Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Banyak warga Palestina yang terlantar kembali pulang dan mencoba menyelamatkan apa yang tersisa dari reruntuhan rumah masing-masing. Akan tetapi, ada bahaya yang menghantui mereka: bahan peledak yang belum meledak.

Badan PBB untuk urusan koordinasi kemanusiaan (UNOCHA) segera melakukan kajian di Khan Younis.

Dalam pernyataannya, UNOCHA menyebut, “Jalanan dan area publik di Khan Younis berserakan dengan artileri yang belum meledak yang berisiko tinggi untuk warga sipil.”

“Tim kami menemukan bom-bom seberat 450 kilogram tergeletak di persimpangan-persimpangan utama dan banyak sekolah.”

Pakar militer memperkirakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menjatuhkan puluhan ribu bom sejak perang dimulai.

PBB punya tim khusus di Gaza yang membersihkan dan mengamankan bom-bom yang belum meledak. Kelompok ini disebut Layanan Aksi Ranjau Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNMAS) di negara Palestina.

Kepala UNMAS, Charles “Mungo” Birch, menyebut puing-puing di Gaza lebih banyak dibandingkan Ukraina.

“Terdapat segala macam bahan peledak mulai dari bom udara skala besar hingga roket

UNMAS, sambung Birch, memperkirakan 10 persen dari amunisi ini gagal berfungsi.

Birch juga mengatakan, Israel menggunakan bom udara untuk menyasar “bangunan bawah tanah” atau terowongan yang ada di bawah permukaan Bumi.

Bom-bom yang terkubur dalam tanah ini merupakan sisa dari pertikaian sebelumnya antara kelompok perlawanan dan Israel.

Penyingkiran satu bom membutuhkan waktu satu bulan—tetapi kemudian semuanya berubah.

Birch sedang berada di Gaza bagian utara saat Hamas menyerbu Israel pada 7 Oktober 2023. Kelompok itu membunuh setidaknya 1.200 orang Israel dan menculik 250 lainnya untuk dijadikan sandera.

Israel segera melancarkan serangan balasan.

Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant mengatakan, IDF menjatuhkan 10.000 bom dan misil di Kota Gaza pada 26 hari pertama perang berlangsung.

“Situasinya sangat genting,” ujar Birch.

Pada akhir Maret, meski mendapat kritik dari kelompok hak asasi manusia dan sebagian anggota Partai Demokrat AS, The Washington Post dan kantor berita Reuters melaporkan, pemerintahan Presiden AS Joe Biden menyetujui pengiriman lebih dari 1.800 bom MK84 seberat 900 kilogram dan bom 500 MK82 seberat 230 kilogram ke Israel.

Bom-bom yang lebih besar ini sebelumnya dikaitkan dengan serangan udara di Gaza yang menimbulkan banyak korban jiwa.

Kementerian kesehatan Hamas menyatakan, sedikitnya 33.970 orang Palestina tewas di Gaza karena gempuran Israel.

Serangan bom

Pasukan Pertahanan Israel (ID)F tidak pernah secara spesifik menyebut persenjataan apa yang digunakan dalam serangan mereka.

Namun, cukup masuk akal untuk menyimpulkan bahwa foto-foto persenjataan pesawat militer yang diunggah di media sosial mereka adalah sama dengan yang digunakan pada perang ini.

Ahli senjata Brian Castner dari Amnesty International mengatakan, Israel mengerahkan bom MK84 seberat 900 kilogram yang tidak terarah dikarenakan skala kerusakan besar di Gaza.

“Tantangan bom MK84 terletak di ukurannya yang besar karena beratnya sekitar 900 kilogram. Setengahnya adalah bahan peledak dan setengahnya lagi baja—dan bom ini bisa mengenai warga-warga sipil dari jarak ratusan meter,” ujar Castner.

“Karenanya, bom MK84 harus dipindahkan ke tempat lain dan ditangani dengan aman. Secara geografis, Gaza itu kecil jadi susah untuk melakukan ini.”

BBC Arabic Trending bertanya pada IDF area-area mana saja di Gaza yang sudah dibersihkan pihaknya dari bom yang belum meledak.

“Maaf, tapi kami tidak akan berbicara hal-hal spesifik,” ucap seorang juru bicara.

Castner menyebut roket-roket yang dilancarkan Hamas tingkat kegagalannya mungkin lebih tinggi dan juga berbahaya apabila dibiarkan tidak meledak di bawah reruntuhan.

Dia juga menyoroti kemampuan Hamas “mendaur ulang” bom-bom Israel yang belum meledak.

Menurut Birch, poros sepanjang sepuluh hingga 15 meter mesti digali untuk menangani bom udara yang belum meledak dan berada di bawah tanah.

Ahli peledak kemudian memanjat turun dan melumpuhkan bom itu..

Birch menambahkan bahwa sebagian besar pekerjaan di Gaza sekarang akan terfokus kepada menyingkirkan “artileri di tingkat permukaan”.

“Kita tidak mengetahui besarnya kontaminasi dengan sisa-sisa bahan peledak di bagian utara Gaza karena belum bisa melakukan kajian,” ujarnya.

“Ini adalah operasi tidak terduga. Barangkali ini adalah yang pertama sejak perang konvensional besar terakhir di Eropa.”

Bom sebanyak 45.000 diduga dijatuhkan pada 89 hari pertama konflik. Organisasi itu menggunakan tingkat kegagalan rata-rata 14 persen dan menyebut kemungkinan ada 6.300 bom yang gagal berfungsi dan masih belum meledak.

“Seiring perubahan konteks di Gaza, orang-orang sering kali bergerak ke sana-sini. Ketakutan terbesar kami adalah saat pulang ke rumah—yang rusak atau hancur—mereka akan mencoba masuk ke rumah untuk menyelamatkan harta benda mereka,” tutur Simon Elmont, ahli penanganan bahan peledak dari HI.

“Berdasarkan zona konflik lainnya seperti Raqqa dan Mosul, kita tahu saat-saat seperti inilah yang risikonya paling tinggi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, sebanyak 80 persen dari infrastruktur sipil—termasuk rumah, rumah sakit, sekolah, fasilitas air dan sanitasi—hancur atau rusak parah.

Rekonstruksi Gaza akan memakan biaya sebesar 18.5 miliar dollar AS (sekitar Rp 300 triliun), menurut PBB dan Bank Dunia. Kedua organisasi ini menambahkan sebanyak 26 juta ton puing-puing harus disingkirkan dan operasinya membutuhkan waktu bertahun-tahun, bahkan satu dekade.

UNMAS mengaku butuh 45 juta dollar AS (sekitar Rp 732 miliar) untuk menyiapkan operasinya. Sejauh ini, mereka baru menerima 5,5 juta dollar AS (sekitar Rp 89,5 miliar)—UNMAS berharap akan ada lebih banyak pendanaan begitu perang usai.

Saat ini ada 12 orang staf UNMAS di Gaza yang membersihkan artileri yang belum meledak supaya kelompok bantuan kemanusiaan bisa mulai menjangkau warga Palestina yang kelaparan dan mengedukasi mereka tentang bahayanya amunisi tersebut.

https://www.kompas.com/global/read/2024/04/29/114028670/penyebab-kenapa-menyingkirkan-bom-yang-belum-meledak-di-gaza-butuh-waktu

Terkini Lainnya

Gunung Kilauea di Hawaii, Salah Satu Gunung Berapi Paling Aktif di Dunia, Meletus

Gunung Kilauea di Hawaii, Salah Satu Gunung Berapi Paling Aktif di Dunia, Meletus

Global
Rangkuman Hari Ke-831 Serangan Rusia ke Ukraina: 3 Tewas di Ukraina | Serangan Lebih Besar ke Rusia

Rangkuman Hari Ke-831 Serangan Rusia ke Ukraina: 3 Tewas di Ukraina | Serangan Lebih Besar ke Rusia

Global
Polisi San Francisco Tangkap 70 Pengunjuk Rasa yang Terobos Konsulat Israel

Polisi San Francisco Tangkap 70 Pengunjuk Rasa yang Terobos Konsulat Israel

Global
Roket dan Drone Hezbollah Akibatkan Kebakaran di Israel

Roket dan Drone Hezbollah Akibatkan Kebakaran di Israel

Global
AS Cari Dukungan PBB Terkait Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

AS Cari Dukungan PBB Terkait Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Global
Sosok Claudia Sheinbaum, Perempuan Pertama yang Terpilih Jadi Presiden Meksiko

Sosok Claudia Sheinbaum, Perempuan Pertama yang Terpilih Jadi Presiden Meksiko

Internasional
Nenek Ini Meninggal di Panti Jompo, tapi Ditemukan Bernapas di Rumah Duka

Nenek Ini Meninggal di Panti Jompo, tapi Ditemukan Bernapas di Rumah Duka

Global
Para Pemimpin Dunia Puji Kemenangan Claudia Sheinbaum Jadi Presiden Meksiko

Para Pemimpin Dunia Puji Kemenangan Claudia Sheinbaum Jadi Presiden Meksiko

Global
Israel Konfirmasi Semakin Banyak Sandera Tewas, Ini Alasannya

Israel Konfirmasi Semakin Banyak Sandera Tewas, Ini Alasannya

Global
G7 Dukung Perjanjian Damai di Gaza, Minta Hamas Segera Menerimanya

G7 Dukung Perjanjian Damai di Gaza, Minta Hamas Segera Menerimanya

Global
[POPULER GLOBAL] Ini Alasan Korut Kirim Balon Sampah | Kakak Adik Nikahi 1 Perempuan

[POPULER GLOBAL] Ini Alasan Korut Kirim Balon Sampah | Kakak Adik Nikahi 1 Perempuan

Global
Kedubes Israel di Romania Dilempari Bom Molotov

Kedubes Israel di Romania Dilempari Bom Molotov

Global
Alasan Kenapa Trump Tetap Bisa Maju ke Pilpres AS 2024 Andaikan Dipenjara

Alasan Kenapa Trump Tetap Bisa Maju ke Pilpres AS 2024 Andaikan Dipenjara

Global
Memanas, Korea Selatan Berencana Setop Perjanjian Militer Buntut Korea Utara Kirim Balon Sampah

Memanas, Korea Selatan Berencana Setop Perjanjian Militer Buntut Korea Utara Kirim Balon Sampah

Global
Kisah Collier Landry, Bocah 11 Tahun yang Yakinkan Detektif bahwa Ayahnya Membunuh Ibunya

Kisah Collier Landry, Bocah 11 Tahun yang Yakinkan Detektif bahwa Ayahnya Membunuh Ibunya

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke