Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gula-gula Beli Properti, Bebas PPN dan Bantuan Biaya Administrasi

Pemberian kedua insentif itu telah diputuskan oleh pemerintah dalam rapat internal yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa (24/10/2023).

"Tadi Bapak Presiden meminta agar dilakukan program PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah atau properti di bawah Rp 2 miliar," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dikutip dari kanal Youtube Sekretariat Presiden.

"Ini akan berlaku PPN-nya 100 persen ditanggung pemerintah sampai dengan bulan Juni tahun depan (2024). Sesudah Juni, PPN 50 persen ditanggung pemerintah," jelasnya.

Selain PPN DTP, pemerintah juga akan memberikan bantuan uang kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mengurangi biaya administrasi saat pembelian rumah subsidi.

"Bantuan administrative cost-nya termasuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan yang lain itu sekitar Rp 13,3 juta. Pemerintah akan berkontribusi sekitar Rp 4 juta dan ini sampai tahun 2024," terangnya.

Airlangga menyampaikan, kedua kebijakan ini dibuat untuk menggairahkan sektor properti. Mengingat sektor ini memiliki efek berganda yang besar dalam perekonomian nasional.

Selama periode 2018-2022, sektor perumahan (konstruksi dan real estat) mampu menciptakan nilai tambah sebesar Rp 2.349 triliun-Rp 2.865 triliun per tahun atau setara dengan 14,6%-16,3% terhadap PDB.

Di samping itu, sektor ini juga telah mampu menyerap 13,8 juta tenaga kerja per tahun atau sekitar 10,2% dari total lapangan kerja pada tahun 2022.

"Untuk mendorong sektor perumahan yang pertumbuhan PDB-nya rendah, real estat hanya tumbuh 0,67%, dan PDB konstruksi hanya tumbuh 2,7%, diperlukan kebijakan untuk menggairahkan kembali sektor perumahan," pungkas Airlangga.

Tanggapan Pengembang

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Real Estat Indonesia (REI) Joko Suranto pun berterima kasih kepada pemerintah dan menyambut baik atas kebijakan tersebut.

"Pertama, ini in line menjawab permohonan kami pada saat Musyawarah Nasional (Munas) REI ataupun dalam beberapa kesempatan mengenai industri properti ini kan belum rebound (kembali) seperti industri-industri lain," terang Joko kepada Kompas.com, Selasa (24/10/2023).

Kedua, jumlah masyarakat yang membutuhkan rumah masih tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, masyarakat yang menginginkan rumah sebesar 13,5 juta.

Sementara 10 tahun kemudian atau tepatnya 2020, masih terdapat 12,7 juta masyarakat yang membutuhkan hunian.

Joko berpendapat, ini artinya belum ada pertumbuhan signifikan terhadap backlog (kekurangan) perumahan itu sendiri.

"Dari sini kita tahu, bahwa ada beberapa klaster masyarakat yang belum bisa atau mengalami kesulitan mendapatkan rumah," ucap dia.

Saat ini, masyarakat yang mendapatkan insentif dari Pemerintah adalah yang tergolong MBR dengan batasan maksimal penghasilan Rp 8 juta.

"Padahal, akan ada yang (MBR) 8 juta plus 100.000. Ini gimana mendapatkan akses juga, ada gradasinya. Juga, kemudian, taruhlah yang Rp 4 juta, taruhlah yang belum bisa mendapatkan akses kepemilikan. Itu kan juga terus ada akses sewa, itu juga harus kita berikan," lanjutnya.

Akan tetapi, REI sangat berterima kasih dan menyambut baik apa yang akan diputuskan oleh Presiden Jokowi agar dapat mengakselerasi terhadap masyarakat yang membutuhkan rumah, memudahkan mereka, serta meringankan untuk mengakses perumahan.

Joko menambahkan, industri properti telah memberikan kontribusi kepada PDB 14 persen-16 persen maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 9 persen, serta penyerapan terhadap tenaga kerja 10 juta-12 juta orang.

Hal ini dinilai Joko sebagai sesuatu yang besar. Namun, ternyata hal itu belum memberikan dampak nyata terhadap ketimpangan itu sendiri.

"Maka beberapa waktu ini, kami sedang menggodok dan akan menyampaikan kepada Presiden mengenai skema atau paradigma properti sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN)," ungkap Joko.

Sebagai contoh, anggota REI kini telah mencapai 6.700 pengembang. Dalam setahun, apabila berinvestasi Rp 10 miliar saja, tentunya dapat meraup dana sebesar Rp 6,7 triliun.

Jadi, hal tersebut tentunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Dengan itu, REI mendorong skema propertinomic. Artinya, apabila properti didorong sebagai pengungkit ekonomi, maka langkah tersebut dinilai tepat.

Sebab, backbone (tulang punggung) industri properti menyangkut 185 industri turunan.

"Jadi, begitu properti didorong, ditumbuhkan, maka akan mendorong pertumbuhan 185 industri. Sebuah angka yang sangat besar, multiplier-nya sangat besar," tambah Joko.

"Properti ini kan industri padat karya. Artinya, kan kita dorong taruhlah sekarang ini baru diberikan MBR itu di 260.000, kita dorong 500.000. Itu juga bagian roadmap (peta jalan) terhadap backlog perumahan di Indonesia," lanjutnya.

Hal yang harus diperhatikan lagi adalah agar masyarakat Indonesia tidak dijadikan objek, tetapi juga ditempatkan sebagai momentum atas pertumbuhan ekonomi itu sendiri agar menjadi subjek.

Sehingga, dengan serapan tenaga kerja, efek berganda itu sendiri, masyarakat tertolong, terfasilitas, mendapatkan keringanan untuk mengakses perumahan itu sendiri.

Bahkan, skema propertinomic itu sendiri sudah diterapkan di Singapura, Amerika Serikat, maupun China.

Sementara Indonesia yang diberikan berkah demografi sudah saatnya memakai skema tersebut sebagai cara untuk menumbuhkan ekonomi negara.

https://www.kompas.com/properti/read/2023/10/25/060000521/gula-gula-beli-properti-bebas-ppn-dan-bantuan-biaya-administrasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke