Apalagi tes untuk virus corona dan antibodi belum sempurna, sehingga ada kemungkinan pasien yang dites menunjukkan hasil negatif palsu (false negative).
Namun, bila benar demikian, itu artinya pasien virus corona terinfeksi untuk yang lama.
"Itu tidak ideal," imbuh Balloux.
Baca juga: Update Corona 21 April: 2,49 Juta Orang Terinfeksi, 653.722 Sembuh
Tentunya, para ahli terus menyelidiki hal ini. Sebuah studi dari China yang baru dipublikasikan, misalnya, menemukan bahwa monyet rhesus yang sembuh dari SARS-CoV-2 tidak terinfeksi lagi ketika terpapar virus yang sama.
Akan tetapi, studi ini tidak membuktikan bahwa hal yang sama bisa terjadi pada manusia.
Sementara itu, studi prapublikasi lain terhadap 175 pasien sembuh corona di Shanghai menunjukkan konsentrasi antibodi yang berbeda-beda setelah 10-15 hari menunjukkan gejala.
"Akan tetapi, apakah respons antibodi tersebut berarti imunitas adalah pertanyaan yang berbeda," ujar Maria Van Kerhove, Technical Lead of the WHO Emergencies Programme.
Dia melanjutkan, itu adalah sesuatu yang harus kita mengerti - seperti apa respons antibodi yang berarti imunitas (terhadap SARS-CoV-2).
Baca juga: Update Vaksin Corona dari WHO, 70 Kandidat dan 3 Uji Coba pada Manusia
Menghadapi banyaknya ketidaktahuan ini, beberapa pakar pun menyangsikan strategi "herd immunity" atau imunitas kelompok, di mana mayoritas warga dunia dibiarkan terinfeksi virus corona agar menjadi kebal dan virus tidak bisa menemukan korban baru.
"Solusi yang benar saat ini hanyalah vaksin," ujar Archie Clements, seorang profesor di Curtin University Perth, Australia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.