JAKARTA, KOMPAS.com - Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan fasilitas andalan masyarakat dalam membeli rumah.
KPR bisa dimanfaatkan masyarakat yang tidak ingin mengumpulkan uang dalam waktu lama untuk membeli rumah secara cash.
Namun, tahukah Anda bahwa KPR memiliki dua kategori berdasarkan prinsip pinjaman kreditnya yakni KPR Syariah dan KPR konvensional?
Baca juga: Jangan Bingung Bedakan KPR Subsidi FLPP dan BP2BT, Ini Penjelasannya
Baik KPR subsidi maupun KPR non-subsidi, terdapat prinsip syariah maupun konvensional. Tergantung pilihan Anda.
Sebelum mengulas dan menilik perbedaan antara KPR Syariah dengan KPR konvensional, baiknya perlu diketahui definisi mendasar dari KPR.
Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 20/PRT/M/2019 tentang Kemudahan dan Bantuan Pemilikan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
Pada Pasal 1 ayat (1) tertulis bahwa KPR adalah kredit atau pembiayaan pemilikan rumah yang diterbitkan oleh bank pelaksana.
Sementara itu, melansir dari situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), KPR adalah suatu fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan ke para nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah.
Spesifik soal KPR Syariah, jenis pembiayaan ini ditawarkan oleh unit usaha syariah (UUS) atau Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan (PPSP) dengan mengadaptasi prinsip syariah yang bebas dari riba.
Sederhananya, KPR Syariah umumnya dilaksanakan oleh Bank Umum Syariah (BUS). Meskipun ada juga bank konvesional yang memfasilitasi jenis KPR ini.
Adapun jenis akad yang umum digunakan dalam pembiayaan kepemilikan rumah dan apartemen di Indonesia sebagai berikut.
1. Akad Jual Beli Atau Akad Murabahah
Murabahah yaitu perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah akan membeli barang yang diperlukan oleh nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan.
Sebesar harga perolehan ditambah dengan margin atau keuntungan yang disepakati antara bank dan nasabah.
Dalam transaksi dengan menggunakan akad ini, bank syariah akan melakukan pembelian rumah yang diinginkan nasabah (bank bertindak sebagai pemilik rumah).
Selanjutnya menjual rumah tersebut kepada nasabah dengan cara dicicil.
Bank tidak mengenakan bunga kepada nasabah atas pembayaran cicilan yang dilakukan namun mengambil margin atau keuntungan dari penjualan rumah yang telah ditetapkan sejak awal.
Sebab, prinsip akad murabahah yang digunakan yakni besaran cicilan yang harus dibayarkan oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu yang disepakati telah ditetapkan sejak awal bersifat tetap (besaran cicilan tidak berubah).
2. Akad Musyarakah Mutanaqisah (Kerja Sama Sewa)
Musyarakah mutanaqisah adalah akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang dimana salah satu pihak kemudian membeli bagian pihak lainnya secara bertahap.