Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pentingnya Indonesia Memiliki Vaksin Covid-19 Buatan Sendiri

Kompas.com - 24/07/2020, 18:03 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

KOMPAS.com – Vaksin dari perusahaan China, Sinovac, rencananya akan diuji klinis fase III di Indonesia pada Agustus 2020 mendatang.

Jumlah vaksin yang diterima Bio Farma dari China adalah sebanyak 2.400 vaksin. Uji klinis selanjutnya rencananya akan melibatkan lebih dari 1.600 relawan.

Sementara itu, Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman juga tengah mengembangkan vaksin Covid-19. Vaksin tersebut dikembangkan berdasarkan Whole Genome Sequencing (WGS) virus SARS-CoV-2.

Baca juga: Agustus, Indonesia Mulai Uji Klinis Vaksin Corona Sinovac pada 1.620 Orang

WGS atau pengurutan genom adalah proses penentuan urutan materi genetik (DNA/RNA) secara lengkap virus pada satu waktu. Penelitian mendalam mengenai karakteristik molekuler virus SARS-CoV-2 ini dibutuhkan sebagai pondasi berbagai riset lainnya, termasuk vaksin.

“Ada sekitar enam platform pengembangan vaksin, yang dilakukan Eijkman adalah subunit protein. Mengembangkan vaksin dengan subunit protein ini membutuhkan informasi dari genom tersebut,” tutur Prof Herawati Sudoyo, PhD, Wakil Kepala Bidang Riset Fundamental LBM Eijkman dalam diskusi daring ‘Kerja Sama Lembaga Eijkman dan L’Oreal Indonesia dalam Riset Genome Sequencing Guna Pengembangan Vaksin Covid-19 di Indonesia,” Jumat (24/7/2020).

Platform subunit protein, menurut Hera, berbeda dengan pengembangan vaksin Sinovac yang rencananya akan diproduksi massal di Indonesia. Dalam mengembangkan vaksin Covid-19, LBM Eijkman juga bekerja sama dengan Bio Farma.

Baca juga: Maju Tahap Selanjutnya, Kandidat Vaksin Corona Inggris Akan Diuji ke 30.000 Orang

“Vaksin itu (Sinovac) mengambil virus lalu dimatikan. Eijkman caranya berbeda dengan itu. Subunit protein sangat membutuhkan informasi dari karakter virus tersebut,” lanjut Hera.

Lebih lanjut Hera menjelaskan, Sinovac mengembangkan vaksin dengan cara mematikan virus SARS-CoV-2 kemudian langsung masuk ke uji klinis.

“Sangat berbeda dengan platform yang kita (LBM Eijkman) pilih. Tidak masalah, sebenarnya siapa yang duluan mengembangkan vaksin, itulah yang kita pakai. Namun Indonesia tetap harus punya,” lanjutnya.

Salah satu peneliti muda di LBM Eijkman, Frilasita Aisyah Yudhaputri MbiomedSc, menyebutkan bahwa virus yang telah dimatikan dalam vaksin Sinovac adalah virus dengan sekuens asli atau belum bermutasi.

Baca juga: Februari 2021, Eijkman Targetkan Penuhi Tahap Produksi Vaksin Corona

“Virus itu berasal dari China, lokasi awal berkembangnya Covid-19. Virusnya termasuk dalam sekuens awal, belum ada mutasi-mutasi. Belum tentu sama dengan virus yang ada di Indonesia,” lanjut ia.

Sementara itu, virus SARS-CoV-2 yang ada di Indonesia telah bermutasi sedemikian rupa. Hal itu terbukti dari banyaknya sekuens virus berdasarkan WGS yang dilakukan LBM Eijkman.

“Saat ini Eijkman sudah submit 10 sekuens berbeda di bank genom. Saat ini kami terus melakukan sequencing namun belum disubmit karena harus dilakukan analisis terlebih dahulu,” tutur Hera.

Satu paket vaksin eksperimental untuk Covid-19 di Quality Control Laboratory di the Sinovac Biotech, Beijing, China. Gambar diambil pada 29 April 2020. AFP/NICOLAS ASFOURI Satu paket vaksin eksperimental untuk Covid-19 di Quality Control Laboratory di the Sinovac Biotech, Beijing, China. Gambar diambil pada 29 April 2020.

L’Oreal sendiri berkontribusi dalam 24 pemetaan WGS spesifik untuk SARS-CoV-2 di Indonesia dari target total 100 sekuens virus yang akan dilaporkan oleh LBM Eijkman ke tingkat internasional.

“Untuk mendapatkan 100 sekuens itu sebetulnya bisa saja dalam waktu cepat, namun kerap ada kegagalan dalam melakukan eksperimen. Tadinya kalau tidak ada kendala, saat ini sudah bisa mencapai 50 sekuens,” tutur Hera.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com