Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ma'rufin Sudibyo

Orang biasa saja yang gemar melihat bintang dan menekuri Bumi.

Dua Rover Cerdas Siap Menuju Mars

Kompas.com - 23/07/2020, 18:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TIGA misi antariksa terbaru ke Mars berangkat pada bulan Juli 2020 ini.

Emirates Mars Mission yang membawa satelit al–Amal atau Hope telah lepas landas dengan mulus pada Senin pagi 20 Juli 2020 (waktu Indonesia) lalu. Lalu, Tianwen–1 yang digawangi CNSA (China) meluncur hari ini, 23 Juli 2020. Satu lagi akan segera menyusul, yakni Mars 2020 yang diusung NASA (Amerika Serikat).

Dua misi eksplorasi Mars yang terakhir itu bertumpu pada kendaraan robotik cerdas penjelajah (rover). Eksplorasi Mars masa kini memang mengeksploitasi aneka ragam rover sebagai representasi virtual sosok manusia. Berawal dari yang kecil dan sederhana, rover–rover tersebut berevolusi dalam dimensi dan fungsi hingga seperti yang kita lihat pada saat ini.

Manusia ingin pergi ke Mars adalah impian yang sudah lama bergaung. Wernher von Braun, sang magnat rancang bangun dan rekayasa teknik peroketan terhebat itu, menuliskan pokok–pokok pikirannya tentang perjalanan antariksa berawak ke Mars hampir tiga perempat abad silam dalam The Mars Project. Buku yang diterbitkan University of Illinois itu segera menjadi buku yang paling berpengaruh dalam membentuk sejarah penerbangan manusia ke angkasa.

Manakala dipercaya sebagai jantung pemikir–perekayasa di Program Apollo, von Braun merancang roket Saturnus V yang besar. Bahkan terlalu besar untuk pergi ke Bulan, sebab ia mengantisipasi Mars.

Selagi debu Bulan masih mengepul seiring datangnya astronot – astronot Apollo guna menyusuri wajah sang candra, Thomas O. Paine (pimpinan NASA saat itu) bahkan mulai memublikasikan rencana ekspedisi antariksa berawak ke Mars. Dengan target waktu sangat jelas, bukan mengambang di awang–awang.

Misi berawak ke Mars akan bertumpu pada dua wantariksa sepanjang 75 meter yang bakal didorong sistem propulsi bertenaga nuklir. Keduanya dikirim ke langit dengan gendongan roket–roket raksasa yang adalah turunan roket berat Saturnus V rancangan von Braun. Setiap wantariksa diisi oleh 6 orang angkasawan.

Perjalanan dimulai Oktober 1983, masuk ke orbit Mars pada Juni 1984. Pendaratan dan penjelajahan di Mars berlangsung selama 80 hari. Dan seluruh kru dijadwalkan akan tiba kembali di Bumi pada Mei 1985.

Sampai hari ini, impian von Braun dan Paine memang belum terwujud. Belum ada satu negara pun yang bersedia merogoh kocek dalam–dalam untuk membiayai perjalanan ulang–alik ke tanah Mars. Lagipula konstelasi dunia sudah berubah pasca perang dingin.

Namun separuh ramalan von Braun dan Paine terbukti benar. Kini dunia berada dalam kancah perlombaan antariksa jenis baru dengan target lebih jauh dari Bulan, yakni Mars.

Perlombaan antariksa tak–berawak yang mewujud dalam balapan menempatkan benda langit buatan manusia ke Mars, baik yang mengorbit sebagai satelit maupun yang mendarat sebagai wantariksa pendarat atau kendaraan penjelajah.

Ekspedisi tak–berawak ke Mars menjadi pilihan rasional sejumlah negara (atau gabungan negara–negara) karena jauh lebih murah ketimbang mengirim manusia.

Revolusi teknologi elektronika membuat wantariksa Mars menjadi lebih kecil dan lebih ringan dibanding generasi awal. Dan tatkala menjumpai kegagalan, kita tidak dibebani masalah etik dan moral sebagaimana halnya yang harus dihadapi dalam kegagalan eksplorasi antariksa berawak yang merenggut nyawa angkasawan–angkasawannya.

Perkara kegagalan ini penting karena Mars terkenal kejam, sama sekali tak menoleransi kekeliruan. Bahkan yang terkesan sepele. NASA pernah menelan pil pahit ganda lewat hilangnya satelit Mars Climate Orbiter dan wantariksa pendarat Mars Polar Lander hanya dalam tiga minggu berturut–turut di penghujung 1999.

Mars Climate Orbiter hilang tepat saat hendak memasuki orbit Mars, hanya karena pemogram perangkat lunaknya lupa mengonversi sistem imperial menjadi metrik.

Kekeliruan yang mirip juga membuat hilangnya wantariksa pendarat Mars Polar Lander. Yakni saat komputernya menganggap sudah tiba di paras planet merah karena anomali pada sensor–sensor magnetik di kakinya sehingga mesin–mesin roket pengerem otomatis mati. Padahal wantariksanya masih melayang di ketinggian 40 meter.

Generasi Rover

Rover robotik menjadi pilihan eksplorasi Mars dalam dua dasawarsa dekade terakhir lewat kemampuannya dalam meniru tugas–tugas yang semula hanya bisa dikerjakan tangan manusia.

Rover bisa bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Rover juga bisa membawa kamera dengan tinggi dan medan pandang setara manusia, sehingga kita bisa mendapatkan pandangan stereoskopik khas manusia di Mars. Dan rover juga bisa dilengkapi lengan robotik mirip lengan manusia dan membawa ragam radas (instrumen) mulai dari pengindra, pemecah hingga laboratorium berjalan.

Maka rover memiliki kemampuan mencitra, memetakan hingga menganalisis sampel secara fisis dan kimiawi layaknya survei geologi dan geofisika. Keunggulan inilah yang tak dimiliki oleh wantariksa pendarat statik.

Hingga saat ini, secara umum rover Mars dapat diklasifikasi ke dalam tiga generasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com