Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Kenapa AS Ingin Larang TikTok

Kompas.com - 17/03/2024, 14:21 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Nik Martin/DW Indonesia

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Untuk kali kedua dalam empat tahun, aplikasi populer TikTok harus bertaruh nasib di Amerika Serikat.

Setelah mantan Presiden Donald Trump gagal memaksakan penjualan TikTok AS jelang pemilu pada 2020 silam, pada Rabu (13/3/2024) Kongres meloloskan legislasi yang mewajibkan perusahaan China, ByteDance, melepas saham mayoritasnya dalam enam bulan atau terancam diblokir secara nasional.

Meski demikian, UU tersebut masih harus melalui kamar kedua parlemen, yakni Senat. Presiden Joe Biden sendiri berjanji akan meratifikasi pengesahan RUU jika diloloskan oleh Kongres.

Baca juga: DPR AS Loloskan RUU Larangan TikTok

Sejak diluncurkan pada 2016, TikTok kini memiliki lebih satu miliar pengguna di dunia, termasuk 170 juta di Amerika Serikat.

Menurut survei, pengguna di AS rata-rata menghabiskan waktu di TikTok antara 60 sampai 80 menit per hari. Dibandingkan Instagram, rata-rata durasi penggunaan berkisar antara 30-40 menit setiap hari.

Dinas intelijen AS berulang kali memperingatkan betapa TikTok telah menjadi instrumen politik Pemerintah China yang bisa digunakan untuk menggerus demokrasi.

Hal ini kembali ditegaskan oleh kantor Direktorat Intelijen Nasional pekan ini, ketika melaporkan derasnya propaganda Beijing yang membidik kandidat Partai Demokrat dan Republik jelang pemilu sela 2022 silam. Dikhawatirkan, cara serupa akan kembali digunakan pada pemilu kepresidenan, November mendatang.

Apakah larangan TikTok didukung luas?

RUU larangan TikTok mendapat dukungan lintas partai dan lolos melalui Kongres dengan suara dari kedua partai politik.

Legislasi itu menjadi momen "langka" yang menyatukan dua rival politik terbesar AS, kata Gene Munster dari lembaga pengelola aset, Deepwater, dalam sebuah unggahan di YouTube. "Pada dasarnya, legislasi ini melanjutkan politik tegas terhadap China."

Namun, sejumlah anggota Senat menilai besar risiko politik jika negara melarang aplikasi media sosial yang populer jelang pemilihan umum.

Juru bicara Gedung Putih, Jake Sullivan, mengaku RUU tersebut dirancang untuk mengakhiri kepemilikan China, bukan diniatkan sebagai larangan.

"Apakah kita mau TikTok dimiliki perusahaan Amerika atau China? Apakah kita ingin data-data pribadi warga tetap disimpan di Amerika atau di China?" tandasnya kepada wartawan.

TikTok sebelumnya sudah menegaskan, pihaknya tidak berniat memindahkan data pengguna AS ke luar negeri, apalagi ke China.

Baca juga: Intelijen AS Ungkap Potensi China Manfaatkan TikTok Pengaruhi Pilpres AS

Kenapa larangan TikTok dianggap bermasalah?

Lembaga advokasi Uni Kebebasan Sipil Amerika, ACLU, memperingatkan betapa larangan "akan melanggar hak sipil dalam Amandemen Pertama bagi ratusan juta warga yang menggunakan aplikasi ini untuk berkomunikasi dan mengekspresikan diri mereka setiap hari."

Halaman:

Terkini Lainnya

Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Global
Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Global
Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza akibat Serangan Israel...

Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza akibat Serangan Israel...

Global
Arab Saudi Imbau Warga Waspadai Penipuan Visa Haji Palsu

Arab Saudi Imbau Warga Waspadai Penipuan Visa Haji Palsu

Global
China Beri Subsidi Rp 22,8 Juta ke Warga yang Mau Tukar Mobil Lama ke Baru

China Beri Subsidi Rp 22,8 Juta ke Warga yang Mau Tukar Mobil Lama ke Baru

Global
Atlet Palestina Bakal Diundang ke Olimpiade Paris 2024

Atlet Palestina Bakal Diundang ke Olimpiade Paris 2024

Global
Rangkuman Hari Ke-793 Serangan Rusia ke Ukraina: Serangan Jalur Kereta Api | Risiko Bencana Radiasi Nuklir

Rangkuman Hari Ke-793 Serangan Rusia ke Ukraina: Serangan Jalur Kereta Api | Risiko Bencana Radiasi Nuklir

Global
Hamas Pelajari Proposal Gencatan Senjata Baru dari Israel

Hamas Pelajari Proposal Gencatan Senjata Baru dari Israel

Global
Rektor Universitas Columbia Dikecam atas Tindakan Keras Polisi pada Pedemo

Rektor Universitas Columbia Dikecam atas Tindakan Keras Polisi pada Pedemo

Global
China Jadi Tuan Rumah Perundingan Persatuan Palestina bagi Hamas-Fatah

China Jadi Tuan Rumah Perundingan Persatuan Palestina bagi Hamas-Fatah

Global
Mahasiswa Paris Akhiri Demo Perang Gaza Usai Bentrokan di Jalanan

Mahasiswa Paris Akhiri Demo Perang Gaza Usai Bentrokan di Jalanan

Global
Perempuan Ini Bawa 2 Kg Kokain di Rambut Palsunya

Perempuan Ini Bawa 2 Kg Kokain di Rambut Palsunya

Global
[POPULER GLOBAL] Rudal Tua Tapi Canggih | Miss Buenos Aires Usianya 60

[POPULER GLOBAL] Rudal Tua Tapi Canggih | Miss Buenos Aires Usianya 60

Global
WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

Global
Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com