Makna berpuasa dalam Sabda Nabi tersebut tidak boleh dimengerti sebatas aktivitas menahan lapar, dan dahaga, serta ajakan seksualitas.
Namun lebih dalam dari itu, yaitu totalitas puasa secara jiwa dan raga, sehingga membentuk pertahanan (perisai) yang kokoh dan otomatis melindungi dari segala ajakan keburukan yang lahir dari dalam maupun luar dirinya.
Dalam kesempatan berbeda, Rasulullah SAW juga menambahkan muatan hadis tentang perisai ini, dengan ucapannya, “Puasa itu perisai dan sedekah mampu memadamkan (menghilangkan) kesalahan (dosa-dosa kecil), sebagaimana air memadamkan api yang menyala." (HR. Tirmidzi).
Baca juga: Satpol PP Surabaya Segel Tempat Biliar karena Beroperasi Saat Ramadhan
Seseorang yang berkesempatan bertemu Ramadhan, melalui pesan eksplisit hadits di atas, dinilai merugi jika tidak memanfaatkan ritual puasa dan sedekah.
Dua bentuk ibadah di bulan Ramadhan tersebut merupakan pintu yang dianggap sangat cepat menuju Tuhan.
Sebelumnya juga keduanya merupakan media yang mengantarkan pada kesejahteraan mental dan emosional serta kedamaian batin dan ketenangan jiwa seorang hamba. Tidak kah kita menyakini, bahwa jika telah benar puasa dan sedekah seseorang, maka ia telah memiliki dua alat perlindungan ampuh yaitu perisai dan pembersih.
Dalam mikro-organisme dapat dianalogikan pelaku dua ritual tersebut tubuhnya akan memiliki sistem imunitas dan detoksifikasi.
Aspek booster imunitas yang paling mencolok adalah pada intensitas spiritualnya. Berpuasa sepanjang hari memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk menyucikan jiwa dan meningkatkan hubungan dengan Allah SWT.
Proses ini mencakup refleksi mendalam tentang perilaku, nilai-nilai hidup, dan tujuan eksistensial. Dengan memfokuskan pikiran pada hal-hal yang bersifat spiritual, kita menemukan kedamaian dalam menjalani kehidupan sehari-hari, karena terlindungi dari segala hal yang negatif.
Dengan berpuasa juga, mengajarkan pentingnya pemurnian emosi dan pengendalian diri. Melalui penekanan pada kesabaran, toleransi, dan pengampunan, kita diajarkan untuk mengelola emosi negatif seperti kemarahan, iri hati, dan kebencian.
Sementara aspek detoksifikasi dalam bersedekah di bulan Ramadhan akan memperkuat ikatan sosial dan solidaritas di antara umat Islam.
Tradisi berbuka puasa bersama keluarga dan sahabat, serta melaksanakan shalat Tarawih di masjid bersama komunitas, menunaikan zakat atau infak, membentuk jaringan keterlibatan sosial yang kuat. Interaksi ini bukan hanya menyediakan dukungan emosional, tetapi juga menguatkan rasa persaudaraan, solidaritas dalam masyarakat dan membunuh rasa ketidakpercayaan antarmasyarakat.
Dengan memperdalam rasa empati dan belas kasihan terhadap sesama, umat Islam membangun keterampilan emosional yang kuat yang membawa manfaat bagi kesejahteraan mereka.
Muhammad al-Tahir ibn Ashur seorang ulama dan intelektual Muslim dari Tunisia yang terkenal dengan karyanya, "Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir", memberikan penjelasan tentang makna takwa dalam konteks puasa Ramadhan.
Takwa dalam puasa Ramadhan mencakup ketaatan kepada Allah Swt, kesadaran akan keberadaan Allah Swt, pengendalian diri, peningkatan kesalehan dan penghindaran dari kemaksiatan. Selama sebulan ritual puasa dilaksanakan, tujuan yang diharapkan adalah hadirnya pribadi-pribadi yang Muttaqun (bertakwa) sepanjang tahun.