Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desa di Wakatobi Sulap Kotoran Sapi dan Kambing Menjadi Kompos

Kompas.com - 22/04/2020, 20:30 WIB
Ellyvon Pranita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

Disebutkan oleh Nyong, ada sekitar 80 ekor sapi yang diternak di desa itu. Setiap hari per seekor sapi akan menghasilkan hingga 2 kilogram kotoran kering.

"Ini dianggap potensi bahan baku produksi untuk kompos kotoran," ujar dia.

Dalam penggunaannya, masyarakat setempat menilai bahwa kompos yang terbuat dari bahan baku kotoran sapi ini lebih cenderung cocok untuk tanaman yang menghasilkan daun seperti sayur-sayuran.

Target masyarakat desa tentang kompos hewan ternak

Nyong menyebutkan dalam sekali produksi kompos hewan ternak, ia dan timnya akan menghasilkan empat drum kompos. Di mana diperkirakan dalam satu drum kompos tersebut bisa lebih dari 20 kilogram.

Dalam proses pengelolaannya, warga desa secara sukarela memberikan kotoran kambing yang ada di kolong rumahnya untuk diolah menjadi kompos. Sementara, kotoran sapi akan diambil oleh tim secara langsung di lahan khsusus ternak sapi desa.

Kendati belum ada nilai tukar berupa uang di antara pengelola dan pemilik kotoran hewan ternak tersebut, Nyong dan timnya berharap ini hanya permulaan, dan dikemudian hari nanti bisa ada nilai tukar seperti jual-beli atau ada transaksi ekonomi untuk membantu kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: Inspiratif, SD Negeri Kulati di Wakatobi Ajarkan Peduli Lingkungan Sejak Dini

NGO Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) sejak tahun 2018 telah berkontribusi membantu masyarakat Desa Kulati untuk mengembangkan produksi kompos hewan ternak ini.

YKAN membantu dalam mengkaji lebih jauh terhadap kandungan yang ada di dalam kompos hewan ternak yang dihasilkan masyarakat. Sehingga nantinya jika kandungan tersebut telah diketahui, masyarakat akan mempergunakannya dengan lebih tepat sasaran lagi.

Hal ini akan membantu hasil tanam masyarakat tumbuh dengan optimal.

"Saat ini sedang dalam pengujian klinis, supaya tahu dengan lebih jelas bagaimana isi kandungan kompos hewan ternak ini," tutur dia.

Ketua Pelaksana Interim YKAN, Herlina Hertanto menyampaikan bahwa program bantuan kepada masyarakat Desa Kulati tersebut lebih bertujuan kepada memanfaatkan potensi alam yang mereka miliki, dengan tidak menghancurkan budaya dan kearifan lokal.

Baca juga: Ini Cara Pemerintah Atasi Masalah Sampah di Taman Nasional Wakatobi

YKAN membantu menjadi jembatan antara masyarakat dan pihak-pihak kompeten dalam persoalan yang dimiliki masyarakat setempat.

Dalam persoalan kompos hewan ternak, kata Herlina, YKAN membantu menjadi perantara kepada para peniliti untuk dapat melakukan pengujian kandungan yang ada pada kompos yang dihasilkan warga setempat.

"Biar tepat kelola sasaran,"ucap Herlina.

Kompos hewan ternak ini sedang ditargetkan sebagai produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masyarakat Desa Kulati. YKAN akan membantu dalam pengemasan yang baik agar produk tersebut bisa disalurkan ke pasaran di luar desa.

Baca juga: 10 Langkah untuk Cegah Resistensi Antimikroba pada Hewan Ternak

Pengemasan merupakan penunjang dari target masyarakat desa yang ingin membuat produksi kompos hewan ternak non-kimia dalam jumlah besar, dan dapat membantu kebutuhan kompos non-kimia di wilayah lainnya.

Dalam target ini, perputaran ekonomi, daya kreativitas, kearifan lokal, dan kemampuan memberdayakan potensi alam tanpa merusak alam itu sendiri sangat bisa dicapai dengan baik.

Sementara itu, ada LSM lainnya yang turut membantu masyarakat Desa Kulati tentang bagaimana memproduksi dengan tidak menggunakan bahan kimia sama sekali.

"Ini (kompos) jadi target untuk mensejahterakan masyarakat, kita mengupayakan pengembangan pariwisata dan UMKM. Targetnya Desa Kulati bisa jadi pilot project oleh desa-desa lain," kata Nyong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com