Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Anda Harus Tahu, Perbedaan Jembatan Callender Hamilton dan Cable Stayed

Hal ini menyusul telah ditandatanganinya proyek perjanjian Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) antara Kementerian PUPR dengan PT Baja Titian Utama, Senin (6/12/2021).

Asal tahu saja, Baja Titian Utama merupakan badan usaha pelaksana (BUP) yang dibentuk oleh pemenang lelang proyek tersebut yakni PT Bukaka Teknik Utama Tbk.

Ke-37 jembatan CH yang menelan nilai investasi sebesar Rp 2,199 triliun itu akan dimulai pembangunannya pada tahun 2022 dan diharapkan tuntas 2023.

Dengan demikian, sebelum pergantian kabinet Jokowi tahun 2020-2024, diharapkan sudah selesai dibangun.

Lalu, apa sebenarnya jembatan CH itu?

Archibald mulai mengembangkan desain jembatannya pada tahun 1927 di Irak. Saat itu dia bekerja sebagai asisten insinyur Departemen Pekerjaan Umum salah satu negara Timur Tengah tersebut.

Lima tahun kemudian atau tepatnya 1932, Archibald mulai mengembangkan idenya lebih jauh lagi dan kemudian lahirlah inovasi jembatan CH.

Saat itu, dia memimpin pembangunan Jalan Rowanduz di Irak yang merupakan rute strategis negara tersebut dan membutuhkan berbagai inovasi teknik konstruksi di dalamnya.

Mengutip Engineering New Zealand, Archibald kemudian mematenkan inovasinya pada tahun 1935.

Jembatan CH dirancang dengan banyak tiang penopang dan menumpuk yang dianggap sebagai jembatan bernilai paling ekonomis pada masa itu.

Konstruksi jembatan CH dinilai lebih cepat dari biasanya dan dapat dikerjakan oleh teknisi yang tidak terampil karena komponennya dibuat dari pabrik.

Teknik ini kemudian terbukti sangat efektif dan digunakan dalam pengembangan jembatan militer sebelum dan selama Perang Dunia II.

Sementara di Indonesia, jembatan CH mulai dibangun pada pertengahan tahun 1970-an yang direncanakan mampu memikul 100 persen Beban Standar Bina Marga saat itu.

Dikutip dari Sistem Manajemen Pengetahuan (Simantu) Kementerian PUPR, jembatan CH direncanakan sedemikian ekonomis di tanah air.

Seiring berjalannya waktu, model infrastruktur konektivitas ini mulai menunjukkan perilaku
paling mengkhawatirkan.

Hal itu ditunjukan dengan besamya tegangan, lendutan, dan getaran yang terjadi pada jembatan.

Hasil penelitian menunjukkan adanya indikasi akan terjadinya fenomena kelelahan bahan (fatigue) dari baja jembatan.

Untuk mengurangi besamya tegangan yang terjadi tersebut, maka elemen rangka baja yang menerima tegangan besar harus diperkuat.

Perkuatannya dapat dilakukan baik dengan cara menambahkan pelat atau profil baja yang mempunyai mutu setara atau dengan cara memberikan penegangan eksternal.

Selain perkuatan per elemen rangka baja, maka jembatan CH dapat diperkuat secara keseluruhan dengan menggunakan sistem pra-tegang eksternal.

Metode perkuatan pada jembatan rangka baja ini dilakukan sedemikian rupa sehingga diusahakan untuk tidak menimbulkan kerusakan atau perubahan pada elemen-elemen batang yang ada.

Lalu, harus dapat dilaksanakan dengan mudah di lapangan agar tidak mengganggu lalu lintas dan dari segi biaya juga dinilai cukup ekonomis.

Lantas, apa bedanya dengan jembatan cable-stayed?

Meski terlihat modern, desain jembatan cable stayed nyatanya sudah ada sejak abad ke-16 lalu.

Bahkan, model jembatan kabel pancang itu pernah tidak dikenal dan digantikan dengan struktur suspension bridge atau jembatan gantung yang kemudian populer pada abad ke-19 dan 20.

Namun demikian, pada abad ke-21 terutama sejak 30 tahun terakhir, jembatan kabel ini justru kembali booming dan kerap menjadi desain pilihan di berbagai negara.

Desain cable stayed brigde digambarkan dengan sebuah gelagar kabel dari baja yang menghubungkan dasar jembatan dengan menara jembatan.

Penting diketahui, jembatan cable stayed yang dibangun pertama kali pada abad ke-19 ternyata pernah mengalami kegagalan.

Pada Januari 1818, Jembatan Dryburg Abbey di Skotlandia juga pernah ambruk. Infrastruktur ini runtuh setelah enam bulan dibuka dan digunakan untuk umum.

Tak berhenti sampai di situ, enam tahun kemudian atau tepatnya 6 Desember 1824, Jembatan Saale River Bridge di Jerman pun ikut mengalami keruntuhan.

Sejumlah 300 orang pengendara berbaris sepanjang jembatan yang kemudian menyebakan salah satu kabel besi penyangga putus.

Putusnya salah satu gelagar kabel baja itu berdampak pada kabel lainnya dan seluruh bagian jembatan pun runtuh. Dari kasus tersebut, 55 orang dilaporkan meninggal dunia.

Namun, progres pembangunan jembatan kabel pancang semakin mutakhir seiring berjalannya waktu.

Menurut Dosen Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) Iswandi Imran, saat ini sudah banyak pembelajaran tentang pembangunan jembatan tersebut. Hal ini tentu saja semakin meminimalisasi risiko yang akan terjadi.

Dia menjelaskan, cable stayed bridge umumnya memiliki bentangan yang cukup panjang. Sehingga, jembatan lebih fleksibel sekaligus lebih rentan terhadap beban angin.

Meski begitu, jembatan ini dapat dikatakan aman sejauh pembangunannya memperhatikan setiap aspek perilaku yang ada seperti beban lalu lintas, angin, juga gempa.

"Nah sekarang yang seperti ini sudah dipahami, makanya setiap pembangunan jembatan itu kan tentu mesti dievaluasi secara komprehensif," tutup Iswandi.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/12/06/191414721/anda-harus-tahu-perbedaan-jembatan-callender-hamilton-dan-cable-stayed

Terkini Lainnya

Jembatan 'Mobile' di Swiss, Inovasi Perbaikan Jalan Tanpa Menutup Jalur

Jembatan "Mobile" di Swiss, Inovasi Perbaikan Jalan Tanpa Menutup Jalur

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kota Malang: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kota Malang: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perbaikan Jalan Daerah di Sultra Telan Anggaran Rp 631 Miliar

Perbaikan Jalan Daerah di Sultra Telan Anggaran Rp 631 Miliar

Berita
Mulai 16 Mei, Lintasi Tol Serang-Panimbang Dapat Diskon Tarif 30 Persen

Mulai 16 Mei, Lintasi Tol Serang-Panimbang Dapat Diskon Tarif 30 Persen

Berita
Ini Alasan Mengapa Anda Harus Membeli Kursi Plastik untuk Furnitur Rumah

Ini Alasan Mengapa Anda Harus Membeli Kursi Plastik untuk Furnitur Rumah

Tips
Pengembang Indonesia Jadi Pemilik Tunggal Aset Rp 5,7 Triliun di Sydney

Pengembang Indonesia Jadi Pemilik Tunggal Aset Rp 5,7 Triliun di Sydney

Berita
Harga Sewa Mal di Jakarta Naik Jadi Rp 584.077 Per Meter Persegi

Harga Sewa Mal di Jakarta Naik Jadi Rp 584.077 Per Meter Persegi

Ritel
SE Desain Prototipe Rumah Sederhana Masih Diharmonisasi Kemenkumham

SE Desain Prototipe Rumah Sederhana Masih Diharmonisasi Kemenkumham

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Pasuruan: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Pasuruan: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Mengungkap Pertumbuhan Pasar Hotel, Bengkulu, Sultra dan Kalteng Paling Cuan

Mengungkap Pertumbuhan Pasar Hotel, Bengkulu, Sultra dan Kalteng Paling Cuan

Hotel
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Ponorogo: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Ponorogo: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bojonegoro: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bojonegoro: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kota Pasuruan: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kota Pasuruan: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Jember: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Jember: Pilihan Ekonomis

Perumahan
[POPULER PROPERTI] 10 Juta Bambu Jadi Matras Tol 'Atas Laut' Semarang-Demak

[POPULER PROPERTI] 10 Juta Bambu Jadi Matras Tol "Atas Laut" Semarang-Demak

Berita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke