Dia juga menyoroti kemampuan Hamas “mendaur ulang” bom-bom Israel yang belum meledak.
Menurut Birch, poros sepanjang sepuluh hingga 15 meter mesti digali untuk menangani bom udara yang belum meledak dan berada di bawah tanah.
Ahli peledak kemudian memanjat turun dan melumpuhkan bom itu..
Birch menambahkan bahwa sebagian besar pekerjaan di Gaza sekarang akan terfokus kepada menyingkirkan “artileri di tingkat permukaan”.
“Kita tidak mengetahui besarnya kontaminasi dengan sisa-sisa bahan peledak di bagian utara Gaza karena belum bisa melakukan kajian,” ujarnya.
“Ini adalah operasi tidak terduga. Barangkali ini adalah yang pertama sejak perang konvensional besar terakhir di Eropa.”
Baca juga: Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan
LSM dari Inggris Humanity and Inclusion (HI) baru-baru ini mengirim dua pakar penanganan bom ke Rafah, kota di selatan Gaza, untuk melakukan kajian.
Bom sebanyak 45.000 diduga dijatuhkan pada 89 hari pertama konflik. Organisasi itu menggunakan tingkat kegagalan rata-rata 14 persen dan menyebut kemungkinan ada 6.300 bom yang gagal berfungsi dan masih belum meledak.
“Seiring perubahan konteks di Gaza, orang-orang sering kali bergerak ke sana-sini. Ketakutan terbesar kami adalah saat pulang ke rumah—yang rusak atau hancur—mereka akan mencoba masuk ke rumah untuk menyelamatkan harta benda mereka,” tutur Simon Elmont, ahli penanganan bahan peledak dari HI.
“Berdasarkan zona konflik lainnya seperti Raqqa dan Mosul, kita tahu saat-saat seperti inilah yang risikonya paling tinggi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, sebanyak 80 persen dari infrastruktur sipil—termasuk rumah, rumah sakit, sekolah, fasilitas air dan sanitasi—hancur atau rusak parah.
Rekonstruksi Gaza akan memakan biaya sebesar 18.5 miliar dollar AS (sekitar Rp 300 triliun), menurut PBB dan Bank Dunia. Kedua organisasi ini menambahkan sebanyak 26 juta ton puing-puing harus disingkirkan dan operasinya membutuhkan waktu bertahun-tahun, bahkan satu dekade.
UNMAS mengaku butuh 45 juta dollar AS (sekitar Rp 732 miliar) untuk menyiapkan operasinya. Sejauh ini, mereka baru menerima 5,5 juta dollar AS (sekitar Rp 89,5 miliar)—UNMAS berharap akan ada lebih banyak pendanaan begitu perang usai.
Saat ini ada 12 orang staf UNMAS di Gaza yang membersihkan artileri yang belum meledak supaya kelompok bantuan kemanusiaan bisa mulai menjangkau warga Palestina yang kelaparan dan mengedukasi mereka tentang bahayanya amunisi tersebut.
Baca juga: Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.