengar.

"Ini adalah fenomena yang pertama kali diteorikan lebih dari 200 tahun yang lalu," ujar Hamilton dilansir dari Live Science, Senin (24/1/2022).

Baca juga: Letusan Gunung Berapi Tonga Mengirim Riak ke Angkasa, Ahli Jelaskan Dampaknya

Sementara, gelombang tekanan di atmosfer itu muncul sebagai gelombang terisolasi dan menyebar sejauh ribuan kilometer ke seluruh dunia dengan kecepatan lebih dari 1.046 kilometer per jam.

Kepala ilmuwan di Goddard Space Flight Center NASA, James Garvin bahkan mengatakan bahwa NASA memprediksi letusan gunung di Tonga setara dengan 10 megaton TNT, atau sekitar 500 kali lebih kuat dari bom di Hiroshima, Jepang, selama Perang Dunia II.

Berdasarkan pengamatan satelit dengan sensor infra merah, gelombang atmosfer juga tampak seperti riak yang terbentuk setelah sebuah batu dijatuhkan ke kolam.

Di sisi lain, getaran akibat letusan dilaporkan mengganggu tekanan atmosfer Bumi yang berlangsung selama beberapa menit di sejumlah wilayah termasuk Amerika Utara, India, hingga Eropa.

Hamilton menjelaskan, perluasan muka gelombang dari letusan Gunung Hunga Tonga-Hunga Ha'apai di Tonga, merupakan contoh menakjubkan dari fenomena propagasi gelombang atmosfer secara global yang pernah terjadi saat ledakan nuklir dalam catatan sejarah.

Baca juga: NASA Sebut Letusan Gunung Api Bawah Laut Tonga 500 Kali Lebih Kuat dari Bom Hiroshima

Teori getaran atmosfer di Bumi

Terkait dengan teori getaran astmosfer di Bumi, Hamilton berkata bahwa sudah lebih dari 200 tahun yang lalu, ahli matematika sekaligus astronom Perancis, Pierre-Simon de Laplace meramalkan adanya fenomena getaran atmosfer.

Laplace menghubungkan teorinya dengan persamaan fisik yang mengatur gerakan atmosfer secara global. Adapun perkiraannya adalah harus ada penyematan kelas pada gerakan di atmosfer yang menyebar dengan cepat dan seakan-akan 'memeluk' permukaan Bumi.

Dia berhasil menunjukkan, bahwa gaya gravitasi dan daya apung atmosfer mendukung pergerakan udara secara horizontal, di mana salah satu efeknya ialah memungkinkan beberapa gelombang atmosfer mengikuti lengkungan Bumi.

Bagi para ilmuwan di abad ke-19, teori tersebut mungkin terdengar seperti ide yang agak abstrak. Akan tetapi, data setelah letusan Gunung Krakatau di tahun 1883 menunjukkan bahwa apa yang diteorikan Laplace benar.

Selain itu, teori ini membuktikan bahwa gerakan gelombang yang 'memeluk' Bumi ini bisa menyebar dengan jarak yang sangat jauh.

Baca juga: Mengapa Letusan Gunung Berapi Tonga Sangat Besar dan Menimbulkan Tsunami? Ahli Jelaskan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Seberapa Akurat Ingatan Masa Kecil Kita?

Seberapa Akurat Ingatan Masa Kecil Kita?

Kita
Seperti Apa Gejala Virus Nipah yang Parah?

Seperti Apa Gejala Virus Nipah yang Parah?

Oh Begitu
Seperti Apa Hiu Tertua yang Berusia Ratusan Tahun?

Seperti Apa Hiu Tertua yang Berusia Ratusan Tahun?

Oh Begitu
Apakah Ikan Air Asin Bisa Hidup di Air Tawar?

Apakah Ikan Air Asin Bisa Hidup di Air Tawar?

Oh Begitu
8 Cara Menjaga Kesehatan Saat Cuaca Panas Ekstrem

8 Cara Menjaga Kesehatan Saat Cuaca Panas Ekstrem

Oh Begitu
Apa Penyebab Cuaca Panas Ekstrem di Indonesia?

Apa Penyebab Cuaca Panas Ekstrem di Indonesia?

Oh Begitu
Mengapa Tidak Ada Narwhal di Penangkaran?

Mengapa Tidak Ada Narwhal di Penangkaran?

Oh Begitu
Bagaimana Wortel Bisa Berwarna Oranye?

Bagaimana Wortel Bisa Berwarna Oranye?

Oh Begitu
Apakah Aman Makan Sushi?

Apakah Aman Makan Sushi?

Kita
Fakta Menarik Kentut, Hasilkan 500 Mililiter Gas Per Hari (Bagian 1)

Fakta Menarik Kentut, Hasilkan 500 Mililiter Gas Per Hari (Bagian 1)

Kita
Apa yang Harus Dilakukan untuk Mengelola Sampah?

Apa yang Harus Dilakukan untuk Mengelola Sampah?

Kita
Sains Jelaskan Manfaat Jus Bawang Bombai untuk Rambut Rontok

Sains Jelaskan Manfaat Jus Bawang Bombai untuk Rambut Rontok

Oh Begitu
Apa Manfaat Air Cucian Beras untuk Kesehatan?

Apa Manfaat Air Cucian Beras untuk Kesehatan?

Oh Begitu
Penyebab Cegukan dan Cara Mengatasinya

Penyebab Cegukan dan Cara Mengatasinya

Oh Begitu
Mengapa Ikan Bau Amis?

Mengapa Ikan Bau Amis?

Oh Begitu
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com