Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Memahami Terjadinya Kebakaran dan Potensi Biomassa sebagai Racun Api

Kompas.com - 15/03/2021, 12:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

c. Penyurutan api

Pada tahap ini, kadar oksigen dan bahan bakar mulai menurun. Temperatur pun mulai berkurang.

Tetapi harus tetap waspada, karena ada dua bahaya yang mengintai pada tahapan ini, pertama adanya bahan-bahan yang mudah terbakar di sekitar api yang mungkin akan menyebabkan kebakaran baru, jika kebakaran yang sebelumnya belum padam sepenuhnya.

Kedua, bahaya kebakaran bahkan ledakan ketika oksigen muncul kembali.

Jika salah satu dari elemen “tetrahedron api” ini dihilangkan atau diganggu, proses pembakaran akan terganggu.

Penghapusan atau gangguan ini adalah konsep dari flame retardant (FR) atau disebut juga dengan “racun” api.

Baca juga: BMKG: Waspada Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan di Wilayah Berikut

Para peneliti di bidang FR telah lebih dari beberapa dekade mengembangkan portofolio besar produk FR yang pada dasarnya menyerang satu atau lebih dari tiga elemen “tetrahedron api”.

Apa itu flame retardant? Flame retardants adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam suatu material yang bertujuan untuk mencegah pembakaran, maupun untuk menunda penyebaran api setelah penyalaan.

FR sudah digunakan dalam polimer sejak tahun 1960-an. Untuk memenuhi standar keselamatan kebakaran seperti yang diatur dalam National Fire Protection Association (NSPA), aplikasi FR pada material pada kayu, tekstil, peralatan elektronik, otomotif dan aviasi semakin lama semakin berkembang.

Material yang dapat meningkatkan sifat ketahanapian material antara lain adalah mineral, senyawa halogen, senyawa yang mengandung phosphor, senyawa yang mengandung nitrogen, senyawa yang mengandung silikon dan senyawa nanometrik.

FR dari bahan mineral seperti aluminium trihidroksida sangat efisien untuk menurunkan bahaya kebakaran dan sudah umum digunakan.

Tapi, penggunaannya haruslah sangat banyak. Sehingga, apabila digabungkan dalam material lain sebagai aditif, malah akan merusak sifat material tersebut.

FR yang berbasis senyawa halogen, telah lama digunakan dan merupakan teknologi yang cost-effective, tetapi concern mengenai dampak penggunaannya ke lingkungan dan kesehatan, menyebabkan pemakaian FR yang mengandung senyawa halogen ini dilarang penggunaannya di dunia.

Beberapa produk FR yang mengandung senyawa halogen yang dilarang di antaranya adalah penta- dan okta-bromodifenil ether dan heksabromosiklododekan.

Di antara semua metode untuk mengukur sifat ketahan apian suatu material, Ul-94 adalah yang paling umum digunakan.

Sampel diukur berdasarkan standar IEC 60695-11-10, dimana material diklasifikasikan berdasarkan rating ketahanan panasnya, yaitu V-0, V-1, V-2. V-0 adalah rating tertinggi yang mengindikasikan material yang memiliki ketahanan panas yang bagus.

Baca juga: 300.000 Tahun Lalu, Manusia Sudah Gunakan Api untuk Bikin Alat Batu

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com