DHAKA, KOMPAS.com - Indonesia untuk kali pertama mengadakan forum Dialogue on Democracy in Inclusive Society (DDIS) bekerja sama dengan Nepal dan Bangladesh.
Pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan di Dhaka dan Kathmandu pada 15-22 Maret tersebut di antaranya yakni Kemlu RI, KBRI Dhaka, Kemlu Bangladesh, dan Kemlu Nepal.
DDIS menjadi wadah dialog konstruktif, pertukaran gagasan, dan kerja sama kolaboratif antara unsur pemerintah, media, dan civil society organizations (CSO).
Baca juga: Kemeriahan Peringatan HUT Ke-77 RI di KBRI Dhaka
DDIS juga merupakan implementasi konkret dari promosi nilai-nilai Bali Democracy Forum (BDF) dan aset soft power Indonesia terkait pluralisme, inklusivitas, dan demokrasi.
Hasil keluaran DDIS akan ditindaklanjuti menjadi rekomendasi kerja sama Indonesia, Bangladesh dan Nepal selanjutnya.
Forum DDIS menghadirkan sejumlah pembicara mumpuni, seperti Dr. Mohammad Hasan Ansori, Direktur Eksekutif the Habibie Center Indonesia; Dr. Philips J. Vermonte, Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Islam Internasional Indonesia; dan Uni Zulfiani Lubis, jurnalis senior.
Sementara dari pihak Nepal dan Bangladesh, hadir Dr. Sadeka Halim, Wakil Kanselir dari Universitas Jaganath; Duta Besar (Dubes) Abdul Hannan; Dr. Lailufar Yasmin, Dekan Fakultas Hubungan Internasional dari Universitas Dhaka; Mr. Nayeemul Islam Khan, Editor Grup Media Daily; Prof. Dr. Meena Vaidya Malla, profesor dari Universitas Tribhuvan; Dr. Nishchal Nath Pandey, Direktur Center for South Asian Studies (CSAS); serta mantan Dubes untuk Nepal Dr. Khagnath Adhikari dan Dr. Narad Nath Bharadwhaj.
“Forum ini adalah bentuk komitmen nyata Indonesia untuk merawat demokrasi dan masyarakat inklusif, dan kami sangat senang bisa bekerja sama dengan Bangladesh dan Nepal,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu RI Siti Nugraha Mauludiah dalam sambutan pembukaan.
Menurut dia, ketiga negara sepakat akan adanya urgensi kolaborasi lintas sektor dalam merawat pluralisme.
"Semua pihak perlu memiliki pondasi pemikiran yang sama bahwa inklusivitas berkorelasi positif dengan demokrasi yang menjunjung konsep pluralisme," tambahnya, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Kompas.com pada Jumat malam.
Baca juga: Kebakaran Mal 7 Lantai di Bangladesh Tewaskan 44 Orang
Duber RI untuk Bangladesh dan Nepal, Heru Subolo menyatakan, DDIS adalah salah satu medium penguatan people-to-people contact antara Indonesia, Bangladesh, dan Nepal.
"Di forum kali ini, tidak saja kita berdialog mengenai prinsip dan praktek pengalaman berdemokrasi tapi kita juga aktif melakukan pertukaran ide dan kesempatan kolaborasi." jelas dia.
Narasumber dari Indonesia sepakat bahwa kemajuan ekonomi Indonesia perlu didukung dengan kenaikan Human Development Index (HDI) yang baik.
Hal itu akan menjadi bukti bahwa democracy delivers, memberikan akses memadai pada kesehatan, pendidikan, penghidupan layak dan perlindungan hukum.
Para narasumber juga menyoroti bahwa kebutuhan untuk literasi media dan digital penting dibutuhkan. Warganet dianggap harus memiliki kemampuan menganalisa, mengevaluasi dan mendeteksi kredibilitas informasi yang tersebar di dunia maya.
Salah satu narasumber dari Bangladesh, Dr. Sadeka Halim, Vice Chancellor, dari Universitas Jagannath mengatakan, DDIS adalah forum yang timely untuk membantu menjawab tantangan demokrasi dewasa ini.
"Kepercayaan masyarakat perlu dipulihkan, salah satunya dengan mengatasi isu power imbalance antara pemerintah dan aktor non-pemerintah,” jelasnya.
Sementara Prof. Dr. Meena Vaidya Malla dari Universitas Tribhuvan menekankan, suara minoritas, kaum termarjinalkan, dan kaum less priviledged adalah inti dari masyarakat plural.
"Saat suara mereka terdengar jelas adalah saat kita tahu bahwa demokrasi sudah berfungsi dengan optimal," ungkapnya.
Acara itu juga mendapatkan penilian positif dari para peserta yang hadir, termasuk para mahasiswa dari Universitas Dhaka yang memberikan perhatian khusus pada praktek kebebasan pers di Indonesia.
Audience Nepal menunjukkan ketertarikan khusus pada perkembangan media digital yang telah dilaksanakan oleh Indonesia, utamanya menyangkut regulasi dan mekanisme “check and balance” media terhadap kerja pemerintah.
Baca juga: Dampak Perang Saudara Myanmar Sampai ke Bangladesh
Beberapa mahasiswa Nepal juga menanyakan kemungkinan adanya beasiswa untuk mengejar pendidikan tinggi di Indonesia.
Di sela–sela kegiatan DDIS, Dirjen Siti sebagai Ketua Delegasi berkesempatan untuk melakukan kunjungan kehormatan kepada Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Nepal.
Indonesia, Bangladesh, dan Nepal sepakat untuk menjajaki kemungkinan untuk mengadakan DDIS ke-2 dengan Indonesia sebagai tuan rumah di tahun 2025.
DDIS Bangladesh dan Nepal dihadiri lebih dari 135 orang unsur pemerintahan think tank, akademisi, civil society organizations (CSO), korps diplomatik dan media dari kedua negara.
Beberapa perwakilan dari Bangladesh Institute of International and Strategic Studies (BIISS), Bangladesh Insitute of Law and International Affairs, University of Dhaka, Jagannath University, Media Daily Our Time, Universitas Tribhuvan, dan Center for South Asian Studies juga turut hadir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.