Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Ungkap Tren Kehamilan Tak Diinginkan dan Aborsi Global, Ini Hasilnya

Kompas.com - 23/07/2020, 20:39 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

Padahal, bukti dari studi sebelumnya menunjukkan bahwa aborsi yang terjadi di negara yang melarangnya, jauh lebih berbahaya daripada negara yang melegalkannya.

Ini membuat wanita-wanita yang terpaksa melakukan aborsi di negara-negara yang melarangnya harus menghadapi risiko kesehatan fisik dan mental yang luar biasa, mulai dari infeksi, pendarahan, luka internal, trauma psikologis hingga kematian.

Baca juga: Lebih dari 400.000 Kehamilan Baru Terjadi Selama Pandemi di Indonesia

Pendekatan yang komprehensif

Temuan ini menegaskan pentingnya layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif, termasuk kontrasepsi yang efektif dan terjangkau.

Tim peneliti berkata bahwa tingginya angka aborsi di negara berpendapatan rendah dan menengah bisa dijelaskan oleh kurangnya akses kontrasepsi yang terjangkau, serta layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Akibatnya, wanita-wanita di negara-negara ini kesulitan untuk merencanakan kehamilannya.

Herminia Palicio selaku Presiden dan CEO dari Guttmacher Institute mengatakan, temuan studi ini menunjukkan betapa pentingnya pendekatan yang komprehensif terhadap hak dan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk akses aborsi yang aman dan legal.

"(Ini) penting untuk memastikan otonomi reproduksi," ujarnya.

Baca juga: Dampak Covid-19, Diperkirakan Terjadi 7 Juta Kehamilan Tak Terduga

Jonathan Bearak selaku penulis utama studi dan Ilmuwan Riset Senior di Guttmacher juga mengatakan, kehamilan tak diinginkan dan aborsi adalah pengalaman kesehatan reproduksi yang dialami oleh jutaan orang setiap tahunnya di seluruh dunia, tanpa memandang status atau kondisi individu.

"Yang membedakan adalah hambatan yang mereka hadapi-hukum, sosial, ekonomi atau lainnya-dalam melaksanakan otonomi reproduksi mereka," katanya.

Menanggapi permasalahan ini, Guttmacher-Lancet Commission on Sexual and Reproductive Health pun merekomendasikan agar negara-negara memasukkan paket layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif, termasuk kontrasepsi yang efektif dan dan layanan aborsi yang aman, di dalam sistem kesehatan nasional mereka.

Hal ini akan membantu dalam mencapai cakupan kesehatan universal dan memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang memastikan akses layanan kesehatan dan reproduksi universal, mengurangi angka kematian ibu dan mengakhiri diskriminasi terhadap wanita dan anak perempuan.

Baca juga: Angka Komplikasi Kehamilan di Indonesia Tinggi, Begini Mencegahnya

Zara Ahmed, Associate Director of Federal Issues di Guttmacher, menjelaskan, kami berpendapat bahwa negara-negara di seluruh dunia harus berinvestasi dalam kesehatan seksual dan reproduksi secara komprehensif, termasuk akses aborsi yang aman, apabila mereka ingin memastikan warganya dapat mengontrol otonomi reproduksi mereka dan membuat keputusan yang terbaik untuk dirinya dan keluarganya.

Palicio juga menambahkan bahwa akses layanan kesehatan dan reproduksi universal adalah mengenai otonomi reproduksi dan kemampuan individu untuk memutuskan apakah dan kapan mereka menginginkan kehamilan, punya anak dan melakukan aborsi.

"Seluruh aspek ini penting bagi seorang individu untuk dapat mengoptimisasikan status kesehatan seksual dan reproduksi diri dan keluarganya," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com