Selama empat tahun, Trump mengabaikan masalah ini. Pada pertengahan Januari, ketika ditanya apakah ia akan memberikan dukungan militer kepada mitra-mitra NATO di Eropa jika ia memenangi pemilu, Trump mengatakan, hal itu "tergantung apakah mereka memperlakukan kita dengan baik."
Saat ditanya mengenai komitmennya terhadap aliansi NATO, ia menambahkan, "NATO telah memanfaatkan negara kita. Negara-negara Eropa juga mengambil keuntungan."
Pada 2019, Trump mengatakan bahwa "Eropa memperlakukan kita lebih buruk dibandingkan China."
Josef Braml, Direktur Komisi Trilateral Eropa di Institut Konsultasi Strategis, Politik, Keamanan, dan Ekonomi di Berlin, menilai hal ini sebagai indikasi bahwa "Trump melihat Eropa sebagai musuh."
Braml yakin bahwa dalam tatanan dunia di bawah Trump, Eropa hanya punya satu peluang untuk bertahan: "Eropa harus bertindak sebagai satu kesatuan."
Tapi bagaimana negara-negara Eropa bisa mencapai persatuan, mengingat banyaknya kepentingan mereka? Braml menganggap uang adalah solusinya.
"Kita harus berpikir lebih besar—dan memberikan utang bersama-sama di Eropa, mendukung masing-masing negara secara finansial, dan sebagai impalannya ada persyaratan tertentu bagi negara itu," jelasnya.
Baca juga: Ron DeSantis Mundur dari Pilpres AS 2024, Beralih Dukung Trump
"Dengan uang dari pinjaman bersama Eropa, kita akan mampu membiayai pertahanan kita sendiri," tambah Braml.
"Kita membeli jet tempur F-35 dari AS sehingga kita dapat terus berpartisipasi dalam pertahanan nuklir. Namun, apa gunanya pembagian nuklir jika Trump kembali menduduki Gedung Putih?" ujarnya.
"Kita harus bersiap menghadapi hal ini sekarang, dan bersepakat dengan Perancis dan Polandia mengenai kerja sama militer dan ekonomi yang lebih luas yang juga melibatkan negara-negara Eropa lainnya," ujarnya.
Namun, politisi dari Partai CDU, Juergen Hardt, berpendapat bahwa skenario di mana Trump menarik payung nuklir Eropa adalah tidak realistis. Lagi pula, tidak ada seorang pun yang menginginkan adanya kompetisi baru di bidang persenjataan nuklir.
Apa pun yang terjadi, terpilihnya kembali Trump tampaknya akan menjadi ujian besar tidak hanya bagi hubungan trans-Atlantik, tetapi juga bagi kohesi Eropa.
Baca juga: Apa yang Terjadi jika Biden atau Trump Mundur Jelang Pilpres AS?
Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Siapkah Eropa Jika Donald Trump Kembali Jadi Presiden AS?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.