Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[Hoaks] Indonesia Dijadikan Kelinci Percobaan Vaksin Corona, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 26/07/2020, 18:33 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Vaksin corona asal China, Sinovac, telah sampai di Indonesia dan siap diuji klinis untuk sejumlah orang.

Dalam pemberitaan Kompas.com yang tayang hari Selasa (27/7/2012), disebutkan bahwa pekan lalu Bio Farma telah menerima vaksin Sinovac dari China sebanyak 2.400 buah.

"Vaksin ini akan dites dulu di internal lab Bio Farma. Namun, clinical trial akan dilakukan oleh Unpad (Universitas Padjadjaran)," ujar Neni Nurainy, Research and Development Bio Farma, kepada Kompas.com, Senin (20/7/2020).

Ini merupakan uji klinis fase 3 yang bertujuan menguji khasiat vaksin corona dan mengetahui efektivitas dari vaksin Sinovac dalam melawan infeksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

Berkaitan dengan kabar Indonesia akan melakukan uji klinis fase 3 untuk vaksin Covid-19, sejumlah orang justru beranggapan bahwa Indonesia dijadikan kelinci percobaan.

Ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Utomo pun angkat bicara dan menjelaskan duduk perkaranya.

Baca juga: Agustus, Indonesia Mulai Uji Klinis Vaksin Corona Sinovac pada 1.620 Orang

Dia mengatakan kepada Kompas.com, Minggu (26/7/2020), anggapan bahwa Indonesia dijadikan kelinci percobaan itu menyesatkan dan salah besar.

Hal ini pun dijelaskan Ahmad dalam video Youtube yang diunggahnya, Sabtu (25/7/2020).

Dalam video berdurasi 17 menit 37 detik itu, Ahmad mengingatkan bahwa tujuan vaksin adalah membangun antibodi secara spesifik.

Secara singkat, virus corona SARS-CoV-2 memiliki protein spike yang berbentuk seperti paku-paku yang menancap di permukaan virus. Spike ini adalah bagian virus yang akan menginfeksi sel manusia.

Ketika protein spike menempel atau terikat pada reseptor sel manusia yang dikenal sebagai ACE2 - protein pada permukaan sel yang berfungsi sebagai pintu masuk sel - membran virus akan bergabung dengan sel manusia dan memungkinkan genom virus masuk ke dalam sel manusia.

Untuk diketahui, semua jenis virus corona, termasuk yang menyebabkan penyakit SARS dan MERS, menempel pada sel manusia melalui spike protein.

"Titik di mana dia (spike) menempel (ke sel manusia) ada di receptor binding domain (RBD/bagian atas paku spike). Ini (RBD) yang biasa ditargetkan oleh pembuat vaksin," terangnya.

Ilustrasi virus corona (Covid-19)KOMPAS.com/NURWAHIDAH Ilustrasi virus corona (Covid-19)

Ketika RBD diinjeksikan oleh vaksin, diharapkan ada dua hal yang terjadi, yakni:

  1. Antibodi untuk melawan SARS-CoV-2 akan terbentuk dan dapat memblok sel dari serangan virus.
  2. Terbentuknya sitotoksis sel T atau pembunuh sel yang terinfeksi.

"Apa itu Sitotoksik Sel T? Jadi misalnya begini, saya terinfeksi virus, berarti sel di dalam tubuh saya sudah membawa virus. Sitotoksik sel T akan datang ke sel yang terinfeksi dan menghabisi (virus)," jelas Ahmad.

"Nah ketika, sel pabrik virus dimatikan tentu aman," imbuhnya.

Apakah sumber vaksin harus dari virus Covid-19 di Indonesia?

Untuk diketahui, virus corona SARS-CoV-2 dapat menyerang siapa saja dan di mana saja.

Database terkait SARS-CoV-2 di seluruh dunia telah menemukan lebih dari 40.000 genom virus dari berbagai negara. Indonesia sendiri sudah memasukkan 13 genom ke dalam database tersebut.

"Ketika dianalisa, kesamaan dari 40.000 genom SARS-CoV-2 itu identik 99,99 persen," ucap Ahmad.

Ini artinya, jika pun ada mutasi dari SARS-CoV-2 itu hanya kecil sekali perbedaannya dan tidak berpengaruh.

Ilustrasi vaksin virus corona, vaksin Covid-19Shutterstock Ilustrasi vaksin virus corona, vaksin Covid-19

3 tahapan pembuatan vaksin

Pembuatan vaksin tidak murah. Tantangan yang harus diselesaikan pun ada banyak. Ditambah risiko keberhasilan yang belum pasti.

Ahmad mengatakan, ketika ada pihak lain yang sudah melakukan uji klinis fase 3 untuk pembuatan vaksin, tidak ada salahnya kita bergabung.

Sebelum vaksin diketahui efektif dan aman untuk manusia, para ahli akan melakukan 3 tahap dalam uji klinisnya.

  • Uji klinis fase 1 untuk melihat keamanan kandidat vaksin untuk manusia, salah satunya menguji tingkat alergi.
  • Uji klinis fase 2, mengecek berapa banyak dosis atau partikel yang harus dimasukkan ke dalam vaksin.
  • Uji klinis fase 3. menguji efektivitas vaksin yang dibuat.

Dalam uji klinis fase 1 dan 2, para ahli akan melihat 2 hal. Pertama, antibodi yang bisa memblok infeksi virus Covid-19 terbentuk atau tidak. Kedua, apakah Sitotoksik Sel T terbentuk.

"Sejauh ini, fase 1 dan 2 kita sudah lihat publikasinya. Yang membuat (vaksin) dari China, Inggris, dan Amerika," ungkap Ahmad.

Para ahli pun sudah mulai bergerak untuk melanjutkan ke uji klinis fase 3 untuk menguji efektivitas vaksin yang dibuat.

Ilustrasi pemberian vaksin.Pixabay Ilustrasi pemberian vaksin.

Dalam fase 3 ini, diperlukan relawan yang tepat. Ketika yang dijadikan relawan adalah orang-orang yang bekerja di rumah dan selalu di rumah, target tersebut tidak tepat.

"Kemungkinan bisa saja yang diutamakan adalah nakes (tenaga kesehatan)," kata Ahmad.

Dalam kesempatan ini, Ahmad membantah bahwa nakes dijadikan kelinci percobaan. Itu tidak benar.

Pasalnya, sudah ada hasil penelitian uji klinis fase I dan II yang sudah dipublikasikan dan dibaca semua orang.

Hasil fase 1 dan 2 menyebutkan ada efek samping dari pemberian vaksin seperti mual, demam, dan pusing. Efek samping ini sama sama halnya dengan efek samping vaksin-vaksin lain dan dapat dikendalikan dengan obat yang ada.

Pemilihan tenaga kesehatan sebagai kelompok yang diujikan, karena jelas nakes berada di garda paling depan dalam penanganan pasien Covid-19. Mereka memiliki peluang besar untuk tertular virus penyakit.

Indonesia dijadikan kelinci percobaan?

Ada banyak orang yang bertanya-tanya kenapa Indonesia dipilih untuk uji klinis fase 3.

Menjawab pertanyaan itu, Ahmad menerangkan bahwa wilayah dengan angka penyebaran virus yang masih tinggi ideal untuk uji klinis fase 3.

Relawan Helen Sullivan menerima dosis pertama imunisasi yang berpotensi menjadi vaksin Covid-19. DOK. UNIVERSITY OF QUEENSLAND via ABC INDONESIA Relawan Helen Sullivan menerima dosis pertama imunisasi yang berpotensi menjadi vaksin Covid-19.

"Untuk menguji efektivitas suatu vaksin, tentu idealnya kita mencari daerah hotzone, wilayah-wilayah yang infeksinya masih tinggi," terang Ahmad.

"China itu sudah terkendali. Beberapa waktu lalu mereka (China) ketemu 30 orang positif, langsung lockdown Beijing. Nah kita yang di Jakarta aja ada banyak banget, Jawa Timur dan Solo juga masih tinggi (kasus) per hari," ucapnya.

"Area-area yang tinggi seperti ini, justru malah ideal untuk menguji vaksin. Karena nanti kita bisa bandingkan, kelompok yang diberi vaksin dengan kelompok yang diberi plasebo (cairan kosong)."

Ahmad pun menegaskan, hal ini bukanlah konspirasi China. Tujuannya memang untuk mencari target yang ideal.

Baca juga: Tak Hanya di Indonesia, Vaksin Corona Sinovac Juga Diuji Klinis di Bangladesh dan Brasil

Perlu diingat, selain Indonesia, negara lain yang ditunjuk melakukan uji klinis fase 3 adalah Brasil dan Bangladesh.

Dari penjelasan Ahmad tersebut, informasi yang mengatakan Indonesia adalah kelinci percobaan untuk vaksin corona adalah hoaks dan menyesatkan.

Selain itu perlu diketahui, pada fase 2 uji klinis China juga melibatkan 500 relawan untuk terlibat dalam penelitian.

Anda dapat melihat video lengkapnya di bawah ini:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com