Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Persiapan Proklamasi Kemerdekaan yang Serba Terburu-buru, dari Teks hingga Cari Mikrofon

Tetapi sebelum momen itu berlangsung dengan khidmatnya, rupanya ada berbagai 'kericuhan' di balik acara tersebut.

Dalam buku Tokoh Yang Menyiapkan Peralatan Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan, terbitan Tempo, Latief Hendraningrat yang menjadi salah satu orang yang melakukan pengamanan saat proklamasi kemerdekaan menceritakan momen itu.

Setibanya di tempat, dari sisi persiapan acara, ia melihat jika segala sesuatunya sudah dipersiapkan dengan baik.

Sementara ia sendiri, menurut penuturannya lebih khawatir soal gangguan keamanan dari militer Jepang selama acara.

"Ada mikrofon yang telah terpasang, tiang bendera yang terbuat dari bambu serta katrol biasa dengan tali kasar untuk mengibarkan bendera merah putih juga telah tersedia. Tamu undangan pun sudah datang," tulisnya.

Saat waktu menunjukkan kurang jam 10, Bung Karno diberitahu bahwa upacara sudah siap, yang selanjutnya Bung Hatta kemudian menuju ke ruang depan.

Usai membaca teks proklamasi dan acara pengibaran bendera pun dilakukan, bendera dikerek perlahan sambil diiringi lagu Indonesia Raya.

"Upacara telah selesai dengan selamat," ungkap Latief.

Tapi mungkin tak banyak tahu, jika acara Proklamasi Kemerdekaan itu rupanya tak dipersiapkan dalam kondisi detail, malahan serba buru-buru, mulai dari naskah proklamasi hingga soal teknis seperti mikrofon.

Sebelum memakai rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda, awalnya tempat yang dipilih sebagai tempat perumusan naskah proklamasi adalah Hotel des Indes.

Malang, niat itu batal lantaran pihak hotel menolak dijadikan tempat rapat, karena aturan jam malam militer Jepang.

Lokasi pun harus berpindah. Baru tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno-Hatta tiba di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda. Itu pun naskah proklamasi belum kelar.

Beberapa jam sebelum pembacaan Proklamasi Kemerdekaan itu, Soekarno masih berkutat menyelesaikan teks proklamasi.

Tanggal 17 Agustus 1945 dini hari, pukul 03.00, menurut otobiografi Ahmad Subarjo, Soekarno masih menuliskan kalimat pertama sederhana berbunyi 'Kami, bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.' Kalimat itu rupanya juga masih diperdebatkan.

Pukul 04.00, teks baru rampung diketik oleh Sayuti Melik. Isinya kemudian dibacakan dengan lantang oleh Soekarno.

Namun lagi, terjadi keributan soal siapa yang akan dicantumkan namanya dalam teks tersebut, meski akhirnya semua selesai pukul 06.00.

Semua yang ada di sana lantas berjanji berkumpul lagi pukul 10.00 untuk menyaksikan pembacaan proklamasi.

Tak hanya itu, kesaksian yang diceritakan Sudiro dalam bukunya 'Saya Sekitar 17 Agustus '45' terbitan Yayasan Idayu Jakarta menuturkan, jika pagi-pagi benar pada tanggal 17 Agustus 1945 dua orang utusan, baru mencari pinjaman mikrofon.

Tetapi kedua orang itu tak menjelaskan untuk apa mikrofon itu dipinjam. Berhubung tak ada yang memasang mikrofon, seorang bernama Sunarto diajak dan baru saat di mobil, pemuda berusia 21 tahun itu diberi tahu jika mikrofon diperlukan untuk proklamasi kemerdekaan.

Begitu pula dengan bendera Sang Saka. Fatmawati, dalam biografinya 'Catatan Kecil Bersama Bung Karno' menuliskan, kain untuk bendera sebenarnya akan ia gunakan untuk membuat baju anak.

Namun mendengar Hiroshima dan Nagasaki dibom atom, Fatmawati berinisiatif menjahit kain tersebut untuk bendera pusaka yang dikibarkan saat proklamasi kemerdekaan.

Begitulah kisah di balik proklamasi kemerdekaan Indonesia. Meski dibalut dengan pelaksananaan yang terburu-buru, proklamasi tetap bisa berlangsung saat itu dan mengantarkan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/08/16/190100923/kisah-persiapan-proklamasi-kemerdekaan-yang-serba-terburu-buru-dari-teks

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke