Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Batasi Jumlah Pengunjung untuk Konservasi, Masuk Taman Nasional Komodo Wajib Pakai Aplikasi

KOMPAS.com - Pengelolaan Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai tempat wisata, berbeda dengan tempat wisata lain seperti misalnya di Bali.

Sebab, wilayah tesebut merupakan kawasan konservasi salah satu satwa endemik Indonesia, sehingga dalam pengelolaannya diperlukan pembatasan jumlah pengunjung dan kenaikan besaran tarif masuk, agar kelestariannya terjaga dengan baik.

Beberapa waktu yang lalu, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga telah meluncurkan aplikasi, yang digunakan untuk membatasi kuota kunjungan.

Selain itu, mereka menetapkan kenaikan biaya konservasi bagi pengunjung Pulau Komodo, Pulau Padar dan Kawasan Perairan sekitarnya, mulai 1 Agustus 2022.

Adapun upaya pembatasan jumlah wisatawan serta biaya kontribusi konservasi akan diterapkan melalui pendaftaran satu pintu secara online lewat aplikasi INISA.

Dijelaskan oleh Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi Taman Nasional Komodo Carolina Noge, INISA adalah platform digital yang bekerja sama dengan provinsi NTT dengan berbagai layanan dan fitur di dalamnya.

Nantinya wisatawan harus membayar secara kolektif sebesar Rp 15 juta per empat orang per tahun, sebagai kompensasi atas hilangnya nilai jasa ekosistem akibat kunjungan ke kawasan konservasi ini.

"Sebagaimana yang telah disampaikan tadi, bahwa hari ini akan grand launching terkait dengan yang pertama pembatasan dan ada perubahan kenaikan harga tiket untuk Pulau Komodo, Pulau Padar, dan perairan sekitarnya."

Hal tersebut dikatakan Bupati Kabupaten Manggarai Barat Edistasius Endi, dalam Konferensi Pers Taman Nasional Komodo: Peluncuran Sistem Wildlife Komodo, yang digelar di Labuan Bajo, NTT, Jumat (29/07/2022).

"Tentu kita sangat berharap, bahwa dengan diterapkan baik itu aplikasi, digitalisasi maupun pembatasan, kita berharap seluruh ekosistem di zona yang telah ditetapkan harus survive dan berkelanjutan," lanjutnya.

Sementara itu, menurut Carolina ini juga merupakan upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bersama Pemerintah Provinsi NTT untuk mengoptimalisasi manfaat dan meningkatkan kesejahteraan baik secara ekologi, ekonomi maupun sosial budaya di kawasan TNK.

"Taman Nasional Komodo bukan hanya di daratan tapi juga di kawasan perairan di mana untuk akses masuk kita perlu penjagaan yang ketat dan masif untuk mencegah terjadinya tindakan ilegal tertentu," ucap Carolina dalam kesempatan yang sama.

Meski begitu, jika setibanya di Labuan Bajo dan mereka baru ingin melakukan reservasi maka hanya bisa dilakukan selagi kuota kunjungan masih tersedia.

Aplikasi ini bisa diunduh melalui ponsel pintar, dan dilanjutkan dengan mengikuti langkah-langkah selanjutnya dalam fitur "Wildlife Komodo."

Anda dapat memilih wilayah mana saja di antara Pulau Komodo, Pulau Padar, dan kawasan perairan sekitarnya yang ingin dikunjungi. Anda juga diperbolehkan memilih ketiganya sebagai tujuan destinasi di Taman Nasional Komodo.

Kapasitas kunjungan Taman Nasional Komodo

Carolina berkata, pihaknya turut bekerja sama dengan sejumlah ahli dari tujuh universitas, terkait kajian daya dukung daya tampung berbasis jasa ekosistem di Pulau Komodo, Pulau Padar, dan kawasan perairan di sekitarnya.

Dari kajian tersebut, dihasilkan salah satu rekomendasi yakni agar dilakukan pembatasan kunjungan.

Ketua Tim Kajian Daya Dukung Daya Tampung Berbasis Jasa Ekosistem di Taman Nasional Komodo, Dr Irman Firmansyah, menerangkan bahwa dalam menunjang program konservasi serta pariwisata berkelanjutan, kajian terhadap wilayah ini perlu dilakukan.

Kajian daya dukung daya tampung berbasis jasa ekosistem, ditujukan untuk mengetahui batas kemampuan Taman Nasional Komodo dalam menampung jumlah wisatawan.

Berdasarkan pemodelannya, kajian itu menunjukkan kapasitas pengunjung yang ideal bagi Taman Nasional Komodo ialah sebesar 219.000. Lalu, maksimal 292.000 kunjungan per tahun.

Perhitungan ini, dilihat dari panjang jalur terpendek trekking di wilayah tersebut, lama berjalan rata-rata wisatawan, durasi kunjungan, tingkat kenyamanan berwisata, serta mempertimbangkan nilai jasa ekosistem di dalamnya.

Irman menyampaikan, kepadatan pariwisata yang terjadi di Taman Nasional Komodo secara tidak langsung dapat memengaruhi kelangsungan hidup Komodo dan makhluk hidup lainnya.

"Secara keseluruhan intinya harus ada yang dikonservasi. Pertanyaannya kenapa harus Pulau Komodo? Kalau dari diskusi beberapa pakar, memang daerah utama yang menarik kehidupan ekosistemnya di Pulau Komodo. Ekosistemnya kerbau, rusa, babi hutan, penyu," paparnya.


Jika jumlah kunjungan lebih dari nilai yang telah ditetapkan, maka dapat menyebabkan berkurangnya jasa ekosistem.

Mulai dari jasa ekosistem sumber daya genetik yakni komodo itu sendiri, biodiversitas, penyediaan air bersih, pengaturan iklim, produksi primer (oksigen), ruang hidup, ecotourism, estetika dan lainnya yang diperkirakan mencapai Rp 11 Trliun.

Sebaliknya, jika dilakukan pembatasan maka nilai yang hilang akan menurun menjadi Rp 10 Miliar dan masih mampu untuk diperbaiki maupun dipulihkan kembali nilainya secara berkelanjutan.

"Ada 20 jasa ekosistem di setiap wilayah yang nilainya pasti hilang. Kalau komodo kelimpahannya berkurang, jumlahnya banyak tapi berkumpul di satu tempat, nanti terjadi persaingan makanan dan lain-lain," ucap Irman.

"Nanti akan terjadi kelimpahan yang berkurang, penyebarannya berkurang, hutannya berkurang dia akan nyari ke tempat yang lebih nyaman," sambung dia.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/08/01/120100323/batasi-jumlah-pengunjung-untuk-konservasi-masuk-taman-nasional-komodo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke