Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Alasan Kenapa AS Ingin Larang TikTok

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Untuk kali kedua dalam empat tahun, aplikasi populer TikTok harus bertaruh nasib di Amerika Serikat.

Setelah mantan Presiden Donald Trump gagal memaksakan penjualan TikTok AS jelang pemilu pada 2020 silam, pada Rabu (13/3/2024) Kongres meloloskan legislasi yang mewajibkan perusahaan China, ByteDance, melepas saham mayoritasnya dalam enam bulan atau terancam diblokir secara nasional.

Meski demikian, UU tersebut masih harus melalui kamar kedua parlemen, yakni Senat. Presiden Joe Biden sendiri berjanji akan meratifikasi pengesahan RUU jika diloloskan oleh Kongres.

Sejak diluncurkan pada 2016, TikTok kini memiliki lebih satu miliar pengguna di dunia, termasuk 170 juta di Amerika Serikat.

Menurut survei, pengguna di AS rata-rata menghabiskan waktu di TikTok antara 60 sampai 80 menit per hari. Dibandingkan Instagram, rata-rata durasi penggunaan berkisar antara 30-40 menit setiap hari.

Dinas intelijen AS berulang kali memperingatkan betapa TikTok telah menjadi instrumen politik Pemerintah China yang bisa digunakan untuk menggerus demokrasi.

Hal ini kembali ditegaskan oleh kantor Direktorat Intelijen Nasional pekan ini, ketika melaporkan derasnya propaganda Beijing yang membidik kandidat Partai Demokrat dan Republik jelang pemilu sela 2022 silam. Dikhawatirkan, cara serupa akan kembali digunakan pada pemilu kepresidenan, November mendatang.

Apakah larangan TikTok didukung luas?

RUU larangan TikTok mendapat dukungan lintas partai dan lolos melalui Kongres dengan suara dari kedua partai politik.

Legislasi itu menjadi momen "langka" yang menyatukan dua rival politik terbesar AS, kata Gene Munster dari lembaga pengelola aset, Deepwater, dalam sebuah unggahan di YouTube. "Pada dasarnya, legislasi ini melanjutkan politik tegas terhadap China."

Namun, sejumlah anggota Senat menilai besar risiko politik jika negara melarang aplikasi media sosial yang populer jelang pemilihan umum.

Juru bicara Gedung Putih, Jake Sullivan, mengaku RUU tersebut dirancang untuk mengakhiri kepemilikan China, bukan diniatkan sebagai larangan.

"Apakah kita mau TikTok dimiliki perusahaan Amerika atau China? Apakah kita ingin data-data pribadi warga tetap disimpan di Amerika atau di China?" tandasnya kepada wartawan.

TikTok sebelumnya sudah menegaskan, pihaknya tidak berniat memindahkan data pengguna AS ke luar negeri, apalagi ke China.

Kenapa larangan TikTok dianggap bermasalah?

Lembaga advokasi Uni Kebebasan Sipil Amerika, ACLU, memperingatkan betapa larangan "akan melanggar hak sipil dalam Amandemen Pertama bagi ratusan juta warga yang menggunakan aplikasi ini untuk berkomunikasi dan mengekspresikan diri mereka setiap hari."

"Kami sangat kecewa bahwa para pemimpin kita sekali lagi berusaha menukar Amendemen Pertama demi elektabilitas murahan di tahun politik," kata Jenna Leventoff, penasihat senior ACLU.

Demi memengaruhi legislasi, penguna TikTok di AS mendapat pesan dari ByteDance yang mendorong mereka menghubungi anggota senat dari wilayah masing-masing untuk mengajukan keberatan.

Sejumlah analis teknologi juga menyebut RUU tersebut sebagai "kuda troya," karena ikut memberi wewenang kepada parlemen untuk menutup situs internet atau aplikasi milik perusahaan asing.

Adapun keberatan lain menyangkut kekhawatiran bahwa larangan TikTok akan mengisolasi pemilih muda dari pesta demokrasi.

Bagaimana China merespons legislasi Kongres AS?

Pada Kamis (14/3/2024), Pemerintah China mengkritik langkah Kongres AS meloloskan RUU larangan TikTok karena dinilai mengikuti "logika seorang bandit," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin.

"Jika seseorang suka pada barang milik orang lain dan berusaha merampasnya untuk diri sendiri, itu namanya logika bandit."

Sehari sebelumnya, Beijing juga menyatakan larangan TikTok "ujung-ujungnya akan menggigit balik Amerika Serikat."  "Meski belum pernah menemukan bukti bahwa TikTok mengancam keamanan nasional, AS tidak berhenti merundung TikTok," kata Wenbin.

Kemenlu di Beijing tidak mengindikasikan adanya tindakan balasan China terhadap larangan TikTok. Dalam perang dagang dengan AS, Beijing lazim merespons pembatasan impor terhadap produk China oleh AS dengan langkah serupa.

ByteDance telah bertekad menggunakan semua opsi hukum sebelum harus pasrah menjual saham mayoritasnya di AS.

Kepada para pengguna, Direktrur TikTok Shou Chew menegaskan betapa larangan akan merugikan jutaan pelaku usaha kecil yang menggunakan aplikasi tersebut untuk berjualan. Dia meminta mereka menggandakan tekanan politik. "Pastikan suara kalian ikut didengar," kata dia dalam sebuah video usai pencoblosan di Kongres.

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Kenapa AS Bertekad Melarang TikTok.

https://www.kompas.com/global/read/2024/03/17/142101270/alasan-kenapa-as-ingin-larang-tiktok

Terkini Lainnya

Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Global
Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Global
Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Global
Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Internasional
Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Global
AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Internasional
AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

Global
6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

Global
Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Global
Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Global
Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Global
[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

Global
Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke