Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Urgensi Target Konkret dalam Penyelamatan Danau Prioritas Nasional

Kompas.com - 25/11/2021, 16:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Arianto Budi Santoso, Ph.D

Sejak tahun 2009, melalui Konferensi Danau Nasional I di Bali, telah disepakati bahwa Indonesia memerlukan program, kebijakan atau aksi dalam pengelolaan danau-danau kita.

Pada saat itu juga teridentifikasi 15 danau yang kondisinya mengalami tekanan dan bahkan beberapa dinilai cukup kritis.

Danau-danau tersebut kemudian dikenal dengan Danau Prioritas Nasional.

Aksi nyata dalam pengelolaan danau-danau nusantara, khususnya Danau Prioritas Nasional, kembali mendapat perhatian pada Konferensi Danau II tahun 2011. Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) pun akhirnya diinisiasikan dalam pertemuan itu.

Baca juga: Danau Toba dan Legenda Letusan Dahsyat yang Mengubah Dunia

Telah banyak kajian, rencana program, kebijakan, aksi dan berbagai macam usaha penyelamatan danau dilakukan sejak Kesepakatan Bali dan GERMADAN.

Namun, persoalan-persoalan umum di danau seperti kematian ikan masal, pertumbuhan gulma secara masif, sedimentasi dan meningkatnya kekeruhan masih saja dijumpai dan bahkan urung membaik.

Pada dasarnya negara telah hadir dengan diundangkannya UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA), dan 2 perundangan sebelumnya, UU No 11 Tahun 1974 dan UU No 7 Tahun 2004.

Undang-undang tersebut secara tegas menerangkan bahwa sumber daya air, termasuk di dalamnya danau, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat di mana di dalamnya mengatur wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam pengelolaan SDA, serta mengatur hak rakyat atas air.

Pemerintahpun pada akhirnya mengeluarkan peraturan untuk penyelamatan danau prioritas nasional melalui Peraturan Presiden (PerPres) No. 60 Tahun 2021.

Kehadiran PerPres ini telah ditunggu sekian lama, terhitung lebih dari satu dekade sejak Konferensi Danau Nasional I.

Kehadirannya patut diapresiasi, karena saat ini secara eksplisit presiden langsung turun tangan dalam menangani permasalahan danau prioritas.

Secara langsung Presiden mengatur program dan kebijakan pemerintah di seluruh lini, mulai dari Kementrian dan Badan terkait, lembaga riset hingga pemerintah daerah, dan bersifat terintegrasi dan dipercepat untuk melestarikan ekosistem danau, sehingga jasa lingkungannya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Presiden akan dapat menilai secara langsung gerak pemerintah dalam usaha penyelamatan danau prioritas ini.

Pendelegasian tugas dalam PerPres ini sudah cukup jelas. Target dan sasaran dalam penyelamatan telah ditetapkan, beserta lembaga penanggungjawabnya.

Dengan demikian seluruh aparat, khususnya tercantum di dalam PerPres tersebut, harus mulai bekerja menyelamatkan danau-danau prioritas. Yang menjadi pertanyaannya adalah kondisi danau yang bagaimana yang diinginkan?

Baca juga: 129 Tahun Hilang, Kadal Ini Ditemukan di Danau Toba

Danau Rawa Pening di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Dok. Ditjen SDA PUPR Danau Rawa Pening di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Walaupun (mungkin) jelas jawabannya, yaitu kondisi danau yang alami dan lestari dan bermanfaat bagi masyarakat, namun bagaimana konkret nya?

Akan sangat sulit bagi siapapun untuk menilai keberhasilan dan efektivitas dari program penyelamatan danau, jika penilaian hanya berdasarkan berjalan atau tidaknya suatu kegiatan atau program kerja.

Apalagi, jika “ultimate goal” dari program penyelamatan masih bersifat abstrak, misalkan “danau alami-lestari dan berdayaguna”.

Baca juga: 5 Danau Paling Mematikan di Dunia, Ada yang Airnya Mendidih

Akan sangat baik apabila ada penilaian yang dapat terkuantifikasi dengan angka. Yaitu, penilaian yang menggunakan indeksasi dari berbagai parameter baik lingkungan, sosial ekonomi dan bahkan budaya. Misalkan, dari skala 1 sampai 10 (buruk-baik), suatu danau saat ini berada pada nilai 4, padahal dahulu pernah menduduki nilai 8.

Maka, target penyelamatan danau bernilai 4 ini adalah mengembalikan kondisinya ke nilai 8, atau mungkin cukup ke nilai 7, karena alasan perkembangan ekonomi dan penduduk.

Tiap tahunnya, atau bahkan semester, kondisi danau dapat terpantau perkembangannya, bagaimana pergerakannya dari angka 4.

Saat ini pemerintah belum memiliki perangkat (tools) yang dapat menilai danau dari berbagai dimensi, lingkungan, sosial ekonomi dan budaya.

Kementerian Lingkungan Hidup (LH) pada tahun 2009 pernah membuat Peraturan Menteri (PerMen) No. 28 tentang Daya Tampung dan Beban Pencemar Air Danau dan/atau Waduk.

Dan yang terbaru adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. PerMen LH No. 28/2009 menilai kondisi danau dari beban pencemar yang masuk dan bahkan memiliki tendensi khusus pada pengaturan jumlah produksi perikanan jaring apung di danau atau waduk, agar dapat memenuhi persyaratan daya dukung lingkungan.

Sedangkan, PP No. 22/2021 mengatur dan menilai danau menjadi 4 kriteria (kelas) berdasarkan kualitas airnya (Baku Mutu Nasional).

Keduanya mengatur kriteria danau dari kualitas lingkungannya. Hampir tidak ada yang salah dari keduanya, tetapi bagaimana dengan sosial-ekonomi dan budayanya. Di sini jelas masih dibutuhkan penilaian yang mengintegrasikan dimensi tersebut.

Beberapa parameter kunci kualitas lingkungan (fisika-kimia-biologi), khususnya yang sangat mencirikan kondisi danau tersebut, masih sangat dibutuhkan dalam penilaian.

Tidaklah dirasa perlu untuk melaporkan 48 parameter kualitas air danau seperti yang tertera dalam Lampiran VI PP No. 22/2021.

Parameter kunci antara danau yang satu dan yang lainnya pun jelas akan berbeda karena kondisi lingkungan dari masing-masing danau memiliki keunikan tersendiri, berikut dengan permasalahannya.

Baca juga: Daftar Danau Terbesar di Dunia, Nomor 1 Memiliki Air Asin Seperti Laut

Penilaian sosial-ekonomi dan budaya bukanlah hal yang baru dalam penilaian kondisi lingkungan.

Pendekatan-pendekatan dalam valuasi jasa lingkungan dapat diterapkan dalam penilaian dimensi ini.

Dalam hal ini jelas penilaian akan berbasis pada perspektif masyarakat yang menggunakan lingkungan danau baik secara langsung maupun tidak, termasuk di dalamnya penilaian secara ekonomi.

Integrasi antara parameter kunci kualitas lingkungan dengan parameter sosial-ekonomi dan budaya merupakan resep dalam pengembangan indeks penilaian danau berskala seperti yang dicontohkan di atas.

Walaupun memiliki skala indeks yang sama untuk seluruh danau, misalkan skala 1-10 adalah paling buruk dan sangat baik, penerjemahan dari nilai indeks tersebut untuk masing-masing danau jelas akan berbeda.

Nilai 8 pada Danau Toba dengan permasalahan sosial-lingkungan keramba jaring apungnya, tentu memiliki arti berbeda dengan nilai 8 pada Rawa Pening yang bermasalah dengan gulma eceng gondok.

Target konkret kondisi danau yang terukur ini sangat dibutuhkan dalam penyelamatan danau-danau nusantara, khususnya Danau Prioritas Nasional yang telah lama menanti untuk diselamatkan.

Dengan penilaian ini pemerintah akan dapat secara cepat, tepat, dan efektif memonitor dan mengevaluasi kinerjanya dalam penyelamatan danau.

Kerjasama yang bersifat trans-, multi- dan interdisiplin antara akademisi, praktisi, pemerintah pusat dan daerah, serta masyrarakat lokal sangatlah diperlukan dalam memformulasikan penilaian ini.

Integrasi dan kerja bareng keilmuan, kepakaran, keahlian, dan pengalaman dari berbagai penjuru adalah jurus ampuhnya. Bukan saatnya kerja penyelamatan negeri ini dibatasi oleh arogansi lembaga atau bahkan bidang keilmuan.

 

Arianto Budi Santoso, Ph.D
Peneliti Madya Pusat Riset Limnologi Badan Riset dan Inovasi Nasional

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com