Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anda Harus Tahu, Perbedaan Jembatan Callender Hamilton dan Cable Stayed

Kompas.com - Diperbarui 23/10/2022, 15:39 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan mengganti 37 Jembatan Callender Hamilton (CH) di Pulau Jawa.

Hal ini menyusul telah ditandatanganinya proyek perjanjian Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) antara Kementerian PUPR dengan PT Baja Titian Utama, Senin (6/12/2021).

Asal tahu saja, Baja Titian Utama merupakan badan usaha pelaksana (BUP) yang dibentuk oleh pemenang lelang proyek tersebut yakni PT Bukaka Teknik Utama Tbk.

Ke-37 jembatan CH yang menelan nilai investasi sebesar Rp 2,199 triliun itu akan dimulai pembangunannya pada tahun 2022 dan diharapkan tuntas 2023.

Dengan demikian, sebelum pergantian kabinet Jokowi tahun 2020-2024, diharapkan sudah selesai dibangun.

Lalu, apa sebenarnya jembatan CH itu?

Ilustrasi jembatan dilalui mobil.Dok. Kementerian PUPR. Ilustrasi jembatan dilalui mobil.
CH merupakan rangkaian jembatan yang pertama kali dibuat oleh Insinyur Teknik Sipil asal Selandia Baru, Archibald Milne Hamilton.

Archibald mulai mengembangkan desain jembatannya pada tahun 1927 di Irak. Saat itu dia bekerja sebagai asisten insinyur Departemen Pekerjaan Umum salah satu negara Timur Tengah tersebut.

Lima tahun kemudian atau tepatnya 1932, Archibald mulai mengembangkan idenya lebih jauh lagi dan kemudian lahirlah inovasi jembatan CH.

Saat itu, dia memimpin pembangunan Jalan Rowanduz di Irak yang merupakan rute strategis negara tersebut dan membutuhkan berbagai inovasi teknik konstruksi di dalamnya.

Mengutip Engineering New Zealand, Archibald kemudian mematenkan inovasinya pada tahun 1935.

Baca juga: Ini 37 Jembatan Callender Hamilton di Pulau Jawa yang Akan Dirombak

Jembatan CH dirancang dengan banyak tiang penopang dan menumpuk yang dianggap sebagai jembatan bernilai paling ekonomis pada masa itu.

Konstruksi jembatan CH dinilai lebih cepat dari biasanya dan dapat dikerjakan oleh teknisi yang tidak terampil karena komponennya dibuat dari pabrik.

Teknik ini kemudian terbukti sangat efektif dan digunakan dalam pengembangan jembatan militer sebelum dan selama Perang Dunia II.

Sementara di Indonesia, jembatan CH mulai dibangun pada pertengahan tahun 1970-an yang direncanakan mampu memikul 100 persen Beban Standar Bina Marga saat itu.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com